Liputan6.com, Jakarta - Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) resmi dibubarkan melalui Permendikbudristek Nomor 28 Tahun 2021. Peraturan itu diteken Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim pada 23 Agustus 2021.
Sejumlah pihak mengkritisi langkah Mantan Bos Gojek Indonesia itu membubarkan BSNP. Apalagi badan pengganti BSNP justru digabungkan ke dalam unit kerja Kemendikbudristek, sehingga tidak mandiri lagi.
Hal itu dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang menuntut badan standarisasi pendidikan harus mandiri dan tak terikat dengan pemerintah.
Advertisement
"Badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan bersifat mandiri pada tingkat nasional dan provinsi," bunyi Pasal 35 Ayat 3 UU Sisdiknas.
Namun Permendikbudristek itu mengacu pada Perpres Nomor 62 Tahun 2021 tentang Kemendikbudristek yang ditekan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 19 April 2021. Dimana Pasal 28 Ayat 1 Perpres 62/2021 menggugurkan kemandirian badan standarisasi pendidikan sebagaimana amanat UU Sisdiknas.
"Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri," bunyi pasal tersebut.
"Perpres itu menjadi dasar Permendikbudristek Nomor 28/2021 yang di dalamnya memuat pembubaran Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)," kata Mantan Ketua BSNP Abdul Mu'ti kepada Liputan6.com, Rabu (1/9/2021).
Mantan Anggota BSNP, Doni Koesoema menganggap bahwa yang melanggar UU Sidiknas adalah Jokowi.
Melalui PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang ditetapkan Jokowi pada 30 Maret 2021 lalu, mantan Gubernur DKI Jakarta itu tak memasukkan pengaturan soal badan standarisasi pendidikan sebagaimana yang diamanatkan pada UU Sisdiknas.
"Yang menyalahi UU Sisdiknas menurut saya PP 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang tidak mengatur badan standardisasi sesuai pasal 35 UU Sisdiknas ayat 4," ujar Doni.
Pada Pasal 35 Ayat 4 UU Sisdiknas disebutkan bahwa ketentuan mengenai standar nasional pendidikan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Namun nyatanya, melalui PP 57/2021 Jokowi justru melempar pengaturan itu kepada Mendikbudristek.
Lewat PP yang sama, Jokowi juga membuat badan standarisasi yang mestinya independen jadi bertanggung jawab kepada Mendikbudristek.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri," tulis Pasal 34 Ayat 4 PP 57/2021.
Padahal pada PP sebelumnya, yakni PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebelum digantikan oleh PP 57/2021, terdapat pengaturan soal badan standarisasi pendidikan.
Dampak Buruk pada Kualitas Pendidikan Indonesia
Pembubaran BSNP dianggap berdampak serius pada kualitas pendidikan di Tanah Air. Doni mengatakan, pembubaran badan itu dapat memperburuk kualitas pendidikan di Indonesia.
Sebabnya, badan pengganti BSNP yang menginduk ke Kemendikbudristek memiliki potensi untuk membuat standar pendidikan sesuai selera rezim.
Jika ingin cita rezim di mata rakyat baik, maka standar pendidikan nasional bisa saja diturunkan sehingga membuat target-target dunia pendidikan seakan tercapai.
"Aturan sekarang membuat menteri bisa membuat aturan seenaknya tanpa kontrol publik. Apalagi dalam PP 57 keberadaan Dewan Pendidikan yang amanat UU Sisdiknas juga dihilangkan," urai dia.
Padahal kualitas pendidikan yang baik merupakan hak setiap warga negara.
Pembubaran BSNP juga ditentang oleh Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah. Menurutnya keputusan itu terlihat terburu-buru.
"Pembubaran BSNP merupakan keputusan yang tergesa-gesa, tanpa kajian matang, dan jelas melanggar UU Sisdiknas," tegasnya.
Unifah mengatakan, BSNP sebagai lembaga mandiri, profesional, dan independen keberadaannya masih sangat dibutuhkan untuk mengawal agar pendidikan di Indonesia tidak kehilangan arah.
Advertisement