Liputan6.com, Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) angkat bicara terkait dugaan pelecehan seksual dan penindasan atau perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat.
Ketua KPI Pusat Agung Suprio mendukung pihak kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut. "Mendukung aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus tersebut sesuai ketentuan yang berlaku," ujar dia dalam keterangan tertulis, Rabu (1/9/2021).
Agung meminta kepada para pelaku ditindak secara tegas jika terbukti melakukan penindasan hingga pelecehan seksual.
Advertisement
"Menindak tegas pelaku apabila terbukti melakukan tindak kekerasan seksual dan perundungan (bullying) terhadap korban, sesuai hukum yang berlaku," ujar dia.
Agung pun menyampaikan prihatin. Ia berencana melakukan langkah-langkah investigasi internal, dengan meminta penjelasan kepada kedua belah pihak.
"Kami tdak menoleransi segala bentuk pelecehan seksual, perundungan atau bullying terhadap siapapun dan dalam bentuk apapun," tegas dia.
Agung mengatakan, pihaknya memberikan perlindungan, pendampingan hukum, dan pemulihan secara psikologi terhadap korban.
Â
Pengakuan Karyawan KPI, Ditindas dan Dilecehkan Rekan Kerja
Seorang karyawan pria berinisial MS mengaku ditindas dan dilecehkan oleh tujuh orang karyawan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Insiden itu dialami sejak 2012 sampai 2019.
"Mereka bersama-sama mengintimidasi yang membuat saya tak berdaya. Padahal kedudukan kami setara dan bukan tugas saya untuk melayani rekan kerja. Tapi mereka secara bersama-sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh," kata MS dalam keterangan tertulis, Rabu (1/9/2021).
MS menyampaikan, sejak awal bekerja di KPI Pusat pada 2011, sudah tak terhitung berapa kali mereka melecehkan, memukul, memaki, dan merundung. Dia pun tidak membalas.
MS menceritakan kembali peristiwa yang dialaminya dalam bentuk keterangan tertulis. Ia mengutarakan pada tahun 2015, mereka beramai ramai memegangi kepala, tangan, kaki, menelanjangi, memiting, melecehkan mencoret alat vital dengan spidol.
"Bahkan mereka mendokumentasikan kelaminnya dan membuat saya tak berdaya melawan mereka setelah tragedi itu," ujar dia.
Hal yang sama juga dialami pada 2017, saat acara Bimtek di Resort Prima Cipayung, Bogor, pada pukul 01.30 WIB. Ketika sedang tidur, mereka melempar ke kolam renang dan bersama-sama menertawai seolah penderitaanya sebuah hiburan bagi mereka.Â
"Bukankah itu penganiayaan? Mengapa mereka begitu berkuasa menindas tanpa ada satupun yang membela saya. Apakah hanya karena saya karyawan rendahan sehingga para pelaku tak diberi sanksi? Di mana keadilan untuk saya?," ucap dia.
Advertisement
Trauma Berat
MS mengakui kejadian itu membuatnya trauma dan kehilangan kestabilan emosi. Pelecehan seksual dan perundungan tersebut mengubah pola mental, menjadikannya stres dan merasa hina.
"Saya trauma berat, tapi mau tak mau harus bertahan demi mencari nafkah. Harus begini bangetkah dunia kerja di KPI? Di Jakarta," ujar dia.
MS mengatakan, akibat stres berkepanjangan membuatnya sering jatuh sakit. Berdasarkan hasil pemeriksaan medis, ia mengalami hipersekresi cairan lambung akibat trauma dan stres. Ia juga divonis mengalami Post Traumatic Stress Disorder.
MS mengatakan, perundungan dan pelecehan seksual yang dialaminya sungguh membuat tidak kuat bekerja di KPI Pusat. Tapi, ia berpikir tidak ingin menambah jumlah pengangguran di negara ini.
"Saya tidak kuat bekerja di KPI Pusat jika kondisinya begini. Saya berpikir untuk resign, tapi sekarang sedang pandemi Covid-19 dimana mencari uang adalah sesuatu yang sulit," tandas dia.