Sukses

Sederet Tanggapan Terkait Dibubarkannya BSNP oleh Mendikbudristek Nadiem

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah resmi membubarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah resmi membubarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Keputusan pembubaran BSNP itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud) Nomor 28 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemendikbudristek yang ditekan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim pada 23 Agustus 2021.

Dengan dibubarkannya BSNP, beragam tanggapan pro kontra pun bermunculan. Salah datunya keputusan pembubaran BSNP pun dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Hal tersebut disampaikan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra. Dia mengatakan, keputusan yang diambil Nadiem Makarim mencerminkan upaya resentralisasi dan birokratisasi pendidikan nasional.

"Dengan keterbatasan kapasitas pemerintah untuk benar-bemar memajukan pendidikan nasional, pembubaran BSNP adalah blunder dan setback bagi pendidikan bangsa," ujar Azyumardi dalam keterangan tertulisnya, Selasa 31 Agustus 2021.

DPR pun berencana memanggil Mendikbudristek Nadiem Makarim. Kabar pemanggilan itu disampaikan Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda.

"Kita agendakan Mas," kata Huda kepada Liputan6.com, Rabu (1/9/2021).

Berikut sederet tanggapan pro dan kontra pembubaran BSNP oleh Kemendikbudristek dihimpun Liputan6.com:

 

2 dari 6 halaman

Pengamat

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nadiem Makarim resmi membubarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) lewat Permendikbud Nomor 38 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemendikbudristek yang ditekan pada 23 Agustus 2021.

Sebagai gantinya, Nadiem membentuk Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen yang diintegrasikan ke dalam unit kerja Kemendikbudristek. Dan bertanggung jawab kepada Mendikbudristek.

Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji mengatakan, Permendikbud Nomor 28 tersebut melancangi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

"Permendikbud bisa mengalahkan undang-undang. Bagaimana kondisi bernegara kita ini?" katanya saat dihubungi Liputan6.com, Selasa 31 Agustus 2021.

Mengacu pada UU Sisdiknas, ditegaskan bahwa badan standarisasi pendidikan harus bersifat mandiri.

"Badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan bersifat mandiri pada tingkat nasional dan provinsi," bunyi Pasal 35 Ayat 3 UU Sisdiknas.

Menurut Indra, pada UU tersebut secara tegas mengamanatkan dibentuknya badan standarisasi pendidikan yang tak bersubkoordinat dengan kementerian mana pun.

"UU Sisdiknas mengamanatkan adanya sebuah badan (tentunya di luar pemerintah) untuk mengawasi sistem pendidikan tapi malah dihapus dengan sebuah peraturan menteri," katanya.

Indra menyesalkan hal tersebut, menurutnya hal itu menunjukan secara jelas pemerintah tak menaati peraturan.

"Bagaimana kita akan menjadi bangsa yang beradab kalau kita tidak tertib sesuai peraturan?" pungkasnya.

 

3 dari 6 halaman

Guru Besar

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) resmi membubarkan BSNP.

Keputusan ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Untuk diketahui, pembubaran ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud) Nomor 28 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemendikbudristek yang ditekan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim pada 23 Agustus 2021.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra mengatakan, keputusan yang diambil Nadiem Makarim mencerminkan upaya resentralisasi dan birokratisasi pendidikan nasional.

"Dengan keterbatasan kapasitas pemerintah untuk benar-bemar memajukan pendidikan nasional, pembubaran BSNP adalah blunder dan setback bagi pendidikan bangsa,” katanya dalam keterangan tertulisnya.

 

4 dari 6 halaman

Eks Anggota BSNP

Mantan anggota BSNP Doni Koesoema mengatakan, keberadaan bekas lembaganya yang digantikan dengan Dewan Pakar Standar Nasional Pendidikan adalah hal yang berbeda.

Hal ini seiring ajakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang meminta bekas BSNP diminta bergabung ke Dewan Pakar Standar Nasional Pendidikan.

"Dewan pakar fungsinya beda dengan badan standardisasi," kata Doni kepada Liputan6.com, Rabu (1/9/2021).

Menurut dia, ini tak menjawab sesuai UU Sisdiknas. Diketahui, dalam Pasal 35 Ayat 3 UU Sisdiknas disebutkan, badan standarisasi harus mandiri.

"Jadi tidak menjawab amanah pasal 35 UU Sisdiknas sebagai lembaga mandiri," jelas Doni.

 

5 dari 6 halaman

Demokrat

Politikus Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan, Mendikbudristek Nadiem Makarim membuat gaduh lantaran membubarkan BSNP.

"Terlepas dari polemik apakah kebijakan ini melanggar UU Sistem Pendidikan Nasional atau tidak, pertanyaannya adalah apakah saat ini waktu yang tepat untuk pembubaran BNSP? Mengingat revisi UU Sistem Pendidikan Nasional telah diajukan dan tengah berproses. Kenapa tidak menunggu hasil revisi UU agar tak terjadi kegaduhan yang tak perlu," kata dia, Rabu (1/9/2021).

Menurut Kamhar, kebijakan pembubaran BNSP terkesan diambil secara terburu-buru tanpa melibatkan stakeholder pendidikan. Sebabnya, menuai resistensi dan polemik.

Dia menyebut, BNSP adalah lembaga independen yang menjadi counterpart Kemendikbud dalam hal kurikulum yang kemudian diganti dengan lembaga baru yang strukturnya berada di bawah Kemendikbud.

"Kebijakan ini justru membuat publik membacanya bahwa Nadiem memiliki kendala koordinasi dan kurang nyaman dengan mekanisme dialektik, gandrungnya dengan cara-cara satu arah dan top down. Ini pola-pola lama yang sudah usang dan ditinggalkan," ungkap Kamhar.

Selain itu, lanjut dia, sebagai konsekuensi perubahan kelembagaan yang strukturnya berada di bawah Kemendikbudristek tentu berimbas pada bertambahnya kebutuhan anggaran.

"Semakin besar beban anggaran yang mesti ditanggung dikala situasi keuangan negara sedang sulit dan utang yang semakin membengkak hingga lebih dari 6500 triliun rupiah," kata dia.

 

6 dari 6 halaman

DPR RI

Kementerian Pendidikan Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) resmi membubarkan BSNP.

Terkait keputusan itu, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan pihaknya akan memanggil Mendikbudristek Nadiem Makarim.

Sebelumnya, langkah Kemendikbud itu dinilai alasannya karena keputusan itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

"Kita agendakan Mas," kata Huda kepada Liputan6.com, Rabu (1/9/2021).

Pihaknya saat ini tengah mencari waktu yang sesuai. Ia berharap undangan itu bisa dilayangkan dalam waktu dekat.

"Kita cari waktunya. Semoga dalam waktu dekat," katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Partal Amanat National (PAN) Zainuddin Maliki mengatakan, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) adalah badan independen diisi unsur masyarakat dari berbagai latar belakang.

“Oleh karena itu pembubaran BSNP bertentangan dengan prinsip independensi, partisipatoris, dan kegotong royongan dalam penyelenggaraan pendidikan” ujarnya.

Zainuddin mengatakan, mengganti fungsi BSNP dengan Dewan Pakar belum sejalan dengan amanat UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Dalam pasal 35 UU Sisdiknas pemerintah diberi amanat untuk mengembangkan standar nasional pendidikan serta melakukan pemantauan dan pelaporan. Sementara penjelasan pasal ini menyebutkan bahwa badan pengembangan standar nasional pendidikan tersebut bersifat mandiri.

“Dewan Pakar itu sekadar memberi pertimbangan kepada Mendikbudristek mengenai standar nasional pendidikan, tentu tidak setara dengan BSNP yang mandiri,” ungkapnya.

“Dengan membubarkannya maka sekolah tidak akan lagi memiliki acuan standar kelulusan, pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, maupun pembiayaan pendidikan yang disusun oleh sebuah lembaga mandiri,” tambahnya.

Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu menegaskan, pembubaran BSNP menunjukkan Kemdikbudristek tengah melakukan penguatan dan pemusatan birokrasi pendidikan yang berdampak pada pelemahan partisipasi masyarakat.

“Kamus gotong-royong dalam penyusunan, pemantauan dan pelaporan standar nasional pendidikan menjadi terasa dikesampingkan,” ungkapnya.

“Di tengah tantangan yang semakin kompleks, apalagi beban pemerintah yang semakin berat menghadapi pandemi Covid-19, dalam penyelenggaraan pendidikan seharusnya ditekankan pentingnya gotong royong dan dilakukan penguatan partisipasi masyarakat, bukan melemahkannya,” tambahnya.

 

 

(Cindy Violeta Layan)