Sukses

Periksa Moeldoko, Polisi Layangkan 20 Pertanyaan Terkait Laporan ICW

Moeldoko diperiksa polisi sebagai saksi pelapor atas laporannya terhadap peneliti ICW terkait dugaan pencemaran nama baik.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menjalani pemeriksaan atas laporannya terhadap Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primasyogha dan Miftah terkait dugaan pencemaran nama baik terhadap dirinya.

"Ya saya memenuhi panggilan selaku pelapor. Ada kurang lebih 20 pertanyaan," tutur Moeldoko di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/10/2021).

Moeldoko menegaskan dirinya melakukan hal sesuai aturan yang berlaku dan sebagai warga negara Indonesia.

"Ya saya selaku warga negara yang baik mengikuti prosedur dan aturan yang telah ditetapkan," kata Moeldoko.

Sebelumnya diberitakan, Bareskrim Polri menjadwalkan memanggil Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko sebagai saksi pelapor atas laporannya terhadap Peneliti ICW Egi Primasyogha dan Miftah terkait dugaan pencemaran nama baik terhadap dirinya."

(Hari ini) pukul 15.00 Wib Pak Moeldoko diperiksa sebagai saksi pelapor di Mabes Polri," kata kuasa hukum Moeldoko, Otto Hasibuan saat dihubungi, Selasa (12/10/2021).

Dalam pemeriksaan nanti, Otto mengaku akan mendampingi Moeldoko yang akan diperiksa sebagai saksi. Selain itu, dia menegaskan, tidak akan melayangkan somasi kembali terhadap ICW dan akan mengikuti proses hukum.

"Tidak lagi ada somasi, tetap mengikuti saja proses hukum," tegasnya.

Secara terpisah, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto membenarkan terkait pemeriksaan Moeldoko pada hari ini. Karena, pemeriksaan itu sendiri memang sudah terjadwalkan.

"Yang terjadwal begitu ya," ujar Agus.

2 dari 2 halaman

Sempat Somasi ICW

Sebelum melapor ke polisi, Moeldoko lebih dulu melempar surat somasi ketiga kepada Indonesia Corruption Watch (ICW) agar dalam waktu 5 x 24 jam menunjukkan bukti-bukti tuduhan keterlibatan mengambil keuntungan dari peredaran obat Ivermectin dan ekspor beras.

"Kami berunding dengan Pak Moeldoko, ya, sudah kalau orang salah siapa tahu mau berubah. Kami berikan kesempatan sekali lagi, kesempatan terakhir kepada saudara Egi, surat teguran ketiga dan terakhir. Kami tegas katakan kami berikan 5 x 24 jam untuk mencabut pernyataan dan minta maaf kepada Pak Moeldoko," kata penasihat hukum Moeldoko, Otto Hasibuan, dalam konferensi pers virtual di Jakarta dilansir Antara, Jumat, 20 September 2021.

Somasi pertama Moeldoko dilayangkan pada tanggal 30 Juli 2021, kemudian somasi kedua pada tanggal 6 Agustus 2021.

Dalam kedua somasi tersebut, Otto meminta peneliti ICW Egi Primayogha memberikan bukti-bukti dari mengenai pernyataan soal Moeldoko mengambil rente dari peredaran Ivermectin serta menggunakan jabatannya untuk melakukan ekspor beras.

"Apabila tidak mencabut dan meminta maaf, saya nyatakan dengan tegas bahwa kami sebagai penasihat hukum akan melapor ke polisi," kata Otto.

Otto menyebut Moeldoko sudah memberikan waktu yang cukup kepada ICW untuk menjawab somasi pertama dan kedua. Akan tetapi, dia merasa tidak puas dengan surat jawaban ICW.

Dia menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk berlindung di balik demokrasi tetapi mencemarkan nama orang lain.

"Jadi, kalau sampai tidak minta maaf, kami akan lapor kepada yang berwajib, ke kepolisian. Mudah-mudahan Pak Moeldoko sendiri yang akan melapor ke kepolisian," kata Otto.

Menurut Otto, Egi Primayogha tidak membalas somasi Moeldoko, tetapi yang membalas somasi adalah Koordinator ICW Adnan Topan Husodo.

"Di surat dia disebut sebagai Koordinator ICW saja, bukan kuasa hukum saudara Egi, padahal yang tegas yang memberikan menyampaikan siaran pers dan diskusi publik adalah Egi sendiri dan temannya, jadi perbuatan pidana itu tidak bisa dipindahkan kepada orang lain," ujar Otto.

Dalam surat balasan ICW tersebut, Otto menilai ICW tidak dapat membuktikan analisis mengenai dugaan keterlibatan Moeldoko dalam peredaran Ivermectin dan ekspor beras.

"Balasan mereka benar-benar melakukan fitnah dan pencemaran nama baik karena mereka mengatakan melakukan penelitian sebelum mengungkap ke media," katanya.

Dalam balasan surat, lanjut dia, ternyata bila dilihat metodologinya tidak ada interview, hanya mengumpulkan data sekunder. Dengan demikian, ini bukan penelitian karena ICW hanya membuat analisis dengan menggabung-gabungkan cerita yang ada di media.

Â