Sukses

BPK Khawatir Akan Terjadinya Penurunan Kemampuan Pemerintah Membayar Utang

BPK merasa khawatir akan adanya potensi menurunnya kemampuan pemerintah untuk membayar utang

Liputan6.com, Jakarta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merasa khawatir akan adanya potensi menurunnya kemampuan pemerintah untuk membayar utang, sementara di sisi lain ada tren penambahan serta bunga utang.

Hal ini disampaikan Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam Rapat Paripurna DPR RI. Adapun kekhawatiran ini lantaran penambahan utang dan bunga melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan negara.

"Tren penambahan utang pemerintah dan penambahan bunga melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara, sehingga memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang," kata Agung, Selasa (22/6/2021).

Selain itu, dia juga menuturkan, pandemi Covid-19 meningkatkan defisit utang dan silpa. Hal ini juga dapat meningkatkan risiko pengelolaan fiskal.

"Meskipun rasio defisit dan utang terhadap PDB masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan Undang-Undang Keuangan Negara, tapi trennya menunjukkan adanya peningkatan yang perlu diwaspadai pemerintah," kata Agung.

Dia juga menjelaskan bahwa indikator kerentanan utang pada 2020 telah melampaui batas kerentanan yang direkomendasikan oleh IMF.

"Yaitu satu, rasio debt relief (pemutihan utang atau pembatalan utang) terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen melampaui rekomendasi IMF sebesar 25 sampai dengan 35 persen," jelas Agung.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Rasio Bunga Utang

Menurut Agung, rasio pembayaran bunga utang terhadap penerimaan negara juga mencapai 19,06 persen.

Hal ini dianggap telah melampaui rekomendasi International Debt Relief (IDR) yang hanya sebesar 4,6 sampai dengan 6,8 persen.

"Dan rekomendasi IMF sebesar 7 sampai dengan 10 persen," katanya.

Sementara itu rasio utang terhadap penerimaan negara yang mencapai 369 persen, dianggap Agung juga telah melewati batas rekomendasi IDR dan IMF.

"Melampaui rekomendasi IDR sebesar 92 sampai dengan 167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen," jelasnya.