Sukses

Kisah Haru Keluarga Korban Kru Pesawat Jatuh Rimbun Air

Sebanyak 3 kru pesawat Rimbun Air yang menjadi korban dalam insiden hilang kontak dan jatuh di Bukit Kampung Bilogai Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua sudah berhasil evakuasi.

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 3 kru pesawat Rimbun Air PK-OTW yang menjadi korban dalam insiden hilang kontak dan jatuh pada Rabu pagi, 15 September 2021 di Bukit Kampung Bilogai Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua sudah berhasil evakuasi.

Duka mendalam pun dirasakan keluarga para kru pesawat Rimbun Air. Seperti yang dirasakan keluarga pilot Agithia Mirza.

Putra kedua almarhum Agithia Mirza, Yudhistira menuturkan, almarhum ayahnya sempat kontak dengan ibunya satu jam sebelum menerbangkan pesawat.

"Saat ayah mau terbang itu, sambil pakai baju video call dulu. Itu memang rutin, tiap pagi sebelum berangkat, video call dengan ibu saya itu," cerita Yudhistira.

Selain itu, ada pula cerita dari salah satu kru pesawat bernama Iswahyudi. Menurut pihak keluarga, almarhum Iswahyudi merupakan mekanik pesawat dan helikopter.

Istri korban Dewi Agustina tak menyangka, percakapannya dengan sang suami, pada Senin malam 13 Agustus 2021 bakal jadi yang terakhir.

"Malam itu dia telepon katanya habis pijat. Setelah itu ngobrol seperti biasa, nanyain anak. Terus bilang besok mau terbang lagi," ujar Dewi, saat ditemui di rumah orangtuanya di Jalan Al Makmur, Balikpapan Kota.

Berikut sederet kisah haru keluarga kru pesawat Rimbun Air PK-OTW yang menjadi korban dalam insiden hilang kontak di Bukit Kampung Bilogai Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua dihimpun Liputan6.com:

 

2 dari 3 halaman

1. Putra Pilot Rimbun Air

Sejumlah tamu terus berdatangan ke rumah kediaman pilot Pesawat Rimbun Air, Agithia Mirza, di Jalan Komplek AURI Blok C, RT02/O8, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Kamis 16 September 2021.

Sejumlah kerabat dekat dan tetangga berkumpul di halaman rumah. Di depan rumah korban pesawat Rimbun Air yang jatuh itu juga dipasang sebuah tenda. Bendera kuning terpampang di ujung jalan akses menuju kediaman korban.

Sejumlah karangan bunga berisi ucapan berduka juga berderet di halaman depan rumah duka Agithia Mirza.

Putra kedua almarhum Agithia Mirza, Yudhistira menuturkan, almarhum ayahnya sempat kontak dengan ibunya satu jam sebelum menerbangkan pesawat.

"Saat ayah mau terbang itu, sambil pakai baju video call dulu. Itu memang rutin, tiap pagi sebelum berangkat, video call dengan ibu saya itu," tutur Yudhistira.

Setiap menghubungi ibunya, ayahnya selalu titip pesan agar tidak lupa memberi makan ayam dan ikan. Menurutnya, almarhum memang memelihara ikan dan ayam di rumah.

"Bapak saya itu peternak ayam. Jadi setiap kali dia menghubungi ibu saya itu jangan lupa kasih makan ayam sama ikan," ujarnya.

Yudhistira mengatakan jenazah almarhum ayahnya tiba di rumah duka Kamis tengah malam. Hal itu berdasarkan informasi yang diterima keluarga.

"Terakhir saya dapat info itu masih terkendala dari Sugapa ke Timika. Jadi untuk pasti atau tidaknya (diberangkatkan) ke sini masih terkendala cuaca," jelas dia.

 

3 dari 3 halaman

2. Istri Kru Pesawat

Salah satu kru pesawat Rimbun Air yang jatuh di Papua, pada Rabu 15 September 2021 merupakan warga Balikpapan. Korban bernama Iswahyudi. Dikatakan pihak keluarga, dia mekanik pesawat dan helikopter.

Ditemui di rumahnya, istri korban Dewi Agustina tak menyangka, percakapannya dengan sang suami, pada Senin malam 13 September 2021 bakal jadi yang terakhir.

"Malam itu dia telepon katanya habis pijat. Setelah itu ngobrol seperti biasa, nanyain anak. Terus bilang besok mau terbang lagi," ujar Dewi, saat ditemui di rumah orangtuanya di Jalan Al Makmur, Balikpapan Kota.

Dia juga mengatakan, malam itu Iswahyudi tidak berlama-lama di sambungan telepon. "Kalau mau terbang memang seperti itu. Dia pasti istirahat lebih cepat," terangnya.

Suasana hati yang awalnya tenang pada Rabu 15 September 2021, lanjutnya, berubah menjadi kesedihan. Setelah Dewi mendapat kabar dari tetangga bahwa sang suami menjadi salah satu kru Rimbun Air yang jatuh di Papua.

"Seharian saya memang tidak memantau berita. Jadi saya malah tahu ada kecelakaan pesawat dari tetangga dan teman," ucapnya dengan wajah yang terlihat menyimpan kesedihan.

Mendapat kabar pesawat yang ditumpangi suami jatuh, Dewi langsung berusaha menghubungi handphone Iswahyudi. Sayang, berkali-kali dicoba, panggilan telepon tak kunjung tersambung.

Dewi menyebut, pertemuan terakhir dengan suami adalah dua minggu lalu. Jika sesuai jadwal, sang suami harusnya berada di Balikpapan pada 19 September ini.

"Jadwal off-nya tanggal 19 September nanti," ujar Dewi lirih.

Sementara itu, salah satu kerabat korban yang enggan disebutkan namanya, mengaku Yudi panggilan Iswahyudi, sudah cukup lama bekerja sebagai mekanik pesawat dan helikopter.

Selain di Papua, Yudi juga pernah menjadi teknisi sebuah perusahaan pesawat carter di Balikpapan dan Papua Nugini.

"Dia juga pernah mengalami kecelakaan di Ternate, saya lupa kapan," ujar kerabat tersebut.

Di tempat yang sama, Muhammad Rifki, ipar korban menyebut sosok Iswahyudi merupakan orang yang pendiam. Kendati demikian, laki-laki 41 tahun tersebut juga sosok yang ringan tangan dan suka membantu sesama, terutama kawan-kawannya.

"Biasanya kalau libur dia mancing dan bermain futsal," terang Rifki.