Sukses

Syahrial Ungkap Komunikasi dengan Lili Pintauli Terkait Perkara di KPK

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar telah dinyatakan melanggar kode etik dan diberi sanksi berat terkait komunikasinya dengan Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial soal perkara di KPK. Terbaru, Lili kembali dilaporkan ke Dewas KPK karena diduga membohongi publik.

Liputan6.com, Jakarta - Wali Kota nonaktif Tanjungbalai, M Syahrial mengungkap komunikasi dirinya dengan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lili Pintauli Siregar. Komunikasi antara Syahrial dan Lili terkait penanganan perkara di KPK.

Hal itu diungkap Syahrial saat dihadirkan menjadi saksi dalam sidang kasus suap terhadap penyidik KPK asal Polri, Stepanus Robin Pattuju terkait penanganan perkara. Syahrial hadir melalui virtual dari Rumah Tahanan Kelas I Medan, Sumatera Utara. Syahrial merupakan terpidana dalam perkara ini.

Syahrial dihadirkan virtual untuk terdakwa Stepanus Robin Pattuju dan pengacara Maskur Husain. Dua terdakwa dihadirkan langsung di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin (11/10/2021).

Awalnya, Jaksa KPK Lie Putra Setiawan bertanya kepada Syahrial soal perkenalannya dengan Lili Pintauli Siregar.

"Lili pintauli kenal?," tanya Jaksa Lie yang diamini oleh Syahrial.

"Wakil Ketua KPK," jawab Syahrial.

Jaksa kemudian bertanya apakah pernah memberikan uang kepada Lili. Syahrial mengaku tidak pernah. Pertanyaan pun berlanjut apakah Syahrial pernah meminta tolong kepada Lili terkait perkara di KPK.

Syahrial kemudian menceritakan komunikasi dirinya dengan Lili.

"(Pernah) meminta tolong, (tapi) saat itu saya belum pernah bicara, tapi beliau (Lili) yang menyampaikan ada masalah di KPK, terus saya bilang 'itu kasus lama bu 2019', kemudian dijawab (Lili) 'banyak-banyak berdoalah," kata Syahrial.

Kemudian Jaksa Lie membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Syahrial saat proses penyidikan.

"BAP 41, setelah itu saya tidak komunikasi lagi dengan Bu Lili, baru komunikasi Juli 2020 saat saya sedang keluar tiga hari untuk jemaat tabligh, saya sedang cuti Pilkada, Bu Lili menyampaikan ada nama saya di berkas di mejanya, saya sampaikan itu perkara lama dari 2019, Bu Lili sampaikan agar saya banyak-banyak berdoa dan memohon petunjuk, kemudian saya sampaikan mohon dibantu, Bu Lili bilang tidak bisa dibantu, sudah keputusan pimpinan, lalu saya mengiyakan, benar?," tanya jaksa.

Syahrial membenarkan pernyataannya yang telah dituangkan di BAP tersebut.

 

2 dari 2 halaman

Lili Beri Kontak Arief Aceh

Lantaran kasusnya di KPK sudah tidak bisa dibantu, Lili lantas menyerahkan nama Arief Aceh kepada Syahrial. Jaksa pun bertanya terkait hal tersebut.

"Lili ada kasih saran?," tanya jaksa.

"Malam hari saya putuskan antara Pak Robin atau Bu Lili, saya mohon petunjuk kepada Bu Lili, akhirnya dikasih nama Arief Aceh," kata Syahrial.

Setelah mendapat kontak Arief Aceh, Syahrial mengaku sempat menghubungi Robin dan memberitahukan soal komunikasinya dengan Lili.

"Saya sampaikan ke Pak Robin, siapa Bang Arief Aceh, kata Bang Robin, itu pemain, terserah apa mau milih saya atau Arif Aceh, akhirnya saya putuskan ke Pak Robin," kata Syahrial.

Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) asal Polri Stepanus Robin Pattuju didakwa menerima uang Rp 11.025.077.000 dan USD 36 ribu atau jika dirupiahkan senilai Rp 513.297.001. Jika ditotal setara dengan Rp 11,5 miliar.

Jaksa menyebut Robin menerima suap sejak Juli 2020 hingga April 2021. Suap berkaitan dengan penanganan kasus di KPK. Robin menerima suap bersama dengan seorang pengacara bernama Maskur Husain.

Berikut rincian uang yang diterima Robin bersama Maskur Husain;

1. Dari Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial sejumlah Rp 1.695.000.000,

2. Dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan politikus Partai Golkar Aliza Gunado sejumlah Rp 3.099.887.000 dan USD 36 ribu,

3. Dari Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp 507.390.000,

4. Dari Usman Effendi sejumlah Rp 525.000.000,

5. Dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sejumlah Rp 5.197.800.000.

Atas perbuatannya, Robin didakwa melanggar Pasal Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.