Sukses

Jika Dikembangkan, Bangunan Kuno di Kawasan Stasiun Bogor Bisa Seperti Beijing Lu Station

Tim peneliti meminta saluran air buatan Belanda di kawasan Stasiun Bogor, Jawa Barat dijadikan sebagai destinasi wisata sejarah baru.

Liputan6.com, Jakarta - Tim peneliti meminta saluran air buatan Belanda di kawasan Stasiun Bogor, Jawa Barat dijadikan sebagai destinasi wisata sejarah baru.

Dari hasil penelusuran tim kajian terdiri dari unsur Pemkot Bogor, Arkeologi Jabar dan tim ahli pada Kamis (14/10/2021), terdapat tiga saluran air yang dibangun sekitar 1880-an. Saluran air berbentuk setengah lingkaran itu saling terhubung dan mengarah ke kolam yang disinyalir tempat pengolahan limbah sebelum dibuang ke Sungai Cipakancilan.

"Harapan kami yang sudah ditemukan itu bisa dipertahankan dan segera dijadikan destinasi wisata sejarah," kata Kepala Balai Arkeologi Jabar, Deni Sutrisna.

Apalagi, informasi yang dia dapat akan ada rencana perluasan depo di Stasiun Bogor, sementara lokasi saluran air yang dibangun jaman kolonial Belanda ini melintas tepat berada di bawahnya.

Untuk itu, Deni meminta Pemkot Bogor mengingatkan pihak PT KAI agar perluasan depo nantinya tidak mengganggu atau merusak bangunan bersejarah itu.

"Jangan sampai nanti kita khususnya para pecinta cagar budaya kecolongan. Setidaknya terkait dengan temuan ini siapapun stakeholder yang punya kepentingan ke depan harus melestarikan peninggalan sejarah," kata dia.

Deni juga mengingatkan semua pihak terutama pemangku kebijakan bahwa pembangunan harus diiringi dengan pelestarian sejarah.

"Jangan sampai niatnya ingin mempercantik kota tapi melupakan sejarah itu sendiri," ujar kata Deni.

Ketua Tim Kajian Saluran, Wahyu Gendam Prakoso menerangkan tim peneliti telah mengidentifikasi penemuan saluran air di kawasan Stasiun Bogor. Saluran air yang membentang di bawah Jalan Nyi Raja Permas dan MA Salmun dibangun sekitar tahun 1880-an dan difungsikan dari masa ke masa. Akan tetapi, telah mengalami beberapa kali perbaikan dari era kolonial Belanda sampai dengan tahun 1956.

Hal itu terlihat dari teknik pembuatan, struktur dan adanya kombinasi material bangunan yang tersusun pada fisik bangunan saluran air tersebut.

"Itu bisa kita lihat dari materialnya bermacam-macam. Ada yang menggunakan material bata, ada juga yang kami temukan berupa susunan batu. Jadi kemungkinan itu tidak berasal dari satu masa saja," terang Wahyu.

Wahyu menyebutkan, terdapat tiga saluran air di kawasan itu. Tinggi saluran air dari permukaan hingga dinding atas sekitar 2 meter lebih. Sehingga dengan leluasa manusia bisa berdiri tegak di dalam saluran air tersebut.

Dari tiga saluran air, satu titik membentang dari arah Taman Wilhelmina (Taman Topi). Satu lagi berasal dari emplacement Stasiun Bogor. Terakhir, mengarah ke Sungai Cipakancilan.

Dua di antaranya mengarah ke sebuah bangunan berbentuk kotak dengan kedalaman diperkirakan mencapai 2,5 meter dan lebar 5 meter. Bangunan itu disinyalir adalah sebuah kolam.

"Berdasarkan dokumen dan peta sejarah dari beberapa sumber termasuk PT KAI, cukup akurat. Bangunan itu pertemuan dari beberapa saluran dan arahnya jelas. Yang satu dari arah Nyi Raja Permas, ada yang sejajar dengan stasiun, satu lagi ke arah Sungai Cipakancilan," kata Wahyu.

Tak hanya itu, berdasarkan sumber peta dari PT KAI, juga terdapat dua kolam yang disinyalir berfungsi sebagai pengolahan limbah rumah tangga dan aktivitas masyarakat pada jaman Belanda, sebelum akhirnya dibuang ke Sungai Cipakancilan.

"Penyaringan air ini jumlahnya sepasang. Satu titik lokasinya ada dekat Sungai Cipakancilan dan satu lagi di Jalan Pabrik Gas, MA Salmun," ujarnya.

2 dari 2 halaman

Seperti di Beijing Lu Station

Namun sampai saat ini tim peneliti dari Balai Arkeologi Provinsi Jawa Barat dan Universitas Pakuan belum bisa menembus dua kolam retensi ini. Hal ini lantaran terkendala akses masuk.

"Kami belum bisa tembus karena akses yang kalau kita lewati Stasiun Bogor diperkirakan (kolam) letaknya di bawah gardu PLN, jadi ga mungkin kan bongkar gardu," ucap Wahyu.

Menurutnya, jika kawasan Stasiun Bogor dikembangkan maka akan mirip seperti di Beijing Lu Station di Guangzhou, China. Konsep pedestrian dan stasiun terintegrasi dengan wisata sejarah.

"Kota Bogor bisa seperti disana. Saat ini sedang dibangun alun-alun, ada pedestrian terintegrasi dengan stasiun. Nah nantinya bisa dipadukan dengan bangunan kuno yang kita temukan ini menjadi wisata sejarah," ujarnya.

Selain mempertahankan bangunan heritage, lanjut Wahyu, bisa sebagai sarana edukasi sejarah bagi warga Bogor.

"Ini akan memberi nilai tambah bagi Pemkot Bogor untuk mendatangkan wisatawan," kata dia.

Â