Liputan6.com, Jakarta Untuk menekan laju penularan virus Covid-19 di Tanah Air, Pemerintah memperpanjang masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro (PPKM Mikro) di luar Jawa-Bali per 6-20 Juli 2021.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto menegaskan, pengetatan ini dilakukan di daerah-daerah dengan status level empat berdasarkan kriteria WHO.
"Oleh karena itu diputuskan untuk perpanjangan PPKM Mikro Tahap XII mulai 6 Juli hingga 20 Juli 2021 yang berlaku di semua Provinsi di luar Jawa-Bali. Caranya dengan dilakukan pengetatan pada 43 Kabupaten atau Kota yang memiliki Level Asesmen empat yang berada di 20 Provinsi. Regulasi ini selaras dengan pengetatan yang dilakukan di Jawa-Bali," jelas Menko Airlangga dalam konferensi pers secara daring, Senin (5/7).
Advertisement
Lebih lanjut, Menko Airlangga meyakinkan, meskipun diterapkan PPKM Darurat (di Jawa-Bali) dan PPKM Mikro diperketat (di Luar Jawa-Bali), namun kegiatan di Sektor Esensial tetap beroperasi, sehingga tidak akan menimbulkan kekhawatiran gelombang PHK kembali.
"Juga terus dijaga dengan mendorong kegiatan ekspor, termasuk ekspor dari UMKM. Lalu dengan bantuan sosial yang dilanjutkan dan dipercepat, seperti diskon listrik, dan juga kegiatan lain yang menopang sektor produktif. Kami akan memonitor dan mengevaluasi terus di masa sekarang, maupun setelah 20 Juli,” ujarnya.
Ekonom Lembaga Penelitian Ekonomi Manajemen (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Teuku Riefky mengatakan, PPKM Mikro ini menjadi langkah tepat bahwa pengetatan mobilitas di ekspan ke luar Jawa dan Bali. Pasalnya, peningkatan angka kasus Covid-19 menjadi pangkal masalah di perekonomian nasional untuk secepatnya diredam.
"Jadi pemerintah sudah tepat fokus dalam penanganan kesehatan. Selain itu, pemerintah juga tetap membuka sektor esensial termasuk ekspor impor. Sehingga sentra-sentra ekonomi yang sudah bergeser ke platform digital dapat memanfaatkan insentif UMKM untuk meningkatkan dan memperluas pasar ekspor," ungkapnya.
Lebih lanjut, Riefky mengatakan, meski masih ada sebagian masyarakat yang belum memahami transaksi digital. Namun, dalam pengetatan PPKM ini pemerintah juga memperboleh sektor UMKM khususnya makanan dan minuman untuk beroperasi dengan batasan kapasitas dan jam operasional.
"Jadi saya kira tidak ada alasan untuk menghambat diberlakukannya pengetatan PPKM Mikro dan Darurat ini. Jika terjadi peningkatan PHK, saya kira pemerintah mengatisipasi dengan berbagai stimulus PEN yang diperpanjang hingga Kuartal III. Kalau pengetatan ini tidak lakukan, ini sangat mengkhawatirkan dalam jangka panjang,” jelasnya.
Selanjutnya, pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia Riant Nugroho menyambut baik penguatan PPKM Mikro dengan mempertimbangkan sektor esensial yang diperbolehkan untuk tetap beroperasi dengan ketentuan tertentu.
"Apa yang dilakukan pemerintah sudah baik dengan mempertimbangkan secara detail bagi pelaku usaha terutama UMKM. Itu karena pemerintah juga kembali memberikan sejumlah stimulus," jelasnya.
Dalam skenarionya, kata Riant, perlu dilakukan monitoring dan aturan yang rinci. Pasalnya, masih banyak masyarakat yang belum mampu merespon kebijakan dengan baik.
"Jadi kebijakannya sudah baik, skenario di lapangan yang harus dipastikan. Serta, petugas dilapangan harus memiliki aturan memberikan sanksi yang serupa baik PPKM Mikro maupun Darurat," ujarnya.
Hal senada diungkapkan oleh Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah yang menyebut banyak masyarakat yang belum mendapatkan sosialisasi dengan baik.
"Masih banyak penumpukan mobilitas masyarakat dua hari sejak diberlakukan PPKM Darurat. Karena masih ada perusahaan sektor non esensial dan non critical yang yang mewajibkan karyawannya masuk. Diharapkan pemerintah dapat melakukan sosialisasi terus menerus kepada masyarakat dan juga para pengusaha," tegasnya.
(*)