Sukses

Dewas KPK Loloskan Firli Bahuri soal Gratifikasi Sewa Helikopter

Terkait dugaan penerimaan gratifikasi oleh Firli, masyarakat disarankan melaporkannya ke Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK

Liputan6.com, Jakarta Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyatakan tak bakal mengusut dugaan gratifikasi penyewaan helikopter Ketua KPK Firli Bahuri. Hal tersebut ditegaskan anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris.

"Dewas tidak punya wewenang dalam perkara pidana," ujar Haris saat dikonfirmasi, Rabu (30/6/2021).

Haris menyebut, terkait dengan penggunaan helikopter yang dilakukan Firli saat perjalanan Baturaja-Palembang sudah diputuskan oleh Dewas. Menurut Haris, Firli sudah diputus melanggar etik, meski ringan.

"Kasus helikopter Pak FB (Firli Bahuri) sudah selesai dan diputus oleh Dewas tahun lalu," kata Haris.

Haris mengatakan, terkait dugaan penerimaan gratifikasi oleh Firli, masyarakat disarankan melaporkannya ke Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK.

"Dugaan gratifikasi bisa dilaporkan ke Direktorat Dumas KPK," kata Haris.

Diberitakan, Firli Bahuri kembali dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik. Pelaporan dilakukan ke Dewan Pengawas KPK oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).

Kali ini, laporan yang dilayangkan ICW berkaitan dengan penggunaan helikopter yang dilakukan Firli saat perjalanan Palembang-Baturaja. Terkait ini, ICW juga sudah melaporkan dugaan penerimaan gratifikasi oleh Firli ke Bareskrim Polri.

"Ini terkait dengan pelaporan pidana yang sudah kami sampaikan ke Bareskrim Polri, namun kali ini bukan masalah pidananya, namun masalah etik yang diatur dalam peraturan Dewas Nomor 2 tahun 2020 terutama pasal 4 yang mengatur bahwa setiap insan KPK salah satunya pimpinan KPK harus bertindak jujur dalam berperilaku," kata Kurnia.

Kurnia menyebut, Firli tak bersikap jujur saat menyewa helikopter tersebut. Firli tak melaporkannya kepada lembaga yang dan pimpin saat penyewaan.

"Ketika penerimaan sesuatu yang kami anggap diskon dalam konteks penyewaan helikopter itu menjadi kewajiban bagi Firli Bahuri melaporkan ke KPK. Namun kami tidak melihat hal itu terjadi, maka dari itu kami melaporkan yang bersangkutan ke Dewas KPK," kata Kurnia.

 

Saksikan Video Terkait Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Berbeda dengan Putusan Etik

Kurnia memastikan, laporan yang dia layangkan kali ini berbeda dengan putusan etik Firli dalam penyewaan helikopter tersebut. Firli diketahui sudah dijatuhkan sanksi etik ringan oleh Dewas dalam penyewaan helikopter tersebut.

Saat itu, Dewas menyatakan Firli melanggar kode etik berupa gaya hidup mewah. Kini, yang dilaporkan ICW berkaitan dengan ketidakjujuran Firli soal nilai penyewaan helikopter tersebut. Menurut ICW, sejatinya Dewas KPK menyelisik lebih dalam kwitansi penyewaan helikopter yang diberikan Firli.

"Harusnya kwitansi itu ditelusuri karena nilainya sangat janggal, kalo kita cermati lebih lanjut, 1 jam penyewaan helikopter yang didalilkan oleh Firli sebesar Rp 7 juta, kami tidak melihat jumlahnya seperti itu, karena 4 jam sekitar Rp 30 juta justru kami beranggapan jauh melampaui itu, karena ada selisih sekitar Rp 140 juta yang tidak dilaporkan oleh ketua KPK tersebut," kata Kurnia.

Dari informasi yang didapatkan ICW, harga penyewaan helikopter jenis Eurocopter (EC) kode PK-JTO yang ditumpangi Firli itu sekitar Rp 39 juta perjam. Sementara Firli menyebut menyewa helikopter tersebut Rp 7 juta perjam.

"Kami melampirkan beberapa temuan kami tekait dengan perbandingan harga penyewaan helikopter di beberapa perusahaan. Dan memang angka disampaikan Firli dalam persidangan Dewas tersebut yang tercantum dalam putusan Dewas sangat janggal dan apalagi helikopter yang digunakan adalah helikopter yang mewah," kata Kurnia.