Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol Firli Bahuri disebut sebagai sosok yang banyak mengubah peraturan di lembaga antirasuah. Sejak memimpin KPK Desember 2019 lalu, Firli mengubah beberapa aturan yang sudah dibuat oleh pemimpin sebelumnya.
Firli mengubah sistem pengumuman tersangka. Firli juga membuat juru bicara di KPK menjadi dua bidang, yakni bidang penindakan dan pencegahan. Teranyar, Firli mengubah aturan perjalanan dinas di KPK.
Baca Juga
Menanggapi hal tersebut, Firli mengatakan bahwa perubahan merupakan hal yang wajar.
Advertisement
"Perubahan tentu bisa terjadi karena keniscayaan suatu era, selama yang dilakukan sesuai dengan Perencanaan Strategis KPK dalam Trisula pemberantasan korupsi, pendidikan masyarakat supaya tidak mau korupsi, pencegahan supaya tidak ada kesempatan dan peluang untuk korupsi, penindakan supaya takut korupsi," ujar Firli kepada Liputan6.com, Minggu (15/8/2021).
Firli menyebut, perubahan di KPK era kepemimpinannya tak akan mengubah tujuan berdirinya KPK, yakni memberantas tindak pidana korupsi. Firli menegaskan KPK sebagai lembaga negara bekerja dengan panduan dan peraturan sesuai undang-undang.
Terkait dengan posisi juru bicara yang dipecah menjadi dua, Firli menyebut agar kinerja KPK dalam memberikan informasi kepada masyarakat bisa lebih maksimal.
"KPK berharap jubir bisa maksimal menerangkan setiap pesan kepada publik tentang aktifitas lembaga," kata Firli.
Firli menyebut, perubahan dalam suatu lembaga pasti kerap dikaitkan dengan para pimpinan lembaga tersebut. Menurut Firli, hal itu menjadi risiko dirinya yang diberikan tanggung jawab menakhodai lembaga antirasuah.
"Tapi yang jelas, selain berjalannya seluruh pimpinan secara kolektif kolegial, tidak juga kita mau atau boleh melawan hukum. Selama kembali pada peraturan dan ketentuan UU, itu saja kuncinya, maka tidak perlu khawatir," kata Firli.
Soal Perubahan Perjalanan Dinas KPK
Terkait dengan perubahan perjalanan dinas di KPK, Firli meminta masyarakat memahami utuh aturan tersebut agar tak membuat opini yang keliru. Menurut Firli, secara substansi tak ada yang berubah dalam aturan perjalanan dinas KPK.
Menurut Filri, ketentuan tersebut sebelumnya telah diatur dalam Perkom Nomor 07 tahun 2012 Pasal 3 huruf dalam hal komponen biaya perjalanan dinas dibayarkan oleh pihak/instansi lain maka terhadap komponen biaya yang telah ditanggung tersebut tidak dibebankan lagi pada anggaran Komisi.
"Dari Perkom tahun 2012 tersebut maka sangat dimungkinkan perjalanan dinas KPK dibayarkan oleh pihak/instansi lain dan hal tersebut merupakan praktik yang sebelumnya juga dilakukan oleh KPK periode-periode yang lalu, dan itu diperbolehkan sepanjang tidak ada double anggaran," kata Firli.
Disamping itu, kata Firli, dalam audit kinerja keuangan oleh BPK sebelumnya menyebutkan bahwa BPK menemukan adanya ketidakpatuhan dan ketidakpatutan dalam pengajuan keputusan terhadap peraturan perundang-undangan pada KPK. Dimana mekanisme Pertanggungjawaban Perjalanan Dinas tahun 2018 pada KPK belum mengacu PMK 113 Tahun 2012 sehingga mengakibatkan pelaksanaan pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas tidak efisien.
"Dengan demikian, kami tegaskan kembali, tidak ada perubahan secara mendasar dalam hal ketentuan perjalanan dinas KPK, namun saat ini justru diperkuat dengan aturan yang jelas sehingga diharapkan perjalanan dinas lebih efisien dan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku," kata Firli.
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengubah Peraturan KPK (Perkom) Nomor 6 Tahun 2020 menjadi Perkom 6 Tahun 2021 tetang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK.
Dalam Perkom 6 Tahun 2021, pimpinan KPK menyisipkan dua pasal baru, yakni Pasal 2A dan Pasal 2B.
Pasal 2A yang baru disisipkan berbunyi;
(1) Pelaksanaan perjalanan dinas di lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengikuti rapat, seminar dan, sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara.
(2) Dalam hal panitia penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menanggung biayanya maka biaya perjalanan dinas tersebut dibebankan kepada anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi dan dengan memperhatikan tidak adanya pembiayaan ganda.
Pasal 2B
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menugaskan pihak lain untuk melakukan perjalanan dinas dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi.
(2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi orang selain Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), dan pejabat lainnya yang melakukan perjalanan dinas.
(3) Penggolongan pihak lain sebagaimana dimaksud ayat (2) ditentukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen dengan mempertimbangkan tingkat pendidikan/kepatutan/tugas yang bersangkutan.
(4) Penggolongan pihak lain sebagaimana dimaksud ayat (3) disesuaikan dengan penyetaraan tingkat perjalanan dinas sebagaimana tercantum Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pimpinan ini.
Advertisement