Liputan6.com, Jakarta - DPR RI akan menggelar Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022 pada hari ini, Rabu (7/10/2011) pukul 10.30 WIB. Salah satu agenda paripurna hari ini adalah mengesahkan Rancangan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) atau yang dulu dikenal Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
"Pembicaraan tingkat II/pengambilan keputusan atas RUU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)," demikian kutipan undangan paripurna Sekjen DPR RI.
Baca Juga
Sementara itu, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR RI menolak hasil pembahasan RUU HPP. Anggota Komisi XI DPR FPKS Ecky Awal Munawar menyatakan, RUU tersebut tidak memenuhi prinsip keadilan dan memberatkan rakyat.
Advertisement
Menurut Ecky dalam pengambilan keputusan di Komisi XI DPR, FPKS memberikan catatan penolakan RUU HPP utamanya terhadap pengenaan pajak kebutuhan pokok, jasa pendidikan, pelayanan sosial, dan jasa kesehatan medis.
"Di saat berbagai insentif dan fasilitas perpajakan diberikan kepada masyarakat berpendapatan tinggi, Pemerintah justru terus mengejar sumber-sumber perpajakan dari masyarakat berpendapatan rendah. Sistem administrasi perpajakan yang tidak efisien terus menjadi permasalahan dalam pembangunan," kata Ecky.
Kebijakan perpajakan dinilai timpang
Ecky mengatakan, Fraksi PKS tidak sepakat dengan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen yang akan diberlakukan mulai 1 April 2022, dan 12 persen berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2025. Mendorong agar tarif Pajak Pertambahan Nilai setinggi-tingginya tetap 10 persen.
Menurut dia, penghapusan barang dan jasa yang tidak dikenai PPN, seperti barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan dan dikonsumsi oleh rakyat banyak, jasa kesehatan medis, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, jasa keagamaan dan lainnya, akan membebani rakyat.
Selain itu, lanjut Ecky, Fraksi PKS menolak pasal-pasal terkait dengan program pengungkapan sukarela wajib pajak sebagaimana yang dipahami publik sebagai program 'tax amnesty jilid 2'.
"Karena menunjukan kebijakan perpajakan kita yang semakin timpang dan jauh dari prinsip-prinsip keadilan," pungkas Ecky.
Â
Advertisement