Sukses

HEADLINE: Harga Obat dan Asupan Cegah Covid-19 Melambung, Penindakannya?

Pemerintah akan menindak tegas pihak yang menimbun dan memainkan harga obat-obatan dan alkes di tengah situasi darurat Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan memerintahkan aparat kepolisian menindak tegas mafia dan pemain harga obat-obatan di masa pandemi Covid-19.

Luhut yang ditunjuk sebagai Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa-Bali ini tidak ingin, tingginya harga obat-obatan dan alat kesehatan (Alkes) penunjang pencegahan Covid-19 akan memperparah penanganan pandemi di Tanah Air.

"Saya kira Jenderal Agus Andrianto (Kabareskrim Polri) orang yang tegas. Saya masih melihat ada upaya menaik-naikkan harga (obat). Jangan coba-coba untuk itu. Kalau mau coba-coba silakan. Tapi Anda akan menyesal," ujar Luhut dalam konferensi pers, Sabtu 3 Juli 2021 lalu, sebagaimana dikutip dari Antara.

Luhut meminta Polri tidak pandang bulu menindak tegas pihak-pihak yang menimbun dan memainkan harga obat-obatan penanganan Covid-19. Apalagi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) 11 obat terapi Covid-19.

Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menyatakan, pihaknya telah menindaklanjuti perintah tersebut dengan menerbitkan Surat Telegram kepada seluruh jajaran Polda terkait penegakan hukum di masa PPKM Darurat Jawa Bali. Surat Telegram nomor ST/1373/VII/H.U.K/7.1./2021 ini berkaitan dengan HET obat-obatan dan alkes di masa Pandemi Covid-19.

"Arahan dan perintah sudah disampaikan kepada jajaran," ujar Agus saat dihubungi Liputan6.com melalui pesan singkat, Selasa (6/7/2021).

Terdapat lima poin penting dalam Surat Telegram yang ditujukan kepada para Kapolda dan bersifat perintah ini. Antara lain:

  1. Melakukan pengawasan terkait kepatuhan semua pihak dalam menjalankan PPKM Darurat dan pengendalian HET obat dalam masa pandemi Covid-19;
  2. Melakukan penegakan hukum secara tegas terhadap pelaku usaha yang melakukan penimbunan serta penjualan obat di atas HET sehingga masyarakat sulit mendapatkan obat dan alkes;
  3. Melakukan penegakan hukum secara tegas terhadap tindakan yang menghambat segala upaya Pemerintah dalam melakukan penanggulangan wabah Covid-19 termasuk terhadap penyebaran berita bohong/hoaks;
  4. Mempelajari, memahami serta melakukan koordinasi dengan pihak Kejaksaan terkait penerapan pasal-pasal yang dapat dikenakan terhadap pelaku tindak pidana di masa pandemi Covid-19; dan
  5. Melaporkan hasil kegiatan kepada Kapolri up Kabareskrim.

Agus mengingatkan pihak-pihak untuk tidak menimbun serta memainkan harga obat-obatan dan alkes terapi Covid-19. Polri tak segan mengambil tindak tegas dan memproses sesuai aturan hukum yang berlaku.

"Saya mohon ini melalui media (disampaikan) untuk hati-hati para pelaku yang ingin memanfaatkan situasi, jangan nanti menyesal," ujar mantan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri ini.

Lebih lanjut, jenderal bintang tiga itu mengimbau masyarakat agar tidak panik dan membeli atau memborong obat-obatan tanpa resep dokter. Sebab, selain dapat memicu kelangkaan obat-obatan, kepanikan justru akan menurunkan imunitas tubuh. 

"Banyak sekali alternatif pilihan untuk memperkuat daya tahan tubuh dari herbal sampai dengan vitamin. Banyak juga jenis obat yang bisa dikonsumsi. Sudah diatur HET-nya. Kalau dijual dengan harga di atas HET, laporkan kepada kepolisian terdekat," ucap Agus menandaskan.

Jajaran Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya bergerak cepat menerjemahkan perintah tersebut. Polda Metro Jaya menindak dua toko di kawasan Matraman, Jakarta Timur yang kedapatan menjual obat terapi Covid-19, Ivermectin melebihi HET.

"Kita temukan sebenarnya ada dua apotek, tapi satu lagi masih dalam pedalaman, sementara yang satu ini sudah memenuhi unsur. Nama tokonya adalah SE di Jalan Pramuka, Matraman Jaktim. Toko yang biasa menjual obat-oban," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus dalam konferensi pers, Selasa (6/7/2021).

Ditreskrimsus Polda Metro Jaya aktif beroperasi memastikan harga obat-obatan yang dijual di pasaran sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Obat Dalam Masa Pandemi Covid-19.

Disebutkan, salah satunya harga Ivermectin 12 mg senilai Rp 7.500 per tablet. Sementara hasil penyelidikan, ternyata didapati dua toko obat yang menaikkan harga Ivermectin secara sepihak.

"Di situ Ivermectin dijual dengan harga cukup tinggi, tidak sesuai dengan HET yang sudah dipatok oleh Kemenkes," kata Yusri.

Dia menuturkan, semestinya satu tablet Ivermectin dihargai Rp 7.500. Sehingga jika isinya 10 tablet, HET sekira Rp 75 ribu. Tapi oleh pemilik toko, obat dijual dengan harga Rp 475 ribu per satu kotak.

"Jadi kenaikan dari Rp 75 ribu menjadi Rp 475 ribu," terang dia. 

Dalam kasus ini, penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah mengamankan pemilik toko berinisial R pada Minggu 4 Juli 2021 lalu di Pasar Pramuka, Matraman, Jaktim. Saat ini, terduga pelaku itu masih diperiksa intensif untuk melengkapi berkas perkara.

"Ini masih kita proses dan kita terus lakukan pendalaman, juga penyidikan lagi. Kemungkinan ada spekulan-spekulan lagi yang bermain, menaikkan harga," ujar Yusri.

Selain di apotek, kepolisian juga menyelidiki penjualan obat-obatan dan alkes penunjang Covid-19 yang dipasarkan secara online, termasuk di situs-situs jual beli atau e-commerce. Dia mengingatkan agar tidak ada pihak yang menari-nari di atas penderitaan orang lain dengan menimbun dan memainkan harga obat-obatan. 

"Termasuk tabung-tabung gas oksigen yang saat ini sedang kami lakukan lidik. Kemarin sudah disampaikan Pak Kapolda, kami akan lakukan penyelidikan, kami temukan akan kami tindak tegas," katanya.

Pihak-pihak yang bermain ini akan dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 198 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, juga Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. 

"Dan ada beberapa UU lain kemungkin akan kita (terapkan), termasuk KUHP, ini akan kita dalami semuanya. Termasuk mungkin ada dari hilir kita dapat sampai ke hulunya, apakah nanti ada pelaku-pelaku yang lain kita akan lakukan tindakan tegas dan terukur," ucap Yusri.

Dalam kesempatan itu, Yusri juga mengingatkan masyarakat bahwa Ivermectin tergolong obat keras yang tidak boleh diperjualbelikan sembarangan. Untuk mendapatkannya pun harus menggunakan resep dokter.

Selain itu, penjualnya juga wajib mengantongi Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK). Dengan begitu, tidak semua orang bisa menjual obat-obatan.

"Ketentuanya harusnya mempunyai Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK). ini yang harus dimiliki oleh si toko penjualnya," ucap Yusri.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Auliansyah Lubis menyatakan, pihaknya terus memantau penjualan obat-obatan dan alkes baik secara konvensional maupun online.

"Di media sosial bukan hanya (memantau) orang yang menjualnya, akan tetapi orang yang berusaha membuat onar dan membuat takut masyarakat, kami juga akan menindak," ucap Auliansyah.

Dia menuturkan bahwa jajaranya kini juga tengah mengusut kasus dugaan penipuan jual beli tabung gas oksigen di toko online. Dalam waktu dekat, pengungkapan kasus tersebut akan disampaikan ke publik. 

"Hal-hal seperti ini juga saya mengingatkan, masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu yang berusaha mengambil keuntungan dalam situasi seperti ini, jangan main-main. Kami dari kepolisian khususnya Polda Metro Jaya akan menindak tegas dan akan melakukan penegakaan hukum sesuai aturan yang berlaku," ujar Auliansyah menandaskan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 4 halaman

Antisipasi Mafia Harga dan Pemalsuan Produk

Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mengatakan, Keputusan Menkes nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang HET Obat Dalam Masa Pandemi Covid-19 merupakan upaya pemerintah mengantisipasi melambungnya harga obat-obatan.

Kendati begitu, dalam praktiknya di lapangan masih sering dijumpai pedagang yang menjual obat-obatan dengan harga tinggi di atas HET yang ditetapkan pemerintah. Karena itu, pemerintah harus menindak tegas oknum yang memainkan harga. Selain itu, pemerintah juga harus mengantisipasi beredarnya obat-obatan palsu seiring dengan tingginya permintaan.

"Dalam dua kasus ini kalau kemudian memang ditemukan pelanggaran ini pemerintah memang wajib menarik barang tersebut atau bahkan memberikan sanksi kepada pelaku usahanya. Ini ditentukan dalam UU Perlindungan Konsumen untuk menjadikan konsumen bahwa ketika barang beredar tidak sesuai kualitas ataupun melebihi harga yang telah ditetapkan," ujar Agus saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (6/7/2021).

Dalam kasus ini, YLKI juga mendorong Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melihat lebih jauh kemungkinan adanya mafia yang sengaja memainkan harga obat-obatan di atas HET yang ditetapkan pemerintah, seiring tingginya permintaan di pasar. Tentu, kepolisian juga harus mengambil peran.

"Jadi kaya dulu kasus masker awal-awal pandemi menjulang tinggi naiknya dengan harga yang tidak wajar, kemudian oleh pihak kepolisian dibongkar ada sindikat-sindikat yang memanfaatkan situasi kedaruratan ini untuk kepentingan bisnis semata. Oknum-oknum inilah yang kemudian harus ditangkap," tutur dia.

Menurut Agus, para "pemain" tersebut dapat dijerat dengan sanksi perdata dan pidana. "Dalam hal pidana tentu saja sanksi bisa kurungan, kalau perdata bisa saja pencabutan izin usaha dan denda, Jadi ini bisa dilihat lebih jauh apakah tentang kesalahan seperti apa dan penerapannya seperti apa."

YLKI juga meminta Kementerian Kesehatan serta Kementerian Komunikasi dan Informatika agar berkolaborasi menertibkan penjual obat-obatan yang tidak berlisensi di situs online, terutama di e-commerce. Hal itu juga untuk mencegah potensi penipuan dan pemalsuan produk.

"Jangan sampai obat-obat sangat mudah dijual di e-commerce, sedangkan yang menjual tidak memiliki kapabilitas untuk menjual. Kalau menjual obat itu ada lisensinya, seperti di apotek ataupun toko buat yang mempunyai lisensi untuk menjual obat. Sementata di e-commerce apakah penjual ini memiliki izin tersebut," katanya.

Selain itu, dia juga mengingatkan masyarakat bahwa pembelian obat-obat terapi Covid-19 yang termasuk dalam golongan obat keras ini harus disertai dengan resep dokter. Jika pembelian dilakukan sembarangan, justru akan berbahaya bagi konsumen.

"Masyarakat perlu teredukasi dengan baik, jangan mudah termakan isu hoaks yang selama ini beredar. Tetap konsultasikan kepada dokter. Saat ini kan konsultasi dengan dokter tidak harus datang fisik ketemu, tapi bisa melalui aplikasi, melalui WA, chat, banyak hal," tutur Agus.

"Jadi konsultasikan kepada dokter penanganan yang lebih tepat, harus seperti apa, terus pembelian obat seperti apa, dan bisa minta resep untuk menebus obat tersebut. Ini yang perlu diwaspadai oleh konsumen, jangan sampai konsumen jadi dokter untuk dirinya sendiri. Ini yang berbahaya," sambungnya.

Tentu upaya-upaya di atas, selain untuk mencegah terjadinya penimbunan dan kelangkaan stok, juga untuk menjamin keaslian produk yang diberikan kepada masyarakat selaku konsumen.

Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Gadjah Mada, Zullies Ikawati, mengaku prihatin soal harga obat Ivermectin dijual mahal di platform online e-commerce. Menurut dia, risiko pembelian via online adalah belum dipastikan keaslian produknya.

“Ya tentu saja prihatin ya terhadap adanya orang-orang yang mengambil keuntungan di atas kepanikan orang lain. Sementara secara ilmiah, efikasinya masih belum bisa dipastikan,” kata Zullies kepada Liputan6.com, Kamis (1/7/2021).

Dalam kondisi melonjaknya kasus Covid-19 saat ini, justru masyarakat yang panik itu lebih sulit diedukasi. Apalagi jika media sosial dan media membombardir dengan berita-berita yang mendorong penggunaan Ivermectin.

Dia menegaskan kembali agar masyarakat tidak asal membeli obat Ivermectin secara online. Bisa saja obat tersebut palsu dan dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang mencari keuntungan di tengah pandemi.

“Saya tidak tahu obat Ivermectin yang dijual online itu dari mana. Dan risiko pembelian online itu adalah mendapatkan obat yang palsu. Kondisi panik seperti ini sangat memungkinkan bagi para "penjahat" untuk melakukan hal tersebut,” ujarnya.

Di sisi lain, dia tidak mengklaim bahwa obat Ivermectin yang dijual secara online itu palsu. Namun, dia menyarankan agar masyarakat membeli di tempat resmi seperti apotek dan tentunya harus menggunakan resep dokter.

“Kalau mau membeli Ivermectin sebaiknya di tempat resmi seperti apotek dan menggunakan resep dokter. Tidak menuduh ya, tetapi itu adalah risiko pembelian via online. Seperti membeli kucing dalam karung. Banyak kasus pembelian obat via online yang ternyata palsu,” pungkasnya. 

3 dari 4 halaman

Haram Menimbun Obat dan Oksigen di Tengah Pandemi Covid-19

Untuk diketahui, Menkes Budi gunadi Sadikin telah memutuskan harga eceran tertinggi (HET) obat dalam masa pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19). Terdapat 11 jenis obat yang tercantum dalam Keputusan Menkes Nomor HK.01/07/MENKES/4826/2021 itu. Antara lain:

  1. Tablet Fapifilavir (dengan nama jual avigan) Rp 22.500;
  2. Injeksi/vial remdesivir 100 mg Rp 510.000;
  3. Kapsul oseltamivir 75 mg Rp 26.000;
  4. Intervenous Immunoglobulin 5% 50 ml infus (vial) Rp3.262.300;
  5. Intervenous Immunoglobulin 10% 25ml infus (vial) Rp3.965.000;
  6. Intervenous Immunoglobulin 10% 50ml infus (vial) Rp6.174.900;
  7. Ivermectin 12mg tablet Rp7.500;
  8. Tocilizumab 400mg/20 ml infus (vial) Rp5.710.600;
  9. Tocilizumab 80 mg/4mg infus (vial) Rp1.162.200;
  10. Azithromycin 500mg tablet Rp1.700; dan
  11. Azithromycin 500mg infus Rp95.400.

"Kesebelas obat inilah yang sering digunakan selama pandemi. Kita sudah atur harga eceran tertingginya. Kami harap dipatuhi," ujarnya singkat, dalam Konferensi Pers Harga Eceran Tertinggi (HET) Obat dalam Penanganan Covid-19, Sabtu (3/7/2021).

Keputusan ini untuk mencegah permainan harga dan kelangkaan obat-obatan di tengah situasi krisis Covid-19 di Indonesia. Pemerintah pun mengingatkan agar tidak ada pihak-pihak yang menimbun obat-obatan dan oksigen, karena ada sanksi hukumnya. 

Peringatan ini disampaikan Jubir Menteri Koordinator Maritim Investasi, Jodi Mahardi. Diketahui, stok oksigen di beberapa daerah mulai menipis di tengah lonjakan kasus Covid-19. Sementara harga obat-obatan di pasaran membumbung tinggi. 

"Jangan menimbun oksigen dan obat-obatan penting perawatan Covid-19. Penimbun oksigen dan obat adalah musuh masyarakat," ujar dia dalam konferensi pers yang ditayangkan langsung di akun Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (4/7/2021).

Menurut dia, akan ada ganjaran bagi penimbun oksigen dan obat. Apalagi bagi distributor. Dia pun meminta masyarakat yang tidak menghadapi situasi krisis, tidak menimbun oksigen dan memprioritaskan kepada warga yang tengah membutuhkan.

Dia mengingatkan bahwa pada masa genting ini, bukan saatnya mengambil kesempatan pribadi. Dia memastikan hukuman menanti bagi mereka yang melanggar hukum dan mengeksploitasi masa darurat untuk kepentingan pribadi.

"Kita prioritaskan nyawa saudara-saudari kita saat ini," tuturnya.

Fatwa Haram MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyoroti fenomena panic buying di tengah-tengah masyarakat seiring ditetapkannya kebijakan PPKM Darurat. Sejumlah barang kebutuhan pokok langsung diserbu masyarakat.

Tak hanya bahan pokok, bahkan barang penunjang terapi seperti obat-obatan dan oksigen juga langka di pasaran. Kondisi ini pun akan berdampak pada ancaman jiwa manusia. 

Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengajak masyarakat, khususnya umat Islam untuk terus bahu membahu mendukung dan membantu korban Covid-19 agar dapat memperoleh layanan kesehatan, termasuk ketersediaan oksigen, obat-obatan, dan vitamin.

"Di antaranya dengan jalan sedekah oksigen, obat-obatan, vitamin, sembako dan kebutuhan lain yang mendesak serta tidak menimbun barang-barang pokok tersebut, termasuk tabung oksigen," kata dia dalam keterangannya, Minggu (4/7/2021).

Asrorun mengingatkan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 menegaskan "Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker hukumnya haram".

Termasuk memborong obat-obatan, vitamin, oksigen, yang menyebabkan kelangkaan sehingga orang yang membutuhkan dan bersifat mendesak, tidak dapat memperolehnya.

"Penimbunan kebutuhan pokok tersebut tidak diperkenankan sekalipun untuk tujuan jaga-jaga dan persediaan, sementara ada orang lain yang membutuhkan secara sangat mendesak. Aparat perlu ambil langkah darurat mengendalikan situasi, menjamin ketersediaan, mencegah penimbunan, dan menindak oknum yang mengambil keuntungan dalam kondisi susah," kata dia.

Lebih lanjut, MUI meminta pemerintah memastikan ketercukupan dan ketersediaan oksigen, obat-obatan, vitamin, serta kebutuhan pokok masyarakat secara merata. Juga melakukan penindakan hukum orang atau korporasi yang memanfaatkan situasi pandemi untuk mencari keuntungan ekonomi dengan menahan dan atau mempermainkan harga sehingga menyebabkan kelangkaan serta harga membumbung tinggi.

"Demikian juga mencegah tindakan sebagian orang yang menimbun oksigen, obat-obatan, vitamin, dan kebtuhan pokok yang menyebabkan sulitnya akses bagi orang-orang yang membutuhkan secara mendesak," kata Asrorun Niam Sholeh. 

4 dari 4 halaman

Infografis Meroketnya Harga Obat dan Asupan Covid-19