Liputan6.com, Jakarta - Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta tengah menindaklanjuti hasil riset yang menyatakan terdapat kandungan Paracetamol berkonsentrasi tinggi di Teluk Jakarta.
"Tindaklanjut ini dilakukan Sabtu (2 Oktober 2021), untuk memastikan apakah pencemaran tersebut masih berlangsung sampai saat ini," kata Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Syaripudin dalam keterangan diterima, Minggu (3/10/2021).
Dia mengatakan, pengambilan sampel dilakukan pihaknya untuk mengetahui apakah pencemaran Paracetamol masih berlangsung. Pihaknya juga berupaya mengidentifikasi sumber pencemarannya, sehingga akan ada langkah yang diambil untuk menghentikan pencemaran tersebut.
Advertisement
"Kami berkomitmen untuk mendalami dan menelusuri sumber pencemarnya dan mengambil langkah untuk menghentikan pencemaran tersebut," ungkap Syaripudin.
Sebagai informasi, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta melakukan pemantauan kualitas air laut secara rutin minimal per enam bulan sekali, berdasarkan 38 parameter yang baku mutunya diatur dalam PP 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun, parameter kontaminan jenis Paracetamol ini tidak diatur secara spesifik dalam pemantauan.
3 Kemungkinan Sumber Paracetamol Cemari Perairan Teluk Jakarta
Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan University of Brighton UK merilis hasil dari studi pendahuluan (preliminary study) mengenai kualitas air laut di beberapa situs terdominasi limbah buangan. Hasil studi tersebut dimuat dalam jurnal Marine Pollution Bulletin berjudul "High concentrations of paracetamol in effluent dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia".
Hasil riset ini menginvestigasi beberapa kontaminan air dari empat lokasi di Teluk Jakarta yaitu: Angke, Ancol, Tanjung Priok, dan Cilincing; serta satu lokasi di pantai utara Jawa Tengah yakni Pantai Eretan, Indramayu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa parameter nutrisi seperti Amonia, Nitrat, dan total Fosfat, melebihi batas Baku Mutu Air Laut Indonesia. Selain itu, Parasetamol terdeteksi di dua situs, yakni muara sungai Angke (610 ng/L) dan muara sungai Ciliwung Ancol (420 ng/L), keduanya di Teluk Jakarta.
Salah satu anggota tim peneliti dari BRIN, Zainal Arifin, mengatakan konsentrasi Paracetamol yang cukup tinggi meningkatkan kekhawatiran tentang risiko lingkungan yang terkait dengan paparan jangka panjang terhadap organisme laut di Teluk Jakarta.
"Hasil penelitian awal yang kami lakukan ingin mengetahui apakah ada sisa Parasetomol yang terbuang ke sistem perairan laut," papar Zainal Arifin dalam keterangan tulis, Sabtu (2/10/2021).
Zainal menjelaskan, bahwa secara teori sumber sisa Parasetamol yang ada di perairan teluk Jakarta dapat berasal dari tiga sumber. Yaitu: ekskresi akibat konsumsi masyarakat yang berlebihan; rumah sakit, dan industri farmasi.
"Dengan jumlah penduduk yang tinggi di kawasan Jabodetabek dan jenis obat yang dijual bebas tanpa resep dokter, memiliki potensi sebagai sumber kontaminan di perairan," katanya.
"Sedangkan sumber potensi dari rumah sakit dan industri farmasi dapat diakibatkan sistem pengelolaan air limbah yang tidak berfungsi optimal, sehingga sisa pemakaian obat atau limbah pembuatan obat masuk ke sungai dan akhirnya ke perairan pantai,” sambung dia.
Advertisement
Tak Seharusnya Ada di Laut
Paracetamol merupakan salah satu kandungan yang berasal dari produk obat atau farmasi yang sangat banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia secara bebas tanpa resep dokter.
Sisa atau limbah obat-obatan atau farmasi memang seharusnya tidak ada di dalam air sungai dan air laut.
“Tugas setiap kita baik industri maupun masyarakat, untuk menjaga kesehatan manusia dan juga kesehatan lingkungan termasuk laut. Semua itu agar kita dapat hidup lebih bermakna,” ungkap Zainal.
Pemerintah, lanjut dia, perlu melakukan penguatan regulasi tata kelola pengelolaan air limbah baik untuk rumah tangga, kompleks apartemen, dan industri.
"Sedangkan dalam pemakaian produk farmasi (obat, stimulan), publik perlu lebih bertanggung jawab, misalnya tidak membuang sisa obat sembarangan. Ini yang nampaknya belum ada, perlu ada petunjuk pembuangan sisa-sisa obat," pungkasnya.