Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berharap terduga korban kekerasan seksual dan perundungan oleh rekan kerjanya di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berinisial MS tidak kembali dirundung karena kesulitan mencari alat bukti kasus yang menimpanya.
Komisioner Komas HAM, Beka Ulung Hapsara mengaku tak ingin berspekulasi soal pencarian alat bukti untuk menguatkan laporan MS. Hal itu mengingat kasus perundungan dan kekerasan seksual yang dialami pegawai KPI itu telah terjadi sejak beberapa tahun lalu.
Baca Juga
"Kita akan meminta keterangan terlebih dahulu seperti apa, dan kita akan koordinasi seperti apa, supaya korban juga tidak menjadi korban untuk kedua kalinya," kata Beka dikutip dari Antara, Minggu (5/9/2021).
Advertisement
Komnas HAM saat ini masih menunggu konfirmasi kedatangan MS bersama dengan penasihat hukumnya untuk memberikan keterangan.
Komnas HAM bahkan membuka opsi agar MS dapat berkomunikasi secara virtual, jika kondisinya belum merasa nyaman dan kuat untuk datang secara langsung.
"Jadi untuk besok kalau memang MS mau ke Komnas HAM saya tunggu, tapi kalau yang bersangkutan dan pendamping, penasihat hukumnya mau memberikan keterangan lewat zoom, tidak ada masalah," kata Beka.
Perundungan dan Pelecehan di KPI Pusat
Sebelumnya, Komnas HAM batal menggali informasi terkait pengaduan MS, salah seorang pegawai KPI yang menjadi korban perundungan dan pelecehan seksual oleh rekan kerjanya.Â
MS batal memenuhi undangan Komnas HAM pada Jumat (3/9/2021) lalu karena sedang beristirahat usai menjalani rangkaian pemeriksaan di Polres Metro Jakarta Pusat, sehari seblumnya, Kamis (2/9/2021).
Ada pun kasus perundungan dan kekerasan seksual yang dialami MS diketahui melalui pesan berantai yang tersebar di sejumlah grup media pada Rabu (1/9/2021) malam.
Dalam pesan berantai di aplikasi perpesanan, MS mengaku telah menjadi korban perundungan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh tujuh pegawai di Kantor KPI Pusat selama periode 2011-2020.
Dalam pengakuannya, MS mengalami trauma dan stres akibat pelecehan seksual dan perundungan yang menjatuhkan martabat dan harga diri korban.
Advertisement