Sukses

ICW Minta Dewas KPK Laporkan Lili Pintauli ke Polisi

Pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan KPK itu sudah masuk ke ranah pidana.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Dewan Pengawas KPK melaporkan Lili Pintauli Siregar ke polisi. Sebab pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan KPK itu sudah masuk ke ranah pidana. 

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan hal tersebut telah diatur dalam Pasal 65 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Dimana para pimpinan KPK dilarang berhubungan dengan pihak berperkara dengan alasan apapun.

"Secara jelas menyebutkan adanya ancaman pidana penjara hingga lima tahun bagi komisioner yang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan pihak berperkara di KPK," kata Kurnia dalam keterangan persnya, Selasa (31/8/2021).

Pelanggaran kode etik semacam ini, kata Kurnia, sudah pernah terjadi saat KPK dipimpin oleh Antasari Azhar. Pada 2009 lalu, komisioner KPK Bibit Samad Riyanto melaporkan Antasari Azhar karena bertemu dengan pihak berperkara, yakni Anggoro Widjaja.

"Sudah pernah melakukan hal tersebut (laporan pidana) tatkala melaporkan Antasari Azhar karena diduga bertemu dengan Anggoro Widjaja, Direktur PT Masaro Radiokom di Singapura," jelasnya.

Selain desakan tersebut, Kurnia juga meminta kepada Kedeputian Penindakan KPK harus mendalami potensi suap di balik komunikasi Lili Pintauli Siregar dengan Mantan Walikota Tanjung Balai, sebagaimana objek pelanggaran etik yang telah diputus Dewas.

"Penelusuran ini penting untuk dilakukan oleh KPK. Sebab, pembicaraan antara Lili dan Syahrial dalam konteks perkara yang sedang ditangani oleh lembaga antirasuah itu. Jika kemudian terbukti adanya tindak pidana suap, maka Lili Pintauli Siregar dapat disangka dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dengan ancaman penjara seumur hidup," jelasnya.

 

2 dari 2 halaman

Sanksi Sangat Ringan

Kurnia mengatakan, sanksi yang diberikan Dewas kepada Lili Pintauli sangat ringan, yaitu berupa pemotongan gaji pokok 40 persen selama 12 bulan.

"Putusan Dewan Pengawas ini terbilang ringan karena tidak sebanding dengan tindakan yang telah dilakukan oleh Lili. Bisa dibayangkan, Lili secara sadar memanfaatkan jabatannya selaku komisioner untuk mengurus kepentingan keluarga yang sebenarnya tidak ada kaitan dengan tugas dan kewenangan KPK," jelasnya.

Padahal, Kurnia mengatakan bahwa apa yang dilakukan Lili, dengan turut membantu perkara mantan Walikota Tanjung Balai, Syahrial. Melalui cara menjalin komunikasi dan memberikan kontak seorang advokat di Medan sudah bisa disebut sebagai perbuatan koruptif.

"Perbuatan Lili Pintauli dapat disebut sebagai perbuatan koruptif, sehingga Dewan Pengawas seharusnya tidak hanya mengurangi gaji pokok Lili, tetapi juga meminta yang bersangkutan untuk segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Komisioner KPK," tegasnya.