Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan tidak akan mencampuri laporan pegawai nonaktif ke Dewan Pengawas KPK terhadap Wakil Ketua Alexander Marwata. Hal tersebut terkait pernyataan saat polemik hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
"Ada atau tidaknya pelanggaran etik dalam peristiwa yang dilaporkan, kami serahkan penuh kepada Dewas untuk menindaklanjutinya," tutur Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (23/8/2021).
Baca Juga
Dia mengatakan, pihaknya sangat menghormati dan meyakini profesionalitas, juga independensi Dewas KPK dalam menangani setiap laporan dugaan pelanggaran yang masuk.
Advertisement
"KPK tidak akan dan tidak bisa mencampuri apalagi mengintervensi prosesnya," kata Ali.
Sebelumnya, sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan, termasuk di antaranya mantan penyidik senior Novel Baswedan melaporkan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, ke Dewas, karena diduga telah melanggar kode etik. Pelanggaran itu berupa pencemaran nama baik.
Ada juga Harun Al Rasyid, Yudi Purnomo, Sujanarko, Aulia Postiera, Rizka Anungnata, dan Rasamala Aritonang sebagai perwakilan pegawai KPK yang turut membuat laporan itu.
"Perbuatan Pimpinan KPK AM (Alexander Mawarta) yang diduga sebagai pelanggaran terhadap kode etik dan pedoman perilaku adalah AM melakukan konferensi pers yang bermuatan pencemaran nama baik," kata Rasamala dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (22/8/2021).
Â
Terkait Pernyataan Alex
Adapun laporan yang terkait pelanggaran etik itu, meliputi soal pernyataan Alex yang menyebut jika pegawai KPK dapat nilai 'merah' sudah tidak dimungkinkan untuk dilakukan pembinaan. Atas hal itu Alex diduga telah melanggar kode etik dan pedoman insan KPK.
"Warnanya sudah merah dan tidak bisa dilakukan pembinaan, yang disematkan kepada 51 orang pegawai KPK yang dianggap tidak memenuhi syarat menjadi ASN, telah merugikan," ujar Rasamala.
Menurut dia, pernyataan tersebut telah melanggar ketentuan Nilai Dasar Keadilan, Pasal 6 Ayat 2 huruf (d) yang berbunyi, "Setiap insan komisi dilarang bertindak sewenang-wenang atau melakukan perundungan dan/atau pelecehan terhadap Indan Komisi atau pihak lain baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja."
Lalu, Pasal 6 ayat (1) huruf a, "Wajib mengakui persamaan derajat dan menghormati hak serta kewajiban terhadap setiap Insan Komisi. Pasal 8 ayat (2), "Dilarang bertindak sewenang-wenang atau tidak adil atau bersikap diskriminatif terhadap bawahan atau sesama Insan Komisi."
Kemudian terakhir, Pasal 4 ayat (1) huruf c, wajib menjaga citra, harkat, dan martabat Komisi di berbagai forum, baik formal maupun informal di dalam maupun di luar negeri.
"Semua pegawai yang 51 orang dengan mudah teridentifikasi dengan tidak diangkatnya 75 yang dianggap tidak memenuhi syarat oleh BKN dan 24 nama pegawai yang dianjurkan untuk mengikuti pelatihan," tutur Rasamala soal laporannya, Novel Baswedan dan kawan-kawan.
 Rasamala menyampaikan, para pegawai KPK juga telah mengirimkan laporan ke dewas untuk permohonan pengawasan atas pelaksanaan tindakan korektif Ombudsman RI dan rekomendasi Komnas HAM.
"Dalam pelaksanaan asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN, kami menduga telah terjadi maladministrasi dan pelanggaran hak asasi manusia," katanya.
"Dan untuk itu kami melaporkan dugaan maladministrasi tersebut kepada Ombudsman RI sesuai ketentuan dalam UU Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI dan melaporkan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KomnasHAM) sesuai ketentuan UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia," lanjut Rasamala.
Permohonan itu dilayangkan agar Dewas KPK bisa turut mengawal proses hasil temuan dari Ombudsmam dan Rekomendasi oleh Komnas HAM. Guna menghindari kerugian dan tindakan sewenang-wenang yang dialami para pegawai KPK.
"Perlu kami sampaikan agar KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya selalu berjalan berdasarkan asas asas pelaksanaan tugas dan wewenang yang telah ditentukan oleh UU sebagaimana disebut dalam Pasal 5 UU Nomor 19 Tahun 2019 untuk memastikan tegaknya hukum dan kepercayaan publik atas lembaga KPK," jelasnya.
Advertisement