Sukses

Ketua KPK Sebut Sejumlah Negara Merespon Red Notice Harun Masiku

Firli Bahuri menyebut sejumlah negara tetangga merespon red notice yang diterbitkan NCB Interpol terhadap Harun Masiku.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol Firli Bahuri menyebut sejumlah negara tetangga merespon red notice yang diterbitkan NCB Interpol terhadap Harun Masiku, buronan dalam kasus dugaan suap penetapan anggota DPR RI melalui metode pergantian antar-waktu (PAW).

"Beberapa negara tetangga sudah memberikan respons terkait upaya pencarian tersangka HM (Harun Masiku)," ujar Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (2/8/2021).

Meski demikian, Firli enggan membeberkan negara mana saja yang telah merespons tersebut. Dia hanya mengingatkan kepada pihak-pihak yang mencoba menghalangi upaya penangkapan Harun Masiku bisa dijerat pidana dalam Pasal 21 UU Tindak Pidana Pemberatasan Korupsi (Tipikor).

"Maka (menghalangi penyidikan) itu masuk kategori tindak pidana lain yang diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, pasal 21 ya, dan itu masuk tindak pidana," kata dia.

Firli menyatakan, alasan pihaknya meminta bantuan Interpol lantaran KPK tak bisa menangkap Harun Masiku sendirian. KPK membutuhkan Interpol karena dirinya menduga Harun Masiku berada di luar negeri.

"Apalagi tersangkanya patut kuat dugaan kita ada di luar negeri, dan kita meminta bantuan Interpol untuk menerbitkan red notice," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

ICW Ragu

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai red notice terhadap Harun Masiku hanya bagian dari upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meredam kritik dari masyarakat.

Pasalnya, sudah lebih dari satu tahun KPK tak bisa menangkap pria yang menjadi buronan itu.

"Jadi, red notice bagi Harun Masiku itu hanya sekadar upaya KPK untuk meredam kritik masyarakat. Namun, sayangnya hal itu tidak akan berhasil, sebab, kebobrokan KPK di bawah komando Firli Bahuri sudah sangat akut dan sulit untuk ditutupi dengan cara apa pun," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Senin (2/8/2021).