Sukses

22 Juni 1527: Kemenangan Fatahillah Mengubah Sunda Kelapa Jadi Jayakarta

Setelah melalui pertempuran sengit, pada 22 Juni 1527, armada perang yang dipimpin Fatahillah akhirnya berhasil menaklukkan pasukan Portugis.

Liputan6.com, Jakarta Fatahillah yang disebut juga Faletehan, merupakan Panglima Pasukan Cirebon yang bersekutu dengan Demak dan berhasil menjadi penguasa Sunda Kelapa dari kekuasaan Portugis pada tanggal 22 Juni tahun 1527.

Sunda Kelapa kemudian oleh Fatahillah pada tanggal 22 Juni 1527 diganti nama menjadi Jayakarta. Fatahillah memang membenci orang Portugis, karena mereka dengan bantuan syahbandarnya menaklukkan kota kelahirannya, yaitu Pasei di Aceh (Sumatera) pada tahun 1521.

Nama aslinya Faddillah Khan atau Faletehan. Ia juga dinamai Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Berdasarkan jalannya peristiwa sejarah yang diuraikan dalam Purwaka Caruban Nagari nama Fadhillah lebih memungkinkan untuk disamakan dengan berita Portugis yang menyebut Falatehan, demikian juga arti Fadhillah sangat mirip dengan Fatahillah yang berarti juga "kemenangan karena Allah".

Menurut sumber Tjarita Purwaka Tjaruban Nagari dan Negarakertabhumi, ayah Fatahillah dari Pasei merupakan seorang keturunan Arab dari Gujarat (India), yang pada tahun 1521 Pasei berhasil direbut Portugis.

Ia kemudian berlayar ke Mekah. Sekitar tahun 1525 ia ke Jepara dan menikah dengan Nyai Ratu Pembayun (adik Sultan Trenggana dari Demak). Kemudian berturut-turut menaklukkan daerah Banten dan Sunda Kalapa.

Sebelum menuju Sunda Kelapa, Fatahillah yang berangkat dengan armada perang Demak, terlebih dulu menuju ke Kesultanan Cirebon guna menggabungkan kekuatan (aspek maritim). Setelah itu, armada Fatahillah menuju Banten, yang memang telah bergolak melawan Pajajaran.

Tumbangnya Banten dari Pajajaran dan sebagian besar pemberontak di sana semakin menambah besar daya pukul kekuatan (fire power) armada Fatahillah. Pada 1526, Alfonso d'Albuquerque mengirim enam kapal perang dibawah pimpinan Francisco de Sa menuju Sunda Kelapa.

Kapal yang dikirim adalah jenis galleon yang berbobot hingga 800 ton dan memiliki 21-24 pucuk meriam. Armada itu diperkirakan membawa prajurit bersenjata lengkap sebanyak 600 orang.

Pada tahun yang sama, Sultan Trenggono mengirimkan 20 kapal perang bersama 1.500 prajurit di bawah pimpinan Fatahillah menuju Sunda Kelapa. Armada perang Demak terdiri dari kapal tradisional jenis Lancaran dan Pangajawa yang ukurannya jauh lebih kecil dari galleon.

Pada awal 1527, Fatahillah menggerakkan armadanya ke Sunda Kelapa. Sementara, pasukan Banten secara bertahap menduduki wilayah demi wilayah Pajajaran dari arah Barat. Pasukan Cirebon bergerak menguasai wilayah Pajajaran bagian Timur Jawa Barat. Dalam kondisi itu, Sunda Kelapa telah dipertahankan oleh Kerajaan Pajajaran secara kuat, baik di darat maupun laut.

Setelah melalui pertempuran sengit, pada 22 Juni 1527, armada perang yang dipimpin Fatahillah akhirnya berhasil menaklukkan pasukan Portugis. Pascakemenangan tersebut, Fatahillah didaulat menjadi gubernur di Sunda Kelapa. Fatahillah pun mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang merupakan cikal bakal lahirnya kota Jakarta.

 

2 dari 2 halaman

Memperluas Penyebaran Islam

Setelah kemenangan itu, kemudian Fatahillah menikah dengan Ratu Ayu (puteri Sunan Gunung Jati). Selain itu, Fatahillah pun menciptakan sifat perekonomian serta perdagangannya mengandung unsur-unsur Islam atau syariah Islamiah.

Usahanya untuk menegakkan Islam, baik dalam usaha pemerintahan maupun diplomasinya dengan raja-raja Islam menunjukkan sebagai seorang ulama dan negarawan mahir. Ketekunannya dalam memperjuangkan Islam serta kesungguhannya mengamalkan agama Islam, menjadikannya tergolong deretan Wali Sanga (Wali Sembilan).

Ia dipandang sebagai Panglima Perang yang cakap dan gagah perkasa. Jasanya sangat besar dan pengaruhnya dalam memperluas wilayah dan penyebaran Islam terutama di pesisir air pantai utara Jawa. Selain Jakarta sebagai daerah dakwahnya adalah Kerajaan Demak, Banten, dan Cirebon.

Itulah sebabnya sejarah Fatahillah yang telah mendirikan Kota Jakarta tak dapat dipisahkan dengan Kerajaan Demak, Cirebon, dan Banten.

Sebagai penghargaan dan peringatan akan jasa-jasanya, maka di Jakarta terdapat taman Fatahillah, dan sebagai lambang untuk melanjutkan cita-cita dakwah Islamnya serta perjuangannya menegakkan kebenaran serta mengusir penjajah, maka namanya digunakan sebagai nama salah satu Perguruan Tinggi Islam di bawah Departemen Agama, yaitu lAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berlokasi di Ciputat.

Â