Sukses

5 Hasil Survei LSI soal Persepsi Publik Atas Pengelolaan dan Potensi Korupsi SDA

Lembaga Survei Indonesia (LSI) baru-baru ini merilis hasil temuannya terkait persepsi publik atas pengelolaan dan potensi korupsi sektor Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Survei Indonesia (LSI) baru-baru ini merilis hasil temuannya terkait persepsi publik atas pengelolaan dan potensi korupsi sektor Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia.

Survei yang diisi oleh total 1.200 responden nasional tersebut dilakukan dalam rentang waktu Maret 2018 hingga Juni 2021.

Asumsi metode digunakan adalah simple random sampling memiliki margin of error sebesar 2,88% pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan membeberkan beberapa hasil survei yang sudah dianalisa, salah satunya mengenai pengelolaan SDA di Indonesia.

Menurut survei, mayoritas responden merasa SDA di Indonesia lebih pantas dieksplorasi oleh BUMN atau koperasi warga, ketimbang perusahaan swasta atau asing.

"Dua pihak yang dinilai pantas mengelola SDA yakni BUMN dan koperasi warga," ujar Djayadi sambil menunjukkan tabel surveinya secara daring, Minggu 8 Agustus 2021.

Selain itu, mayoritas responden juga mengatakan sumber investasi asing bagi SDA harus dibatasi oleh pemerintah.

Pembatasan investasi asing itu, kata Djayadi, dimulai dari sektor tambang, seperti minyak, gas, emas, batubara, pasir, dan batu.

Berikut merupakan 5 hasil survei LSI soal persepsi publik terhadap pengelolaan dan potensi korupsi sektor SDA dirangkum Liputan6.com:

 

2 dari 6 halaman

Mayoritas Publik Setuju Pemerintah Sedang Lakukan Terbaik Seimbangkan Ekonomi-Lingkungan

Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei terkait persepsi publik atas pengelolaan dan potensi korupsi sektor Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia.

Menurut survei, mayoritas responden masih percaya dengan pemerintah dalam menjaga dan mengelola SDA Indonesia dengan baik.

"Sebanyak 7 persen responden sangat setuju dan 69 persen menyatakan setuju, pemerintah sedang melakukan yang terbaik untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan masalah lingkungan," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan saat memaparkan hasil surveinya melalui daring, Minggu 8 Agustus 2021.

Hasil survei juga menunjukkan bahwa 68 persen responden setuju dengan pernyataan pemerintah dapat dipercaya untuk menjaga lingkungan Indonesia.

"Responden juga memberikan sentimen positif, dengan 8 persen menyatakan sangat setuju dan 63 persen menyatakan setuju bahwa pemerintah memberi perhatian lebih kepada pertumbuhan ekonomi dan lingkungan. Hanya 18 persen yang menyatakan tidak setuju dan 2 persen yang menyatakan sangat tidak setuju," terang Djayadi.

 

3 dari 6 halaman

BUMN dan Koperasi Warga Dinilai Paling Pantas Mengelola SDA

Menurut survei, mayoritas responden merasa SDA di Indonesia lebih pantas dieksplorasi oleh BUMN atau koperasi warga, ketimbang perusahaan swasta atau asing.

"Dua pihak yang dinilai pantas mengelola SDA yakni BUMN dan koperasi warga," kata Djayadi.

Dia mengatakan, pada sektor SDA tambang mulai dari emas, tembaga, batubara, minyak, pasir dan batu, 44 persen responden menyatakan BUMN adalah perusahaan paling pantas untuk mengelolanya. Diikuti 21 persen yakni Koperasi Warga.

"Hanya 11 persen responden menilai perusahaan swasta dan 1 persen responden menilai perusahaan asing yang menyatakan keduanya pantas mengelola SDA di Indonesia," beber Djayadi.

Hasil survei hampir nyaris senada juga berlaku untuk sektor SDA lainnya seperti penangkapan dan ekspor margasatwa, pemrosesan dan impor sampah, juga penangkapan ikan dan sumber daya laut.

Bahkan, kata Djayadi, di level perkebunan mulai dari sawit juga karet, responden menilai BUMN dan koperasi adalah pihak yang lebih pantas ketimbang swasta dan asing.

"Sebanyak 34 persen responden menilai Koperasi Warga adalah pihak yang pantas mengelola SDA sektor perkebunan, sedangkan BUMN 31 persen untuk sektor yang sama. Hanya 14 persen untuk perusahaan swasta dan 1 persen untuk perusahaan asing yang menyatakan mereka pantas mengelola SDA sektor perkebunan Indonesia," ucap dia.

 

4 dari 6 halaman

Mayoritas Publik Setuju Pembatasan Investasi Asing di Sektor SDA

Kemudian, Djayadi menyebut, berdasarkan hasil survei, mayoritas responden mengatakan sumber investasi asing bagi SDA harus dibatasi oleh pemerintah.

Pembatasan investasi asing, kata dia, dimulai dari sektor tambang, seperti minyak, gas, emas, batubara, pasir, dan batu.

Kemudian juga pada sektor penangkapan ikan dan sumber laut, perkebunan, ekspor margasatwa, perdagangan dan impor sampah.

"Mayoritas publik cenderung setuju pembatasan investasi asing di sektor SDA. Paling banyak yang sangat setuju pembatasan untuk pertambangan dan penangkapan ikan juga sumber laut," ujar Djayadi.

Pada sektor tambang, lanjut dia, 58 persen responden menyatakan setuju investasi asing untuk dibatasi.

"Begitu pula di sektor penangkapan ikan dan sumber laut, 59 persen responden menilai hal itu harus dibatasi," kata Djayadi.

Pada perkebunan dan ekspor margasatwa, 58 persen responden juga setuju untuk membatasi investasi asing.

Kemudian, lanjut dia, pada perdagangan dan impor sampah, responden yang setuju dengan pembatasan investasi asing sebanyak 54 persen.

"Responden yang tidak setuju investasi asing dibatasi jumlahnya tidak ada yang melebihi 13 persen, seperti pertambangan yang hanya 9 persen dan penangkapan ikan hanya 10 persen yang menyatakan tidak setuju pembayasan investasi asing untuk SDA di Indonesia," ungkap Djayadi.

 

5 dari 6 halaman

Alasan Mengapa Investasi Asing Perlu Dibatasi Pemerintah

Dalam survei yang sama, Djayadi kemudian membuat sejumlah pertanyaan kepada responden terkait mengapa pembatasan investasi asing harus dilakukan oleh pemerintah.

"Hasilnya, responden menilai asing akan bekerja untuk kepentingan sendiri dan tidak untuk rakyat Indonesia sebanyak 30 persen," papar dia.

Selain itu, 27 persen responden menyatakan bahwa Indonesia akan lebih mandiri jika mengelola SDA sendiri.

"Sebanyak 26 persen responden juga menilai, Indonesia akan mendapat lebih banyak keuntungan jika membatasi investasi asing," terang Djayadi.

 

6 dari 6 halaman

Sebut Kaltim, Provinsi dengan Persepsi Penyebaran Korupsi Tertinggi Bidang SDA

Djayadi mengatakan, terdapat beberapa wilayah dengan persepsi penyebaran korupsi di Indonesia pada sektor SDA di beberapa bidang.

"Menurut bapak/ibu, seberapa luas korupsi terjadi di bidang berikut? seperti impor atau perdagangan sampah, pertambangan yang dikelola penambang berskala kecil, pertambangan dikelola BUMN/BUMD, pertambangan dikelola perusahaan asing dan penangkapan ekspor margasatwa," tanya Djayadi.

Hasilnya, pada sektor impor atau perdagangan sampah, sebanyak 55 persen responden menilai persepsi wilayah korupsi yang paling tinggi adalah Kalimantan Timur.

"Kemudian pada sektor yang sama, 37 persen responden mengatakan Sumatera Selatan dan masing-masing 29 persen responden menilai Jawa Tengah dan Sulawesi Utara. Sementara 36 persen responden menilai korupsi terjadi di sektor tersebut pada level nasional," papar Djayadi.

Pada sektor selanjutnya, pertambangan oleh penambang berskala kecil, Kalimantan Timur kembali menjadi pilihan terbanyak responden suvei yakni 67 persen.

Urutan kedua, adalah Sumatera Selatan dengan 40 persen, ketiga adalah level nasional dengan 36 persen, keempat adalah Sulawesi Utara dengan 33 persen dan keempat adalah Jawa Tengah dengan 27 persen.

Sektor berikutnya, seperti pertambangan yang dikelola BUMD/BUMN, pertambangan dikelola asing dan penangkapan dan ekspor hewan, Kalimantan Timur juga yang menjadi wilayah tertinggi persepsi penyebaran korupsinya. Masing-masing persentasenya adalah, 67 persen, 73 persen, 61 persen dan 66 persen.

"Secara umum persepsi penyebaran korupsi di sektor-sektor tersebut lebih luas/sangat luas terjadi di Kalimantan Timur, dibanding Sumsel, Jateng, dan Sulut," jelas Djayadi.

 

(Deni Koesnaedi)