Sukses

Kemendikbudristek Kukuh Tak Cairkan Dana BOS ke Sekolah dengan Murid Kurang 60 Siswa

Kklausul penghentian dana BOS untuk sekolah yang miliki murid di bawah 60 dikecualikan bagi sekolah terintegrasi, SDLB, SMPLB, SMALB, dan SLB.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemendikbudristek) kukuh mempertahankan Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler. Permendikbud itu mengatur soal penghentian penyaluran dana BOS kepada sekolah yang jumlah muridnya kurang dari 60 selama tiga tahun berturut-turut.

"Aturan ini bukan merupakan hal yang baru, melainkan sudah ada sejak 2019. Pada Permendikbud Nomor 3 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler, Lampiran Bab III, Huruf A, angka 2, huruf k," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kemendikbudristek kepada Liputan6.com, Jumat (3/9/2021).

Dalam aturan itu disebutkan, Pemerintah Daerah dan masyarakat penyelenggara pendidikan, sesuai dengan kewenangannya harus memastikan penggabungan sekolah yang selama 3 (tiga) tahun berturut-turut memiliki peserta didik kurang dari 60 (enam puluh) peserta didik dengan Sekolah sederajat terdekat, kecuali sekolah yang dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf i. Sampai dengan dilaksanakannya penggabungan, maka Sekolah tersebut tidak dapat menerima dana BOS Reguler.

Pun dengan peraturan dalam Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 dan Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021, menurut dia, itu konsisten dengan kebijakan sejak tahun 2019.

Anang menekankan, sesuai yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 6 tahun 2021, klausul penghentian dana BOS untuk sekolah yang miliki murid di bawah 60 dikecualikan bagi sekolah terintegrasi, SDLB, SMPLB, SMALB, dan SLB. Kemudian juga bagi sekolah yang berada di Daerah Khusus yang ditetapkan oleh pemerintah.

Solusi

Sementara itu bagi sekolah dengan kondisi kepadatan penduduk yang rendah sehingga jarak antar sekolah berjauhan dan tak memungkinkan adanya penggabungan antarsekolah untuk memenuhi syarat minimum jumlah siswa, Anang menerangkan sesuai aturan yang sama, pemerintah daerah bisa mengajukan sekolah tersebut untuk bisa menerima dana BOS karena kondisi tak memungkinkan adanya penggabungan dengan sekolah lain.

"Masih mengacu kepada Permendikbud Nomor 6 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Reguler, untuk sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah yang berada pada wilayah dengan kondisi kepadatan penduduk yang rendah dan secara geografis tidak dapat digabungkan dengan sekolah lain, juga dapat diusulkan Pemerintah daerah kepada Kemendikbudristek untuk dikecualikan," kata Anang.

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap 3m #vaksinmelindungikitasemua

2 dari 2 halaman

Ditentang Aliansi

Sebelumnya Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 ditentang Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan. Musababnya aturan tersebut dianggap telah mendiskriminasi sekolah-sekolah kecil dengan menghentikan penyaluran dana BOS pada sekolah yang mempunyai murid kurang dari 60.

Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan mendesak Mendikbudristek, Nadiem Makarim untuk menghapus Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler khususnya khususnya yang membuat aturan tersebut.

Selain dianggap diskriminatif, hadirnya aturan tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945 untuk mencerdaskan bangsa. Di mana konstitusi menyatakan, Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Sebagaimana Permendikbud tersebut terutama Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler tertera ketentuan ‘memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 (enam puluh) peserta didik selama 3 (tiga) tahun terakhir'. Kebijakan tersebut mendiskriminasi hak pendidikan anak Indonesia dan melanggar amanat konstitusi Negara,” tulis aliansi dalam keterangan, Jumat (3/9/2021).

Mereka meminta dalam merumuskan berbagai peraturan dan kebijakan, Kemendikbudristek seharusnya memegang teguh amanat dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

“Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa ‘Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya’. Oleh karena itu Pemerintah seharusnya membiayai pendidikan seluruh peserta didik karena ini merupakan hak konstitusional warga Negara,” tulis rilis tersebut.

Pernyataan sikap itu ditandatangani Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Dr Sungkowo Mudjiamano; LP Ma’arif PBNU Z Arifin Junaidi; PB PGRI Prof Dr Unifah Rosyidi; Taman Siswa Ki Prof Pardimin dan Majelis Nasional Pendidikan Katolik Dr Vinsensius Darmin Mbula.