Sukses

Luhut Laporkan Haris Azhar dan Fatia Maulida ke Polisi, Tunjukkan Negara Otoriter?

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, laporan Luhut kepada Haris Azhar dan Fatia Maulida semakin memperlihatkan ciri-ciri negara otoriter.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyambangi Polda Metro Jaya, Rabu (22/9/2021). Kehadirannya untuk melaporkan Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulida atas tuduhan pencemaran nama baik.

Luhut menyampaikan, pihaknya telah dua kali melayangkan somasi agar kedua terlapor menyampaikan permintaan maaf atas rekaman video berisikan wawancara yang diunggah di akun medsos milik Haris Azhar. Namun, tak kunjung dilaksanakan.

"Sudah dua kali (somasi), dia tidak mau minta maaf. Sekarang kita ambil jalur hukum jadi saya pidanakan dan perdatakan," kata Luhut di Polda Metro Jaya, Rabu (22/9/2021).

Menurut Luhut, tayang wawancara sangat keterlaluan dan memberikan dampak pada nama baik keluarga.

"Saya harus mempertahankan nama baik saya anak cucu saya jadi saya kira sudah keterlaluan," ujar dia.

Luhut mengatakan, kebebasan menyampaikan pendapat sifatnya tak absolut atau mutlak.

"Saya ingatkan tidak ada kebebaaan absolut semua kebebasan bertanggung jawab jadi saya punya hak untuk bela hak asasi saya," kata Luhut Binsar Pandjaitan.

Dia menepis tudingan soal bisnis tambang di Papua yang disampaikan Haris Azhar melalui kanal Youtube.

Luhut menuturkan, apa yang disampaikan di Youtube tersebut bersifat tudingan dan tanpa ada bukti.

"Saya tidak melakukan itu tidak ada. Saya sudah minta bukti-bukti tapi tidak ada. Dia bilang research, tidak ada (bukti)," ujar dia.

Luhut meminta masyarakat terutama publik figur berhati-hati dalam memberikan pernyataan. Dia pun mengungkapkan alasannya mempolisikan Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulida.

"Jadi saya kira pembelajaran kita semua. Saya mau menunjukkan kepada publik supaya manusia-manusia itu yang merasa publik figur itu menahan diri untuk memberikan statement tidak bertanggung jawab," kata Luhut.

Penasihat Hukum Luhut Binsar Pandjaitan, Juniver Girsang menjelaskan, ia membawa rekaman video yang dipersoalkan oleh kliennya untuk dilampirkan ke dalam laporan polisi (LP). "Ada video semuanya sudah kita siapkan penyidik," ujar dia.

Juniver mengatakan, selain menyeret ke ranah pidana, persoalan ini juga dibawa ke jalur perdata.

Dalam gugatan nanti, kliennya menuntut Haris Azhar dan Fatia Maulida yang diduga telah mencemarkan nama baik kliennya membayar ganti rugi sejumlah Rp 100 miliar. Seandainya, dikabulkan hakim Rp 100 miliar ini akan disumbangkan kepada masyarakat Papua.

"Itulah sangking antusiasnya beliau membuktikan apa yang dituduhkan itu tidak benar dan merupakan fitnah pencemaran," ujar dia.

Sementara Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus menyampaikan, Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya saat ini sedang mempelajari bukti-bukti yang dilampirkan Luhut Binsar Pandjaitan ketika membuat laporan polisi (LP). Adapun, bukti disinkronkan dengan pasal yang dipersangkakan kepada terlapor guna menentukkan langkah selanjutnya.

"Laporan polisi sudah kita terima, tadi beliau sudah membawa beberapa barang bukti yang ada, ini masih akan dipelajari oleh Polda Metro Jaya. Kita akan meneliti laporan polisi yang ada, nantinya rencana tindak lanjut kedepan apakah ini memang akan naik ke tingkat penyelidikan kami akan melakukan pemanggilan untuk klarifikasi lengkap, termasuk saksi-saksi ke depan," kata dia.

Sebelum melaporkan Haris Azhar dan Fatia Maulida ke polisi, Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) melalui kuasa hukumnya Juniver Girsang pada tanggal 26 Agustus 2021 mengajukan somasi kepada keduanya karena isi wawancara pada kanal YouTube milik Haris Azhar diyakini memuat berita bohong.

"Isi wawancara itu juga dianggap telah mencemari, memfitnah, dan membunuh karakter LBP," kata Juniver Girsang.

Oleh karena itu, LBP melalui kuasa hukumnya meminta Haris Azhar dan Fatia menjelaskan motif, maksud, dan tujuan dari isi wawancara tersebut.

2 dari 3 halaman

Haris Azhar Cs Siap Buka Data

Kuasa hukum Haris, Nurkholis Hidayat menegaskan kliennya tidak akan meminta maaf selama data yang disampaikan lewat video itu tidak dibantah oleh Luhut Binsar Pandjaitan.

“Tuduhan pencemaran nama baik, kita semua tahu secara legal selama itu dilakukan untuk kepentingan publik dan yang disampaikan adalah sebuah kebenaran ada dasar faktanya, kita meyakini riset yang disampaikan koalisi NGO mengenai ekonomi politik di Papua sampai saat ini belum dibantah kebenarannya dengan data valid,” kata Nurkholis dalam konpers daring, Rabu (22/9/2021).

“Maka, tidak ada niatan mengkoreksi atau menyampaikan permintaan maaf pada LBP. Kami sampai saat ini terus meminta data itu pada LBP,” tambahnya.

Dia mengatakan, sampai saat ini, Haris Azhar masih meyakini data yang dimilik valid dan belum terbantahkan. Nurkhilis juga mengaku meminta dasar tudingan pihak Luhut yang menyebut kliennya melakukan fitnah.

"Kami akan meminta terus data dari LBP karena telah menuding itu fitnah.  Dugaan keterlibatan LBP di Papua. Kita buka saja dalam proses hukum ini. Siapa dia jejak langkahnya konflik kepentingan tambang di Papua,” tegas dia.

Nurkholis menyebut seharusnya yang disampaikan LBP adalah adu data untuk melawan kritik yang disampaikan kliennya.

"Kami sangat menyesali laporan tersebur. Kita justru mempertanyakan itikad baik. Terkait adu data yang kita miliki,” Nurkholis menandaskan.

Sementara itu kuasa hukum Fatia, Asfinawati menyatakan Fatia berbicara mewakili organisasi KontraS sehingga tidak bisa digugat lewat individu.

Asfina mengingatkan, yang seharusnya memberikan kritik dan somasi adalah masyarakat pada pejabat publik, bukan terbalik.

“Dia tidak bisa diindividualisasi, karena Fatia berbicara atas nama organisasi KontraS, bukan atas nama individu. Kita semua harus berterimakasih kepada Fatia dan Haris Azhar. Harusnya yang mensomasi masyarakat, bukan pejabat yang mensomasi, mengkriminalisasi rakyat,” kata Asfina.

 

3 dari 3 halaman

Tunjukkan Negara Otoriter?

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, apa yang dialami kliennya semakin memperlihatkan ciri-ciri negara otoriter.

"Itu adalah ciri-ciri negara yang otoriter karena pemerintah lah justru yang mengawasi rakyat bukan terbalik," kata dia saat konferensi pers, Rabu (22/9/2021).

Asfina melihat dari dua dimensi yaitu siapa yang mengadukan, melaporkan dan siapa yang dilaporkan.

Dalam hal ini, pelapor ialah pejabat publik. Di mana terikat pada etika dan kewajiban hukum sebagai sebagai pejabat publik.

"Tentu saja pejabat publik harus bisa dikritik. Karena kalau tidak bisa dikritik maka tidak ada suara rakyat yang berjalan dalam negara. Begitu suara rakyat tidak ada maka tidak ada demokrasi," ujar dia.

Asfina menelaah kembali pernyataan yang disampaikan Luhut Binsar Pandjaitan. Menurut dia, kliennya tak mengkritik Luhut Binsar Pandjaitan sebagai individu melainkan sebagai pejabat publik.

"Jadi kalau kita dengar LBP atau kuasa hukum mengatakan kami adalah individu yang memiliki hak, betul dia individu yang memiliki hak tapi yang dikritik oleh Fatia justru bukan LBP sebagai individu, tetapi sebagai pejabat publik," ujar dia.

Asfina kemudian menyampaikan, kliennya juga berbicara bukan atas nama pribadi tetapi sebagai Koordinator KontraS.

"Dia mewakili organisasi karena itu dia tidak bisa diindividualisasi. Kalau kita gunakan UU ITE yang merujuk KUHP setiap orang. Ini bukan orang, Fatia bukan bertindak atas keinginan sendiri tapi sebagai mandat organisasi," ujar dia.

Karena itu, seandainya dikaitkan dengan dasar UU ITE yaitu Pasal 310 KUHP maka disebutkan kalau untuk kepentingan publik maka bukan suatu pencemaran nama baik.

"Jadi sebetulnya kita semua harus berterima kasih kepada Fatia dan juga Haris Azhar karena membawa kepentingan publik, menyuarakannya sehingga publik semakin tahu dan justru ada hal-hal yang harus dijawab," ucap dia.

Sementara Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menjelaskan, informasi yang disampaikan oleh Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulida merupakan kritik. Adapun, materi yang disampaikan pun berdasarkan sebuah penelitian.

Arif menyayangkan, ketika sebuah kritik malah direspon laporan polisi oleh Luhut.

"Sebetulnya bagian dari kritik terhadap pejabat publik, apa yang disampaikan itu basisnya adalah riset, basisnya adalah sebuah kajian yang mana mestinya, kemudian kalau ada sebuah informasi yang berbasis kajian mestinya direspons bukan dengan cara represif, bukan dengan cara mensomasi, atau bahkan mengkriminalisasi seperti yang terjadi hari ini," kata dia dalam konfrensi pers, Rabu (22/9/2021).

Arif menyampaikan, Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulida memposisikan dirinya sebagai penyambung lidah masyarakat dalam menyampaikan pendapat.

"Sebagai bentuk kontrol terhadap pejabat pemerintah yang hari ini posisinya sebagai pemegang kekuasaan," ucap dia.

Semestinya ditanggapi dengan klarifikasi jikalau kritik dituding tidak benar bukan malah diseret ke jalur hukum perdata maupun pidana.

"Cukup diklarifikasi. Itulah ada dialog, di situlah kemudian ada pertukaran informasi dalam sebuah negara demokrasi. Jadi saya kira sangatlah tidak patut ketika kemudian informasi yang berbasis kajian, akademik, kemudian dijawab dengan kriminalisasi," ujar dia.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan hal serupa. Ia menyebut pernyataan yang disampaikan Haris Azhar dan Fatia Maulida berdasarkan kajian.

Sejauh ini, pun belum ada yang dibantah oleh Penasihat Hukum Luhut, Juniver Girsang substansi terkait hal mana yang dianggap tidak benar.

"Artinya apa dari awal bahwa forum somasi ini memang bernuansa personal itu sudah kami duga kuat dari awal. Pertama tujuannya bukan mengoreksi kajian tapi memang langsung diarahkan untuk mengkriminalisasi Haris Azhar dan juga fatia. Oleh sebab itu langsung muncul yang dimunculkan dalam somasinya adalah ancaman pemidanaanya jadi ini jelas arahnya ke sana," ucap dia.

Julius berpendapat pelaporan telah melampaui ruang demokrasi. Di mana masyarakat sipil nasibnya semakin digerus dengan pola-pola menyerang baik secara perdata, gugatan ataupun kriminalisasi dalam konteks pidana.

"Demokrasi kita hancur dengan adanya pelaporan pidana ini, ruang diskusi publik hancur, peran masyarakat sipil juga jelas-jelas diberangus," ujar dia.