Liputan6.com, Jakarta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggencarkan sosialisasi mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami di sepanjang pesisir Pulau Jawa bagian selatan. Langkah itu dianggap sebagai upaya mitigasi guna mewujudkan target zero victim atau nol korban manakala wilayah tersebut dihantam gempa bumi dan tsunami.
Mitigasi dilakukan dengan menggelar Sekolah Lapang Gempa (SLG) di Purworejo, Jawa Tengah. Di samping juga melakukan susur jalur guna memeriksa kelaikan jalur evakuasi, termasuk keberadaan rambu-rambu sepanjang jalur tersebut.
Baca Juga
"Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian mitigasi untuk menekan potensi resiko pada tingkat minimal selain inovasi teknologi yang terus dikembangkan oleh BMKG," ungkap Kepala BMKG, Dwikorita dalam keterangannya, Sabtu (9/10/2021).
Advertisement
Dwikorita menyebut, literasi kebencanaan masyarakat harus diperkuat. Terlebih di era disrupsi informasi seperti sekarang ini banyak sekali disinformasi maupun berita bohong yang beredar ditengah masyarakat dan menimbulkan keresahan juga kepanikan.
Hal tersebut, kata dia, merupakan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Maka dari itu, menurut Dwikorita, membangun literasi kebencanaan yang kuat membutuhkan sinergi dan kerja sama pentahelix, yaitu pelibatan pemerintah, pakar atau akademisi, dunia usaha, masyarakat dan media massa.
"Kolaborasi yang kuat akan mempercepat langkah penyebaran pengetahuan tentang bencana, sehingga masyarakat semakin kuat dalam mendukung kebijakan dan strategi penanggulangan bencana," tuturnya.
Dwikorita mengatakan bahwa pemerintah daerah di sepanjang selatan Jawa harus terus meningkatkan kesiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya gempa bumi dan tsunami. Penyediaan, penambahan, dan perbaikan jalur-jalur evakuasi, kata dia, menjadi salah satu langkah tepat untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk.
Sementara itu, Kepala Pusat Gempa dan Tsunami, Bambang S Prayitno menjelaskan, wilayah Kabupaten Purworejo merupakan kawasan rawan gempa dan tsunami, karena lokasinya yang berhadapan dengan sumber gempa megathrust segmen Jawa dengan potensi gempa dengan magnitudo maksimum M8,7.
Sumber gempa megathrust ini berada di zona subduksi yang merupakan tumbukan antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia di dasar laut Samudra Hindia selatan Purworejo.
Jika gempa dengan skenario terburuk ini terjadi, kata Bambang, maka guncangannya dapat menimbulkan kerusakan di Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian Jawa Barat dan Jawa Timur. Sementara itu, karena episenter gempa dahsyat ini di dasar laut dengan kedalaman hiposenter yang dangkal maka dapat memicu terjadinya tsunami.
Â
Catatan Sejarah
Sejarah mencatat bahwa wilayah Purworejo pernah dilanda gempa besar dan merusak pada tahun 1840, 1867, 1875, dan 1943. Sementara tsunami juga pernah terjadi pantai Purworejo pada tahun 1840 dan 1921.
Bambang menegaskan, sampai detik ini tidak ada satupun negara maupun teknologi di dunia yang mampu memprediksi kapan akan terjadi gempa termasuk besaran gempa dan letak gempa. Karenanya, selain pembangunan jalur evakuasi dan rambu, perlu juga disiapkan tempat penampungan bagi para pengungsi yang memiliki kelengkapan sarana dan prasarana.
"Semua masih sebatas potensi dengan melihat sejarah kegempaan di wilayah tersebut. Mudah-mudahan tidak terjadi gempa yang disusul tsunami. Tapi manakala terjadi, pemerintah daerah dan masyarakat, beserta semua unsur-unsur masyarakat sudah siap dan tidak gagap dalam menghadapinya," ujarnya.
Advertisement