Sukses

Survei Charta Politika: Pemberantasan Korupsi di Pemerintahan Jokowi Jilid II Buruk

Dalam survei Cahrta Politika, responden yang menganggap buruk usaha pemberantasan korupsi di era pemerintahan Jokowi-Ma'ruf berada di angka 53,0 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Survei Charta Politika kembali merilis hasil surveinya yang dilakukan pada 12-20 Juli lalu. Dalam temuan survei terbaru, mayoritas responden menganggap usaha pemberantasan korupsi di era pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi Jilid II, buruk.

"Penilaian pemberantasan korupsi ini juga relatif lebih besar karena ternyata bahkan angka yang menyatakan buruk dan sangat buruk itu di atas dari angka yang menyatakan baik atau sangat baik," ujar Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya dalam rilis hasil surveinya yang digelar secara daring pada Kamis, 12 Agustus 2021.

Menurut temuan survei tersebut, responden yang menganggap buruk usaha pemberantasan korupsi di era pemerintahan Jokowi-Ma'ruf berada di angka 53,0 persen. Angka ini lebih tinggi daripada responden yang menilai baik, yakni sebanyak 44,0 persen.

Sementara sisanya adalah mereka yang memilih untuk tidak menjawab sebanyak 3,0 persen.

PR di Sektor Penegakan Hukum

Lebih lanjut, Yunarto Wijaya mengungkapkan, ada pekerjaan rumah atau PR besar bagi pemerintah untuk memperbaiki sektor penegakan hukum di Indonesia.

Pasalnya, menurut Yunarto, temuan pihaknya soal pandangan publik terhadap penegakan hukum pada masa pemerintahan Jokowi jilid II masih di bawah 50 persen yang menyebut baik. Angka tepatnya adalah 49,5 persen.

Angka tersebut masih jauh di bawah angka kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah yang mencapai 62,4 persen.

"Artinya apa? Ada PR besar di bidang hukum karena penilaian baiknya sektor penegakan hukum ternyata ada di bawah tingkat kepuasan secara menyeluruh," ujar Yunarto.

Kendati begitu, menurut temuan hasil survei dari Charta Politika angka tersebut masih lebih baik ketimbang responden yang merasa sektor penegakan hukum di Indonesia buruk, yakni berada di persentase 47,3 persen. Sementara mereka yang memilih tidak menjawab berada di angka 3,3 persen.

"Tren data penilaian penegakan hukum sebetulnya tidak terlalu turun, walaupun trennya sedikit turun ya kalau dilihat dari Februari 2020," katanya.

Yunarto menyoroti tingginya loncatan responden yang menganggap penegakan hukum di Indonesia saat ini buruk. Dari semula stabil di angka 33 persen dalam beberapa survei sebelumnya, sampai 29,9 persen pada Maret 2021.

"Tapi kemudian di survei kemarin 47,3 persen dari responden itu menyatakan (penegakan hukum di Indonesia) buruk. Artinya tendensi untuk berani menyatakan ini buruk cukup besar, tadinya orang terbendung pada level tidak tahu (tidak menjawab). Ini adalah PR yang sangat besar, bahkan jika dibandingkan dengan sektor ekonomi," tutur Yunarto.

2 dari 3 halaman

Metode Survei Charta Politika

Survei ini dilakukan pada 12-20 Juli 2021 dengan melibatkan 1.200 responden dari berbagai daerah di Indonesia menggunakan metode wawancara tatap muka.

Kriteria responden ialah mereka yang telah berusia di atas 17 tahun.

Sementara itu sampling yang dipilih sepenuhnya secara acak (probability sampling) dengan menggunakan metode penarikan sampel acak bertingkat (multistage random sampling), dengan memperhatikan urban/rural dan proporsi antara jumlah sampel dengan jumlah pemilih di setiap Provinsi.

Chatra Politika menetapkan margin of error sebesar 2,83 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Dan menetapkan quality control di angka 20 persen untuk menguji validitas data survei.

3 dari 3 halaman

Infografis Korupsi Kepala Daerah Terus Berulang