Sukses

HEADLINE: WHO Soroti Mobilitas Tinggi di 4 Provinsi Pulau Jawa, Euforia Level PPKM Turun?

Mobilitas masyarakat di Pulau Jawa mulai meningkat seiring kasus covid-19 menurun. Selain karena euforia, juga ada faktor lain yang mencuat.

Liputan6.com, Jakarta - Sejak ganjil genap diberlakukan pada 17 September lalu, pengunjung tempat wisata Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, perlahan menyusut. Jumlah itu kian mengecil setelah wisatawan yang hendak bertamasya diharuskan mengunduh aplikasi PeduliLindungi.

Menurut Kepala Humas Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Adi Widodo, kondisi ini berbeda saat pertama kali TMII dibuka pada 20 Agustus 2021, usai ditutup sejak penerapan PPKM Mikro, Juni lalu. Pengunjung tempat wisata favorit di Jakarta saat itu perlahan merangkak naik. Bahkan sempat mencapai angka 7.000 orang pada libur akhir pekan.

"Itu dari hari ke hari ada peningkatan, walaupun tidak banyak. Sampai di hari Sabtu 4.000 orang, dan Minggu 7.000," kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Jumat (24/9/2021).

Peningkatan mobilitas masyarakat di tempat rekreasi di Pulau Jawa mendapat sorotan dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO. Tak hanya lokasi piknik, pusat perbelanjaan juga disebut sudah ramai pengunjung seperti sebelum pandemi menyerang Bumi Pertiwi.

Menurut Sosiolog dari Universitas Indonesia, Daisy Indira Yasmine, peningkatan mobilitas masyarakat tak hanya dipicu oleh menurunnya level PPKM pada suatu daerah. Namun juga capaian vaksinasi covid-19 yang sudah tersebar merata di Pulau Jawa.

"Karena bisa dikatakan, pertama vaksin sudah tersebar lebih merata. Hampir sebagian besar, khususnya warga di Pulau Jawa atau yang tinggal di kota-kota sudah divaksin. Jadi agak mulai tenang," ujar Daisy kepada Liputan6.com, Jakarta, Jumat (24/9/2021).

Kemudian selain itu, dia melanjutkan, juga dilihat dari data yang memang tren kasusnya sudah turun. Merujuk data Satgas per Jumat 24 September 2021, kasus yang terkonfirmasi positif berjumlah 2.557 orang, sembuh bertambah 4.607, dan meninggal 144 kasus.

"Terjadi penurunan (jumlah kasus). Dan ketiga, memang ada euforia juga ya, karena sudah terbiasa kemarin kita level 4 kemudian melakukan pembatasan yang cukup ketat. Ketika levelnya turun, dimanfaatkan oleh warga untuk menikmati lebih banyak mobilitas akhirnya rekreasi dan lain sebagainya," jelas dia.

"Dan juga ada kebosanan. Mungkin selama pengetatan social distancing, pengetatan aktivitas gitu ada kebosanan juga kejenuhan. Jadi mengambil beberapa langkah tersebut," imbuh dia.

Kendati demikian, Daisy meminta semua pihak untuk tetap disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Kendati sudah mendapatkan vaksinasi covid-19, itu bukan berarti akan terbebas dari serangan covid-19 beserta variannya.

"Yang perlu diperhatikan prokesnya. Jadi tetap walaupun sudah divaksin itu juga bukan jaminan tidak akan terinfeksi. Bagaimana kita berperilaku di tempat-tempat umum tetap harus menerapkan prokes," ujar dia.

Kendati begitu, Ia meminta sosialisasi tentang masih adanya pandemi tidak boleh mandek. Masyarakat harus terus diingatkan agar tetap disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan.

"Sosialisasi tidak boleh berhenti. Pemberitahuan-pemberitahuan tentang bagaimana menjalankan protokol kesehatan itu tetap harus didengungkan," kata dia.

Yang tak kalah penting, lanjut dia, para pengelola tempat rekreasi juga harus mulai mempersiapkan diri untuk melakukan perubahan-perubahan dalam sistem pelayanannya. Mulai dari pemenuhan infrastruktur hingga fasilitas-fasilitas penunjang penerapan protokol kesehatan.

"Harus memulai menerapkan satu bentuk yang disebut new normal. Itu harus dijalankan misalnya kebersihan kemudian sanitasi ruangan dan alat-alat makan terus tempat duduk, jaga jarak harus diatur secara strukturnya gimana gitu," jelas dia.

Kemudian juga ada pengetatan vaksinasi untuk seluruh pelayanan pegawai yang berhubungan dengan konsumen. Menurutnya, sehubungan dengan masyarakat itu tetap harus dijalankan.

"Dan masyarakat juga harus sadar, yang penting harus sadar bahwa sudah divaksin itu belum tentu bahwa kita terhindar 100%, itu bukan begitu ya. Jadi justru itu supaya memperkuat diri kita, tapi kita juga harus menjaga perilaku kita termasuk makanan bergizi, meningkatkan gizi dalam asupan, itu juga penting, harus dijaga," jelas Daisy.

Sementara itu, Co-Founder Kawal Covid-19 Elina Ciptadi menilai saat ini memang angka kasus covid-19 sudah turun dan kembali ke titik sebelum lonjakan terjadi. Sehingga peningkatan mobilitas masyarakat menjadi sesuatu yang bisa saja terjadi.

"Soal euforia mungkin bisa dipahami. Saat ini bisa dikatakan lebih banyak mobilitas. Kita jadi haus berwisata, ketemu keluarga, datang ke pernikahan kerabat," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (24/9/2021).

Kendati demikian, Ia mengingatkan adanya information gap antara masyarakat perkotaan dengan pedesaan. Sebab tidak tertutup kemungkinan kabar yang beredar tidak menyentuh pada semua level masyarakat.

"Bisa jadi buat mereka yang tinggal di urban dapat menyerap info dengan baik, boleh mobile tapi tetap prokes. Namun bagaimana jika di wilayah yang kurang akses terhadap hal tersebut? Covid kan eggak mengenal wilayah baik yang tinggal di urban atau pedesaan," ujar dia.

"Jadi ini tugasnya kita untuk menjangkau mereka agar tidak melonggarkan prokes," imbuh Elina.

Ia mengungkapkan, pada momen kasus covid-19 yang menurun ini, pemerintah hendaknya dapat memanfaatkan untuk menggeber target vaksinasi covid-19. Dalam menggenjot vaksinasi covid-19 ini, yang utama disasar adalah kelompok rentan. Karena menurutnya, ketika tren kasus meningkat, mereka sulit mendapatkan vaksinasi akibat kebijakan PPKM yang ketat serta khawatir akan kerumunan.

"Sekarang sudah diperlonggar maka bisa hal itu dipercepat," ujar Elina.

Selanjutnya masyarakat juga terus diberikan edukasi untuk tidak melonggarkan prokes. Terlebih saat ini, aktivitas di tempat umum sudah diperbolehkan.

"Sekolah udah bisa PTM terbatas, kemudian mereka yang sudah divaksin juga sudah boleh ke tempat-tempat umum, tapi ini jangan sampai persepsi beredar udah divaksin lalu bisa kuat tak tertular," ujar dia.

"Kita banyak edukasi ke sekolah-sekolah untuk prokes apa saja yang harus dilakukan saat PTM terbatas. Dan masih ditemukan kalau vaksinasi masih bisa ketularan ngapain divaksin? Nah ini perlu diedukasi di saat-saat seperti ini. Memang masih bisa tertular tapi dengan vaksinasi bisa menurunkan resiko gejala berat saat terpapar," terang Elina.

Jadi menurutnya, aturan di Indoensia terkait penanganan pandemi Covid-19 sudah dibuat dengan cukup baik. "Tinggal pelaksanaan dan penegakannya yang masih perlu ditingkatkan," ujar dia.

Mobilitas tinggi masyaraat juga dinilai dapat menimbulkan ancaman ledakan kasus covid-19. Menurut Peneliti dari Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman, hal itu lantaran saat ini jumlah orang yang divaksin COVID-19 di Indonesia dosis lengkap belum banyak.

"Sangat bisa (terjadi ledakan kasus COVID-19). Yang divaksin lengkap baru 20-an persen (dari target). Menurut saya akhir tahun baru 40 persen yang sudah divaksin dosis lengkap," kata dia kepada Health-Liputan6.com, Jumat (24/9/2021).

"Jadi, mayoritas ini masih rawan ditambah juga dengan Delta variant. Varian ini sangat serius," dia menambahkan.

Ledakan kasus COVID-19 terjadi bukan karena kenaikan mobilitas semata tapi juga didukung beberapa faktor lain. Pertama, pemahaman masyarakat atas peta situasi yang belum memadai. Hal ini terutama terjadi di luar Pulau Jawa.

"Yang kemudian ini memicu respons yang tidak benar ya karena datanya tidak benar. Itu karena tracing dan testing yang tidak kuat," terang dia.

Faktor selanjutnya adalah fenomena balas dendam kebebasan mobilitas. Jadi, selama ini masyarakat harus menahan diri tidak bepergian lalu ketika ada pelonggaran aktivitas sosial digunakan secara maksimal.

"Cenderung ini akan meningkat di Desember ya, memang di Desember kan banyak hari libur bersama," kata Dicky.

Saat ini varian Delta masih paling banyak menjadi penyebab masyarakat terinfeksi COVID-19. Varian ini dikenal bisa menular virus Corona lebih cepat. Di luar Pulau Jawa tampak mulai terjadi kenaikan kasus karena varian ini.

"Ini semua jadi kombinasi ideal (terjadi ledakan kasus) kalau tidak diperbaiki," tandasnya.

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap 3m #vaksinmelindungikitasemua

2 dari 4 halaman

Sudah Sebulan Mobilitas Meningkat

Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) memantau pergerakan mobilitas masyarakat di Jawa dan Bali. Pada pekan ini, WHO menyorot bahwa terjadi peningkatan mobilitas masyarakat ke tempat perbelanjaan dan rekreasi yang sudah sama seperti sebelum pandemi pada tanggal 3-6 Januari 2020.

Hal ini WHO ungkapkan dalam laporan COVID-19 Situation Report 73 per 22 September 2021.

Peningkatan mobilitas yang paling terlihat di sektor perbelanjaan dan rekreasi di empat provinsi di Pulau Jawa.

"Peningkatan mobilitas paling mencolok terlihat tempat perbelanjaan (retail) dan rekreasi, terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten, di mana tingkat mobilitas prapandemi mencapai puncaknya pada 27 Agustus 2021," tulis WHO.

Bila menilik pada data Google Mobility Reports per 18 September 2021 terjadi kenaikan mobilitas masyarakat Jawa Barat dari rumah ke toko perlengkapan sehari-hari, pasar, dan farmasi sebesar 26 persen. Hal yang sama juga terjadi di Jawa Tengah sebesar 24 persen, Jawa Timur 24 persen dan Banten 17 persen.

WHO mengingatkan agar pemerintah membuat rumusan rencana konkret dalam mengantisipasi dan mengurangi kemungkinan penularan infeksi COVID-19.

"Serta menyiapkan mitigasi kesehatan bila ada peningkatkan kapasitas pasien di tingkat nasional dan daerah," kata WHO.

Epidemiolog Masdalina Pane mengungkapkan, peningkatan mobilitas bukan terjadi dalam beberapa hari belakangan ini. Melainkan sudah berlansung sekitar sebulan terakhir.

“Sebenarnya pergerakan masyarakat itu bukan satu dua hari ini saja. Jadi, kalau kita lihat mobilisasi masyarakat itu sudah berjalan satu bulan. Sudah berjalan biasa seperti tidak ada pandemi,” kata wanita yang juga Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon.

Masdalina, menambahkan, pengendalian pandemi COVID-19 sebetulnya tidak akan mengganggu kegiatan pendidikan, perekonomian, dan kehidupan sosial jika dilakukan secara terukur dan sistematis.

“Sebenarnya pengendalian wabah itu kalau dia targeted dan sistematis, sebenarnya dia tidak akan mempengaruhi perekonomian, pendidikan, dan kehidupan sosial kita," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa targeted dan sistematis artinya intervensi yang dilakukan hanya pada kasus yang tepat, bukan semua orang diintervensi.

“Misalnya ada kasus konfirmasi, satu ketemu dicari kontak eratnya kemudian yang positif diisolasi yang kontak erat dikarantina lalu dimonitor selama 14 hari," katanya.

Jika sudah 14 hari, orang tersebut dapat kembali ke populasi normal. Sedang, orang lain yang bukan kasus kontak erat, bukan konfirmasi maka tetap dapat melakukan kegiatan seperti biasa dengan melaksanakan protokol kesehatan. 

Sementara itu Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengingatkan masyarakat tetap hati-hati dan menghindari kerumunan. Hal ini juga seiring pelonggaran aktivitas, yang didukung kasus COVID-19 melandai.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 22 September 2021, terpantau mobilitas di 4 provinsi naik seperti sebelum pandemi COVID-19. Provinsi yang dimaksud, yakni Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Pantauan tersebut membandingkan masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada Juli 2021 atau masa PPKM Level 4 pada awal Agustus dengan kondisi saat ini.

"Pelonggaran aktivitas yang memicu mobilitas naik, mungkin saja akan terus terjadi. Namun, di saat penurunan kasus ini, kuncinya adalah kesadaran masyarakat untuk mandiri melihat situasi dan bijak menjalankan aktivitas sosial ekonomi," ujar Wiku di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta pada Kamis, 23 September 2021.

"Meskipun saat ini pelonggaran mobilitas mulai diterapkan, dimohon kepada masyarakat untuk tetap berhati-hati dalam kegiatan sehari-hari dan menghindari kerumunan semaksimal mungkin."

Dari data Satgas Penanganan COVID-19, peningkatan mobilitas terjadi selepas gelombang kedua COVID-19 di Indonesia. Pola tersebut berkaitan dengan upaya Pemerintah melakukan pengetatan pembatasan sehingga kasus COVID-19 turun.

Di tengah kasus COVID-19 turun, Pemerintah mulai membuka aktivitas secara bertahap dengan tetap memantau mobilitas dan protokol kesehatan. Termasuk pemanfaatan aplikasi PeduliLindungi dalam kegiatan sehari-hari.

Wiku Adisasmito kembali menekankan, kepatuhan protokol kesehatan harus dipatuhi. Kewaspadaan terhadap kasus COVID-19 bisa kembali meningkat bila abai protokol kesehatan.

"Hal yang perlu diwaspadai dengan melandainya kasus COVID-19 saat ini pasca second wave (gelombang kedua), mobilitas penduduk cenderung mengalami peningkatan," tegasnya.

"Bukan tidak mungkin, kasus COVID-19 dapat kembali meningkat di kemudian hari sebagai dampak dari mobilitas yang meningkat saat ini. Terlebih saat ini, kita juga mulai melakukan pembukaan aktivitas ekonomi secara bertahap."

3 dari 4 halaman

Jangan Euforia Berlebihan

Presiden Jokowi meminta masyarakat tidak terlalu euforia seiring tren kasus covid-19 menurun. Ia menegaskan bahwa Covid-19 tidak mungkin hilang secara total. Menurutnya, yang bisa dilakukan adalah mengendalikan penyebaran virus corona.

"Pandemi Covid-19 belum bisa diprediksi secara pasti kapan akan betul-betul berakhir, Covid tidak mungkin hilang secara total yang bisa kita lakukan adalah mengendalikan penyebaran Covid-19," katanya saat pembukaan gerakan vaksinasi 7 juta warga perkebunan dan desa desa produktif secara virtual di kanal youtube Projo, Jumat (24/9/2021).

Kepala Negara mengingatkan masyarakat agar tidak euforia berlebihan meski sudah divaksinasi. Protokol kesehatan harus tetap dilakukan dan dipatuhi.

"Meskipun sudah divaksin kita tidak boleh senang-senang berlebihan, kita harus mematuhi protokol kesehatan dengan ketat, memakai masker, menjaga jarak selalu mencuci tangan dengan bersih," ujarnya.

Dia menambahkan, protokol kesehatan harus menjadi kebiasaan baru dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Adaptasi kebiasaan baru tersebut harus dijalankan oleh seluruh segmen masyarakat.

"Mulai dari pelaku usaha, petani, pekebun, sampai dengan siswa-siswa di sekolah adalah kunci penting agar kita bisa melakukan transisi dari pandemi ke endemi sehingga kita bisa menjalankan kegiatan produktif tapi aman dari Covid-19," katanya.

Seruan agar tidak bersikap euforia juga diutarakan Menteri Koordinator Bidang Marves Luhut Binsar Pandjaitan saat menyampaikan perbaikan indikator penanganan Covid-19 di Indonesia. Menurutnya, sikap euforia merupakan tindakan tidak tepat.

"Apa yang dicapai kita bersama hari ini bukan bentuk euforia yang harus kita rayakan. kelengahan sekecil apa pun yang kita lakukan ujungnya akan terjadi peningkatan kasus dalam beberapa minggu ke depan," kata Luhut dalam konpers daring, Senin 6 September 2021 lalu.

Dia menyinggung kafe di Kemang, Jakarta yang abai protokol kesehatan sehingga mendapatkan sanksi penutupan sementara.

"Ini adalah sesuatu yang harus kita hindari. Seperti yang terjadi beberapa hari yang lalu di sebuah restoran, kafe di wilayah Jakarta yang tidak patuh terhadap Protokol Kesehatan hingga pada akhirnya harus dilakukan tindakan penutupan selama tiga hari kedepan. Kami juga masih melihat banyaknya restoran, kafe yang masih belum menerapkan dan menggunakan aplikasi Peduli Lindungi," ungkap Luhut.

Luhut mengingatkan bahwa masyarakat harus bersiap hidup bersama corona, sebab pandemi akan berubah menjadi endemi.

"Presiden menekankan Covid tidak akan hilang dalam waktu singkat dan kita perlu menyiapkan hidup bersama Covid-19," kata Luhut.

Sedangkan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan tingkat penularan Covid-19 di Indonesia saat ini masuk kategori sangat rendah. Ini ditandai dengan positivity rate pada Senin, 13 September 2021 yang berada di angka 2,13 persen.

Positivity rate Covid-19 di Indonesia telah berada di bawah batas aman Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni 5 persen. Meski penularan Covid-19 di Indonesia sangat rendah, Nadia meminta masyarakat tidak euforia.

"Saat ini, kita sudah pada level penularan yang sangat rendah. Tapi, jangan kemudian kita menjadi euforia dengan kondisi ini," katanya dalam diskusi virtual, Selasa (14/9).

Nadia mengingatkan, Indonesia belum bebas dari Covid-19. Risiko kembali melonjaknya kasus Covid-19 masih bisa terjadi.

Dia mengambil contoh sejumlah negara di dunia yang kembali menghadapi lonjakan kasus Covid-19. Padahal, tingkat vaksinasi Covid-19 negara tersebut terbilang cukup tinggi.

"Kita harus tetap waspada. Cakupan vaksinasi yang belum mencukupi, artinya kita harus selalu disiplin protokol kesehatan," pesannya.

Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Alexander K Ginting mengatakan Indonesia masih berisiko mengalami lonjakan kasus Covid-19 meskipun cakupan vaksinasi sudah tinggi. Salah satu pemicu lonjakan kasus Covid-19 adalah masuknya varian baru.

Menurut Alex, ada dua hal yang bisa dilakukan untuk mencegah lonjakan kasus dampak varian baru Covid-19. Pertama, masyarakat mematuhi protokol kesehatan menggunakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.

Kedua, pemerintah memperketat pengawasan pintu masuk ke Indonesia, seperti bandara dan pelabuhan.

"Ini harus menjadi pintu di mana kita bisa mencegahnya. Sehingga whole genome sequencing ini memang harus ada di berbagai provinsi paling tidak. Mungkin ini tidak bisa dikerjakan di setiap kota/kab, tapi paling tidak bisa dilakukan sampling secara acak," ujarnya.

4 dari 4 halaman

Infografis Tekan Mobilitas Warga Demi Cegah Lonjakan Kasus Covid-19