Sukses

KPK Dalami Kongkalikong Bupati Bintan dengan Anggota DPRD Kepri Terkait Kuota Rokok

Salah satu pihak yang diduga kongkalikong dengan Apri Sujadi yakni, Anggota DPRD Kepulauan Riau (Kepri) Bobby Jayanto.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kongkalikong antara Bupati nonaktif Bintan Apri Sujadi (AS) dengan sejumlah pihak terkait pengurusan kuota rokok dan minuman alkohol.

Salah satu pihak yang diduga kongkalikong dengan Apri Sujadi, yakni Anggota DPRD Kepulauan Riau (Kepri) Bobby Jayanto.

Selain Bobby, Apri Sujadi diduga juga kongkalikong dengan Pimpinan PT Delta Makmur Iwan Firdauz dan Dirut PT Putra Maju Jaya Nur Rofiq Mansur.

Apri Sujadi diduga kongkalikong dengan pihak-pihak tersebut bersama-sama dengan Plt Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Bintan Mohd Saleh Umar (MSU).

Hal tersebut terungkap saat penyidik memeriksa Bobby Jayanto, Iwan Firdauz, dan Nur Rofiq Mansur pada Selasa, 14 September 2021 kemarin. Mereka diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan Apri dan Mohd Saleh.

"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain mengenai dugaan adanya pertemuan dengan tersangka AS dan tersangka MSU untuk pengurusan kuota rokok dan kuota minuman beralkohol untuk BP Bintan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (15/9/2021).

Sementara, satu saksi lain yang dijadwalkan diperiksa kemarin, Direktur PT Batu Karang Denny Wibisono tak memenuhi panggilan penyidik. KPK meminta Denny kooperatif pada pemanggilan selanjutnya.

"Denny Wibisono (Direktur PT Batu Karang), mengkonfirmasi tidak hadir karena sakit dan dilakukan penjadwalan ulang," kata Ali. 

KPK menetapkan Bupati nonaktif Bintan Apri Sujadi (AS) dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengaturan barang kena cukai dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Wilayah Kabupaten Bintan Tahun 2016-2018.

Selain Apri, KPK juga menjerat Plt Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan Mohd Saleh H Umar (MSU).

2 dari 2 halaman

Awal Mula Kasus

Kasus ini bermula pada awal Juni 2016 bertempat di salah satu hotel di Batam, Apri yang baru saja diangkat sebagai bupati memerintahkan stafnya untuk mengumpulkan para distributor rokok yang mengajukan kuota rokok di BP Bintan.

Dalam pertemuan tersebut, diduga terdapat penerimaan sejumlah uang oleh Apri dari para pengusaha rokok yang hadir.

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Apri dengan inisiatif pribadi mengganti personel BP Bintan dan memerintahkan Nurdin Basirun (Ketua Dewan Kawasan Bintan) menetapkan komposisi personel baru BP Bintan dengan menempatkan Azirwan sebagai Kepala BP Bintan dan Mohd. Saleh sebagai Wakil Kepala BP Bintan.

Pada Agustus 2016, Azirwan mengajukan pengunduran diri sehingga tugas sebagai Kepala BP Bintan dilaksanakan sementara waktu oleh Mohd Saleh. Dan atas persetujuan Apri dilakukan penetapan kuota rokok dan MMEA (Minuman Mengandung Etil Alkohol) dan menerbitkan kuota rokok sebanyak 290.760.000 batang dan kuota MMEA dengan rincian, golongan A sebanyak 228.107,40 liter, golongan B sebanyak 35.152,10 liter dan golongan C sebanyak 17.861.20 liter.

Kemudian, di tahun 2017, BP Bintan menerbitkan kuota rokok sebanyak 305.876.000 batang (18.500 karton) dan kuota MMEA dan diduga dari kedua kuota tersebut ada distribusi jatah bagi Apri sebanyak 15.000 karton, Mohd. Saleh sebanyak 2.000 karton dan pihak lainnya sebanyak 1.500 karton.

Pada Februari 2018, Apri memerintahkan Kepala Bidang Perizinan BP Bintan Alfeni Harmi dan diketahui juga oleh Mohd Saleh untuk menambah kuota rokok BP Bintan tahun 2018 dari hitungan awal sebanyak 21.000 karton. Sehingga total kuota rokok dan kuota MMEA yang ditetapkan oleh BP Bintan tahun 2018 sebanyak 452.740.800 batang (29.761 karton).

Selanjutnya kembali dilakukan distribusi jatah, dimana untuk Apri sebanyak 16.500 karton, Mohd Saleh 2.000 karton dan pihak lainnya sebanyak 11.000 karton.

Untuk penetapan kuota rokok dan MMEA di BP Bintan dari tahun 2016 sampai 2018 diduga dilakukan oleh Mohd Saleh tanpa mempertimbangkan jumlah kebutuhan secara wajar. Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp 250 Miliar.