Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan Hari Raya Idul Adha 1442 H jatuh pada Selasa 20 Juli 2021.
Keputusan itu didapat usai Kemenag menggelar Sidang Isbat penetapan 1 Zulhijah dan Hari Raya Idul Adha 1442 H bersama sejumlah pihak pada Sabtu (10/7/2021).
Baca Juga
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas meminta masyarakat untuk membatasi mobilitas, terlebih untuk tidak mudik saat Idul Adha, mengingat kasus positif Covid-19 masih meningkat.
Advertisement
"Kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk menjaga diri dan membatasi kegiatan sangat penting dalam mencegah penyebaran Covid-19, terlebih dengan adanya varian Delta," kata Yaqut dalam siaran persnya, Jumat (16/7/2021).
Dia menuturkan, mudik saat Idul Adha dalam kondisi pandemi Covid-19 ini membahayakan jiwa. Karena, itu menundanya sama saja dengan menjaga kesehatan diri, keluarga, dan lingkungan, adalah kewajiban bersama.
"Larangan mudik Idul Adha karena pemerintah ingin melindungi seluruh warga negara agar terjaga dari penularan Covid-19," ungkap Yaqut.
Yaqut berharap, agar masyarakat bisa bersabar dan tidak mudik pada Idul Adha tahun ini. Dia percaya, hal itu dapat melindungi diri sendiri, keluarga dan orang di sekitar kita dari bahaya virus Covid-19.
"Tetap di wilayah masing-masing. Jaga kesehatan diri. Kurangi mobilitas, dan saya minta sekali lagi jangan mudik Idul Adha 1442 H," kata dia.
Sementara, Juru bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi mengatakan, saat ini pihaknya masih membahas soal antisipasi mobilitas masyarakat menjelang Idul Adha.
"Mengenai antisipasi mobilitas masyarakat yang melakukan mudik Idul Adha sudah dibahas ditingkat rakor," kata Jodi kepada Liputan6.com di Jakarta.
Nantinya, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Panjaitan yang ditunjuk sebagai koordinator PPKM Darurat akan memutuskan aturan mudik Idul Adha dalam waktu dekat.
"Masih akan dibahas lagi dan diputuskan dalam waktu dekat," ujar dia.
Sementara Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan seharusnya Surat Edaran Kementerian Agama Nomor 16 dan 17 Tahun 2021 dan Instruksi Mendagri tentang PPKM darurat dan PPKM yang diperketat sudah cukup menjadi instrumen hukum larangan mudik Idul Adha.
"Hal itu dilaksanakan dengan dukungan dan kerjasama masyarakat. Namun, bila dianggap perlu untuk pemantapan peraturan, pemerintah akan melakukannya," ujar Wiku kepada Liputan6.com.
Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai imbauan untuk tidak mudik saat Idul Adha tidak akan efektif, sebab tak ada sanksi yang diterapkan. Justru bisa jadi, berpotensi banyak orang yang mudik.
Dia berharap pemerintah lebih tegas dalam membuat aturan jika benar-benar melarang masyarakat mudik. Misalnya, diberlakukan sanksi bagi masyarakat yang nekat mudik.
“Kenapa ini penting? Karena saat Idul Fitri kemarin ada yang memang tidak mudik, tapi ada juga yang menahan tidak mudik supaya bisa mudik saat Idul Adha, nah ini harus diantisipasi,” kata Saleh kepada Liputan6.com di Jakarta.
Jika belum ada peraturan yang tegas soal larangan mudik ini, kata dia, Satgas Covid-19 dapat keluarkan surat agar Kementerian Perhubungan dapat membuat aturan larangan mudik.
"Memang tidak mudah mengawal itu, tapi kita lihat lah kesungguhan pemerintah seperi apa," ujar dia.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily. Dia mengatakan, dalam menyambut Idul Adha tahun 2021 ini, sebaiknya pemerintah bersikap tegas terhadap warga yang ingin mudik. Berangkat dari lonjakan kenaikan yang terjadi dalam dua minggu terakhir ini, salah satu penyebabnya adalah akibat liburan lebaran.
"Berangkat dari pengalaman itu, sebaiknya pemerintah jangan menghimbau untuk tidak mudik, tapi melarang. Apalagi bersamaan dengan kebijakan PPKM Darurat yang saat ini masih diberlakukan pemerintah, larangan untuk mudik sejalan dengan pengetatan mobilitas masyarakat," kata Ace kepada Liputan6.com.
Selain itu, Kementerian Agama dan MUI jelas sudah mengeluarkan aturan untuk meniadakan salat Idul Adha secara berjamaah di masjid, musala dan lapangan yang berada di zona merah. Kemudian aturan soal pembagian hewan kurban harus diantar ke rumah-rumah.
"Kebijakan ini harus secara tegas disosialisasikan kepada tokoh agama, ustaz, pengurus masjid dan masyarakat sebagai ikhtiar kita mencegah penularan Covid-19 yang semakin melonjak tinggi, terutama di zona merah," ujar dia.
Aturan PPKM Darurat yang didalamnya diatur soal pelaksanaan ibadah di rumah ibadah, kat dia, harus juga disertakan tentang aturan mobilitas warga dari satu daerah ke daerah lainnya dengan sanksi yang tegas.
"Saya terus terang khawatir lonjakan penularan Covid-19 ini bukan hanya terjadi di Jawa Bali, tetapi juga sudah terjadi di luar Jawa, pelosok-pelosok daerah yang kemudian penanganan kesehatannya tidak terjangkau secara merata. Karena itu, soal mobilitas warga ini harus diterapkan secara tegas," tandas Ace.
Apa Dampaknya?
Pakar Epidemiologi dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra berharap masyarakat tidak mudik saat Hari Raya Idul Adha, sebab akan menimbulkan kasus positif Covid-19 baru.
"Jadi belajarlah dari pengalaman, kita harus proporsional bersikap, jangan juga di saat seperti ini egois memaksakan diri mudik ya. Karena kita melihat orang bergelimpangan setiap hari kesakitan kematian karena Covid-19. Seluruh RS juga penuh," kata Hermawan kepada Liputan6.com di Jakarta.
Namun, kata dia, saat ini banyak masyarakat yang sudah mudik sebelum Idul Adha. Meskipun tidak sebanyak saat lebaran karena adanya kebijakan PPKM darurat.
"Jadi karena ada kebijakan yang masih berlaku sampai tanggal 20 kebijakan mudik itu pada akhirnya akan mengikuti kebijakan PPKM karena di mana-mana terjadi pembatasan kan," kata dia.
Hermawan pun berharap masyarakat tidak memaksakan mudik saat Idul Adha.
"Diimbau karena kebijakan PPKM berlaku maka jangan memaksakan diri mudik karena akan terjadi penahanan dan penyekatan pada titik tertentu oleh aparat karena masih di bawah payung kebijaka PPKM darurat," tandas Hermawan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Maksimalkan PPKM Darurat
Pakar kebijakan publik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Gitadi Tegas Supramudyo menyarankan adanya optimalisasi kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat menjelang Hari Raya Idul Adha.
“Dalam PPKM Jawa-Bali sudah terdapat aturan pembatasan yang pada dasarnya mengurangi mobilitas masyarakat, sehingga yang dibutuhkan dalam konteks Idul Adha adalah mengoptimalkan implementasi dari kebijakan dan aturan-aturan PPKM mikro,” ujarnya.
Dia juga menganjurkan adanya keterlibatan komunitas yang lebih kecil. Menurutnya, lebih efektif jika pemerintah melibatkan tingkatan yang lebih kecil ketimbang kebijakan besar yang abstrak. Misalnya melibatkan tingkatan RT/RW, kampus, kantor, dan institusi.
Gitadi mencontohkan seseorang yang hendak atau sudah mudik, komunitas kecil tersebut akan mengingatkan untuk tidak mudik atau isolasi mandiri usai mudik.
“Selain itu, untuk mengurangi mobilitas melalui penutupan jalur-jalur kecil, dibutuhkan kerja sama dari komunitas lokal,” sebutnya.
Meski telah berusaha mengurangi mobilitas masyarakat, pengajar Departemen Administrasi Publik tersebut menyarankan pemerintah untuk tetap mengantisipasi adanya masyarakat yang lolos untuk mudik saat Idul Adha.
“Berkaca pada pengalaman sebelumnya, pasti ada yang lolos karena tidak mungkin menutup semua jalan. Sehingga dibutuhkan antisipasi dalam hal ini,” paparnya.
Ia menjelaskan kemungkinan pencegahan penularan virus Corona di tempat tujuan dapat melalui adanya lokasi pemberhentian yang diawasi oleh satgas.
“Jadi, ada baiknya di tempat tujuan mudik disediakan swab antigen, PCR, atau tempat isolasi yang sekiranya relatif masih bisa dijalankan untuk mengantisipasi penyebaran virus Covid-19,” ucapnya.
"Kesadaran masyarakat dan rasa saling menjaga di komunitas-komunitas kecil menjadi salah satu faktor penentu, agar momen Idul Adha tidak menjadi momen kenaikan penyebaran virus Corona di Indonesia," ujarnya.
Sementara Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah meyakini masyarakat akan tetap mudik saat Hari Raya Idul Adha. Sebab, tak ada sanksi dan pengawasan yang efektif. Ditambah lagi, saat ini masyarakat sudah jenuh berada di rumah selama PPKM darurat.
"Mereka keluar ini memang berakibat pada penularan Covid-19 yang makin tinggi, nah ini yang harus dikendalikan, menurut saya meski pemerintah melarang tanpa ada pengawasan ketat saya rasa enggak akan efektif. Pengawasan ketat pun kayak saat lebaran kemarin jebol," kata Trubus kepada Liputan6.com.
Kemudian, kata Trubus tidak adanya sanksi yang jelas juga tidak akan efektif menekan mobilitas masyarakat. "Yang jelas itu PPKM Darurat itu enggak akan efektif untuk membendung masyarakat tidak bermobilitas," kata dia.
Advertisement
27 Exit Tol ke Jawa Tengah Ditutup
Untuk mengantisipasi masyarakat yang ingin mudik saat Idul Adha, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan Polda Jawa Tengah sepakat untuk menutup 27 pintu Exit Tol mulai 16-22 Juli 2021.
"Karena banyak juga masyarakat Jakarta yang akan berangkat ke Jawa Tengah, terutama ini juga bagian dari antisipasi untuk orang-orang yang mencoba untuk mudik atau bepergian pada masa Idul Adha," ujar Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo di Jakarta.
Meski ditutup, namun masyarakat yang berkepentingan di sektor esensial dan kritikal masih bisa melalui exit tol tersebut.
Berikut merupakan sebaran 27 Exit Tol Jawa Tengah yang akan ditutup mulai 16-22 Juli 2021 mendatang:
1. Exit Tol Pejagan Brebes
2. Exit Tol Brebes Barat
3. Exit Tol Brebes Timur
4. Exit Tol Adiwerna Tegal Slawi
5. Exit Tol Gandulan Pemalang
6. Exit Tol Pekalongan
7. Exit Tol Kandeman Batang
8. Exit Tol Weleri Kendal
9. Exit Tol Pegandon Kendal
10. Exit Tol Kaliwungu Kendal
11. Exit Tol Krapyak Kota Semarang
12. Exit Tol Bandara Adi Soemarmo
13. Exit Tol Boyolali
14. Exit Tol Kartasura
15. Exit Tol Ngamplak Surakarta
16. Exit Tol Gondangrejo
17. Exit Tol Kemiri Karanganyar
18. Exit Tol Sragen
19. Exit Tol Tingkir, Kota Salatiga
20. Exit Tol Bawen, Kabupaten Semarang
21. Exit Tol Ungaran, Kabupaten Semarang
22. Exit Tol Srondol, Kota Semarang
23. Exit Tol Jatingaleh, Kota Semarang
24. Exit Tol Gayamsari, Kota Semarang
25. Exit Tol Kaligawe, Kota Semarang
26. Exit Tol Banyumanik, Kota Semarang
27. Exit Tol Tembalang, Kota Semarang
Selain itu, Jasamarga Transjawa Tollroad Regional Division (JTTRD) juga akan melakukan pembatasan lalu lintas kendaraan di Km 31 Ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek arah Cikampek.
Kebijakan ini selaras dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali.
General Manager Representative Office 1 JTTRD, Muhammad Taufik Akbar, menjelaskan kegiatan pembatasan dan pengendalian lalu lintas kendaraan yang menggunakan jalan tol khususnya di Ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek akan diberlakukan mulai 16 Juli 2021 hingga 22 Juli 2021.
"Ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek atas diskresi dari pihak Kepolisian akan mulai dilakukan pembatasan dan pengendalian lalu lintas kendaraan pada tanggal 16 Juli 2021 hingga 22 Juli 2021. Hal ini dilakukan untuk mendukung Pemerintah dalam upaya memutus penyebaran Covid-19 di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya," jelasnya, Jumat (16/7/2021).
Taufik menjabarkan mekanisme pengendalian mobilitas yang dilakukan pada Tol Jakarta-Cikampek di Km 31 arah Cikampek. Bagi kendaraan pengangkut logistik, kendaraan yang masuk kategori sektor esensial dan kritikal termasuk kendaraan TNI/Polri, tenaga kesehatan serta emergency dapat melanjutkan perjalanan menuju arah Cikampek.
"Namun bagi kendaraan yang tidak memenuhi syarat akan dialihkan keluar Gerbang Tol (GT) Cikarang Barat 3," tegas Taufik.
Selain itu, Taufik menambahkan, ada beberapa titik lokasi pembatasan dan pengendalian lalu lintas kendaraan di akses masuk dan keluar Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang sepenuhnya diberlakukan atas diskresi dari pihak Kepolisian. Seperti di akses Gerbang Tol (GT) Bekasi Barat 1, GT Bekasi Timur 2, GT Tambun, GT Cikarang Barat 4, GT Cikarang Timur, GT Cibatu, GT Karawang Barat 1, GT Karawang Timur 1, dan GT Cikampek.
Adapun persyaratan yang wajib dipenuhi bagi pengguna jalan yang akan melintasi titik lokasi pembatasan adalah pemeriksaan protokol kesehatan seperti menggunakan masker serta kapasitas kendaraan yang hanya memuat 50 persen penumpang.
Selanjutnya memeriksa dokumen persyaratan perjalanan seperti Sertifikat Vaksin, Surat Tes Covid-19 (PCR/Antigen) dengan hasil negatif serta Surat Tugas/Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP).