Sukses

Layangkan Somasi Ketiga, Otto Hasibuan: Moeldoko Beri ICW Kesempatan Minta Maaf

Otto Hasibuan mengingatkan, jika isi dari somasi tidak juga diindahkan ICW, maka dia bersama Moeldoko maka akan menempuh jalur hukum.

Liputan6.com, Jakarta - Pengacara Otto Hasibuan melayangkan somasi ketiga kepada Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait tudingan perburuan rente ivermectin dan ekspor beras yang dilakukan kliennya Moeldoko. Ini adalah kali ketiga Otto melayangkan somasi kepada ICW yang berisi pencabutan tudingannya dan permintaan maaf terbuka.

"Kita layangkan somasi ketiga, dengan waktu 5 X 24 jam atau lima hari kepada ICW. Somasi ini karena Pak Moeldoko masih memberikan kesempatan kepada pihak bersalah untuk meminta maaf dan memperbaikinya," kata Otto saat jumpa pers daring, Jumat (20/8/2021).

Otto menegaskan, somasi ketiga adalah somasi terakhir yang dilayangkan terhadap ICW. Jka isi dari somasi tidak juga diindahkan, maka dia bersama kliennya maka akan menempuh jalur hukum.

"Kita jadikan hukum panglima tertinggi. Kalau lima hari lagi tidak cabut pernyataan dan tak minta maaf, kami dan Pak Moeldoko kami akan lapor ke pihak berwajib, nanti mudah-mudahan Pak Moeldoko sendiri yang akan menyatakan menegaskan laporan itu di kepolisian," jelas Otto.

Melalui surat balasan ICW atas somasi yang dilayangkan sebelumnya, Otto berkeyakinan, ICW telah melakukan pencemaran nama baik dan fitnah terhadap Moeldoko. ICW juga sudah mengakui kalau ada misinformasi dalam penelitian yang dilakukan.

"Jadi setelah kami somasi, (ICW menyatakan) Oh ini bukan fitnah ini misinformasi. Kalau dia sudah menyadari salah, mis-info lantas melontarkan di media massa sepatutnya dia meralat mencabut berita itu secara tegas karena pernyataan semula sudah merugikan nama baik dan terlanjur tercemar sehingga tak bisa bilang enteng mis-info lantas urusan selesai, tidak bisa," tandas Otto.

2 dari 3 halaman

ICW Sebut Sudah Jawab Somasi Moeldoko pada 3 Agustus 2021

Sementara itu, Kuasa Hukum ICW, M Isnur, menilai pernyataan sang klien merupakan bentuk dari fungsinya sebagai pengawas roda pemerintahan.

Menurut dia, pemantauan terhadap kinerja pejabat publik dalam bingkai penelitian, merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang dijamin dalam konstitusi, peraturan perundang-undangan dan banyak kesepakatan internasional.

"Jadi, bagi ICW, pendapat kuasa hukum Moeldoko jelas keliru dan menunjukkan ketidakpahaman terhadap nilai-nilai demokrasi," tutur Isnur dalam keterangannya, Sabtu (7/8/2021).

Dia mengatakan, kajian seperti yang dilakukan ICW bukan lah yang pertama. Namun, bagi kliennya, penelitian khususnya korupsi politik telah menjadi mandat berdirinya lembaga tersebut.

Isnur menerangkan, salah satu metode yang sering digunakan adalah pemetaan relasi politik antara pejabat publik dengan pebisnis. Atas dasar pemetaan itu, nantinya ditemukan konflik kepentingan yang biasanya berujung pada praktik korupsi. Itulah kenapa, setiap ICW mengeluarkan kajian desakannya juga menyasar kepada pejabat publik agar melakukan klarifikasi.

Kajian polemik Ivermectin yang dirisaukan Moeldoko bukan produk satu-satunya ICW selama masa pandemi Covid-19.

Sebelumnya, ICW telah menghasilkan sejumlah kajian, antara lain Policy Brief Akuntabilitas Penanganan Pandemi Covid-19, Potensi Kuat Konflik Kepentingan dalam Kondisi Covid-19, Transparansi dan Akuntabilitas Pengadaan Barang dan Jasa saat Covid-19.

Kemudian Potensi Korupsi Alat Kesehatan di Kondisi Pandemi, Hasil Survei Distribusi Bantuan Sosial di Tengah Pandemi Covid-19 kepada Penyandang Disabilitas di DKI Jakarta, Percepatan Penyaluran Insentif dan Santunan Tenaga Kesehatan dalam Penanganan Covid-19, Menakar Akuntabilitas Kebijakan PEN untuk BUMN, dan Catatan Kritis Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional untuk BUMN.

Selanjutnya Urgensi Peningkatan Bantuan Sosial Khususnya untuk Perempuan Rentan di Tengah Pandemi Covid-19, juga Tata Kelola Distribusi Alat Kesehatan dalam Kondisi Covid-19.

"Poin ini sekaligus membantah tudingan sejumlah pihak yang menyebutkan adanya motif politik di balik kajian polemik Ivermectin," kata Isnur.

Menurut Isnur, setidaknya ada dua poin yang dipermasalahkan oleh Moeldoko dalam kajian ICW, yakni tudingan pemburuan rente dan ekpor beras antara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa.

Terkait poin tersebut, ICW menyatakan telah membalas somasi Moeldoko pada Selasa, 3 Agustus 2021.

Oleh karena itu, dia heran ketika kuasa hukum Moeldoko menyatakan belum menerima surat balasan dari ICW.

"Dalam surat balasan itu, telah ditegaskan beberapa hal. Pertama, ICW menemukan sejumlah indikasi keterlibatan Moeldoko dalam distribusi obat Ivermectin yang berpotensi terjadinya konflik kepentingan. Hal ini didasarkan atas relasi bisnis antara anak Moeldoko dengan Sofia Koswara (Wakil Presiden PT Harsen Laboratories, produsen Ivermectin) dalam PT Noorpay Nusantara Perkasa," kata Isnur.

3 dari 3 halaman

Sebut Ada Misinformasi

"Tidak hanya itu, beberapa pemberitaan juga menyebutkan bahwa Moeldoko sempat meminta kepada Sofia agar izin edar Ivermectin segera diproses. Padahal, pada waktu yang sama, uji klinis atas obat ivermectin belum diselesaikan," sambungnya.

Isnur melanjutkan, temuan ICW juga merujuk pada informasi yang menyebutkan adanya distribusi Ivermectin oleh HKTI, bekerja sama dengan PT Harsen Laboratories kepada sejumlah masyarakat di Jawa Tengah. Tidak lama berselang, BPOM menegur PT Harsen Laboratories karena telah menyalahi aturan produksi dan peredaran obat.

Tindakan itu pun dilanjutkan dengan permintaan maaf dari produsen Ivermectin tersebut. Oleh karena itu, kata dia, wajar jika masyarakat mendesak adanya klarifikasi dari Moeldoko atas tindakannya terkait obat Ivermectin.

Sementara soal ekspor beras antara HKTI dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa, ICW juga telah menjelaskannya dalam surat balasan somasi. ICW mengakui adanya misinformasi. Pada siaran pers di website ICW, disebutkan bahwa HKTI bekerja sama dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti pelatihan tentang Nature Farming dan Teknologi Effective Microorganism.

"Tidak tepat juga jika misinformasi itu langsung dikatakan sebagai pencemaran nama baik atau fitnah. Sebab, mens rea bukan mengarah pada tindakan sebagaimana dituduhkan Moeldoko dan itu dapat dibuktikan dengan siaran pers yang telah ICW unggah di website ICW," Isnur menandaskan.

  • Pengacara yang terkenal dengan kasus "Kopi Sianida" yang menewaskan Wayan Mirna Salihin. Ia membela tersangka Jessic Kumala Wongso.
    Pengacara yang terkenal dengan kasus "Kopi Sianida" yang menewaskan Wayan Mirna Salihin. Ia membela tersangka Jessic Kumala Wongso.

    Otto Hasibuan

  • Moeldoko adalah purnawirawan Jenderal TNI yang saat ini menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan Indonesia.
    Moeldoko adalah purnawirawan Jenderal TNI yang saat ini menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan Indonesia.

    Moeldoko

  • ICW