Sukses

HEADLINE: Rencana Mustafa Kemal Ataturk Jadi Nama Jalan di Jakarta, Urgensinya?

Banyak yang menolak nama Mustafa Kemal Ataturk jadi nama jalan di Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mewacanakan memberi nama Mustafa Kemal Ataturk untuk nama jalan di daerah Menteng, Jakarta. Sosok Presiden Pertama Turki tersebut menjadi inspirasi tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia, termasuk Soekarno.

Namun, sejumlah kalangan justru menolak Mustafa Kemal Ataturk untuk diabadikan menjadi nama jalan di jantung Ibu Kota.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai Mustafa Kemal Ataturk merupakan tokoh yang kontroversial. Sebab semasa pemerintahannya banyak hal yang bertentangan dengan ajaran Islam.

"Jadi Mustafa Kemal Ataturk ini adalah seorang tokoh yang kalau dilihat dari fatwa MUI adalah orang yang pemikirannya sesat dan menyesatkan," kata Anwar dalam keterangan tertulis, Senin (17/10/2021).

Anwar juga menilai pergantian nama tersebut akan melukai hati umat Islam. Indonesia merupakan negara yang berketuhanan seperti halnya Pancasila sebagai dasar negara.

"Oleh karena itu kalau pemerintah tetap akan mengabadikan namanya menjadi salah satu nama jalan di ibu kota Jakarta hal itu jelas merupakan sebuah tindakan yang tidak baik dan tidak arif serta jelas-jelas akan menyakiti dan mengundang keresahan di kalangan umat Islam yang itu jelas tidak kita harapkan," jelas dia.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Politikus PKS Hidayat Nur Wahid. Melalui akun Twitternya, dia berharap pemerintah melihat masukan dari masyarakat Indonesia, yang tak berkenan nama Mustafa Kemal Ataturk dijadikan nama jalan.

"Harusnya hubungan yang baik Turki-Indonesia ditingkatkan, jangan dicederai dengan wacana kontroversial seperti ini," kata Hidayat seperti dikutip dari Twitternya, Senin (17/10/2021).

Jika ini memang timbal balik lantaran Turki sudah menggunakan nama Presiden Soekarno, seharusnya bisa tokoh lain selain Mustafa Kemal Ataturk.

"Tokoh Turki yang tidak kontroversial dan diterima baik di Indonesia. Seperti Sultan Sulaiman Al Qanuni, Sultan Muhammad al Fatih, atau tokoh Sufi Al Rumi yang popuper dengan tari sufinya itu," kata Hidayat.

Anggota Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Nasrullah pun mengatakan, Mustafa Kemal Ataturk tidak sejalan dengan umat Islam.

"Kami sangat tidak setuju karena nama tersebut sangat resisten terutama kepada umat Islam. Kebijakan Atartuk yang tidak mendukung dan bahkan melarang kegiatan Islam di Turki," kata Nasrullah kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (19/10/2021).

Selain itu, dia menyatakan Mustafa Kemal Ataturk sangat mencoreng hati nurani umat Islam dan negeri lainnya. Nasrullah menyarankan agar pemerintah dapat mengganti nama Ataturk dengan tokoh Turki lainnya.

"Sebagai bentuk kerjasama antara Indonesia dan Turki dan untuk pengabadian nama tokoh besar Turki adalah Sultan Hamid dan Sultan Al Fatih. Tokoh ini tokoh besar yang diabadikan kebesaran Turki Usmani," jelas dia.

Lalu, mengapa ada nama Mustafa Kemal Ataturk yang merupakan Pemimpin Turki bakal jadi nama jalan di Jakarta?

Dubes Indonesia untuk Turki, Lalu M. Iqbal menjelaskan bahwa bapak bangsa Indonesia, Presiden Soekarno juga menjadi nama jalan di Ankara. 

"Pemerintah Turki setuju memenuhi permintaan Indonesia untuk memberikan nama jalan di depan KBRI Ankara dengan nama Bapak Proklamasi kita, Ahmet Sukarno (nama yang dikenal di Turki). Sesuai tata krama diplomatik, kita akan memberikan nama jalan di Jakarta dengan nama jalan Bapak Bangsa Turki," demikian penjelasan Duta Besar RI di Turki, Lalu M. Iqbal di Ankara, Selasa (19/10/2021). 

Turki memberikan izin nama jalan Ahmet Sukarno karena faktor kedekatan Indonesia-Turki. 

Lalu menjelaskan bahwa pemilihan nama jalan Mustafa Kemal Ataturk tersebut adalah hak Turki.

"Yang akan menentukan nama jalannya bukan Pemerintah Indonesia dan juga bukan Pemda DKI. Pemerintah Turki yang akan menentukan nama jalan tersebut nanti," jelas Dubes Lalu.

Lalu mengatakan, ada yang namanya asas timbal balik dalam hubungan diplomatik, sehingga pemberian nama jalan untuk Turki sebagai timbal balik adalah hal yang lumrah.

Lalu menegaskan, pemilihan nama Ataturk belum final.

"Kita masih menunggu usulan resmi nama jalan tersebut. Apapun nama jalan itu nanti, pasti itu mewakili harapan pemimpin dan rakyat Turki," ujarnya.

Minta Masyarakat Menghormati

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria meminta masyarakat menghormati usulan penggantian nama salah satu di jalan Jakarta dengan nama tokoh Turki Mustafa Kemal Ataturk.

"Kita hargai satu sama lain, insyallah pemerintah akan mencarikan solusi yang terbaik supaya baik bagi semua termasuk hubungan kita degan pemerintah Turki menjadi lebih baik," kata Riza di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (18/10/2021).

Dia menyatakan kantor KBRI di Turki telah diganti dengan nama Presiden Soekarno.

Karena itu, Riza menuturkan, penamaan jalan dengan tokoh Turki telah diusulkan.

"Kebetulan nama yang diusulkan dari mereka ya Ataturk. Ya kita saling menghormati menghargai antar negara," jelas dia.

Sementara Pengamat Hubungan Internasional, Dinna Wisnu mengatakan tak ada masalah jika menggunakan nama Mustafa Kemal Ataturk untuk nama jalan di jantung Ibu Kota. 

"Nama Sukarno yang saya tahu dipakai di ibu kota Turki, Ankara, untuk jalan yang cukup besar dimana Kedutaan Besar Indonesia berada," kata Dinna kepada Liputan6.com. 

"Bagi yang keberatan, kata dia, perlu lebih paham dunia diplomasi itu seperti apa, karena buat Turki Ataturk adalah pahlawan nasional yang dianggap bapa Republik, maka setara statusnya dengan proklamator RI," sambung Dinna.

Penamaan jalan ini, kata dia, merupakan simbol hubungan diplomatik. "Nama Sukarno sudah lebih dulu ada di sana, jadi sepatutnya ada balasan setara dari kita pada masyarakat dan pemerintah Turki," tandas dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

Disarankan Cari Tokoh Turki Lain

Sejarawan dari Universitas Indonesia Tiar Anwar Bachtiar mengaku tidak mempermasalahkan rencana pergantian nama salah satu jalan di Jakarta dengan nama tokoh Turki. Namun, dia tidak setuju ketika nama Mustafa Kemal Ataturk akan digunakan untuk nama jalan di Indonesia.

"Ini Mustafa Kemal kontroversial, dia ini tentu oleh orang-orang Turki sebagian Kemalis anggap sebagai pahlawan tapi sebagian lain ada tokoh antagonis tokoh yang penuh dengan intrik dia juga sudah menghancurkan khilafah dan sebagainya," kata Tiar saat dihubungi Liputan6.com, Senin (18/10/2021).

Tiar menyebut, Mustafa Kemal Ataturk tidak memiliki nama terlalu baik untuk masyarakat Turki. Karena hal itu, dia meminta pemerintah agar mencari nama tokoh Turki lainnya.

"Sebaiknya kalau memang pemerintah Indonesia mau memasang nama salah satu tokoh Turki, banyak tokoh Turki yang tidak kontroversial bisa diterima oleh semua masyarakat," ucap dia.

Sementara Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak mengatakan pergantian nama jalan dengan tokoh negara lain merupakan hal yang lumrah.

"Itu prosedur normal seperti kita mengajukan agar jalanan di Ankara Turki itu berubah Soekarno Street. Ya enggak ada yang urgen kalau kita setuju ya oke," kata Gilbert saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (19/10/2021).

Menurut dia, permintaan pergantian nama jalan telah diajukan terlebih dahulu oleh pihak Indonesia ke Turki. Gilbert menyebut hal itu merupakan bentuk diplomasi antar negara.

Dia juga mengaku kaget permintaan pergantian nama jalan menjadi sorotan sejumlah pihak. Sebab pengajuan pergantian nama telah berdasarkan norma internasional.

"Ini adalah murni persoalan diplomasi dan hubungan baik antar negara. Tidak ada kaitan dengan unsur-unsur lain tidak ada unsur SARA," jelas dia.

3 dari 3 halaman

Sepak Terjang Mustafa Kemal Ataturk

Berdasarkan biografi Atatürk di Brittanica, sosok itu menjadi bapak dari Turki modern karena berhasil mengangkat semangat rakyat untuk bangkit usai berbagai kekalahan dan mismanajemen oleh sultan-sultan Utsmaniyah. 

Mustafa Kemal lahir pada 1881 di Salonika (kini wilayah Yunani). Ketika muda, ia kuliah di War College di Istabul. Kampus itu ternyata memiliki sentimen negatif terhadap Sultan Abdul Hamid II yang opresif.

Sejarah mencatat Sultan Abdul Hamid II mengerahkan polisi rahasia, serta melakukan sensor kepada oposisi. Pembantaian di Armenia juga dilakukan di zamannya, selain itu banyak konflik terjadi di zamannya.

Namun, kekuatan Utsmaniyah sudah lama melemah, serta banyak kasus korupsi. Mereka lantas dijuluki Orang Sakit di Eropa.

Mustafa Kemal kemudian bergabung dengan Committee of Union and Progress (CUP) yang punya koneksi dengan Young Turks (Turki Muda). Kelompok anti-pemerintah inilah yang memicu akhir dari Kesultanan Utsmaniyah.

Pada 1908, pemberontakan pecah di Makedonia. Sultan dituntut untuk menegakkan kembali konstitusi 1876 untuk membatasi kekuasannya. 

Gerakan itu dipimpin oleh kelompok Turki Muda. Sosok pahlawan di pemberontakan ini adalah Enver Paşa, yang sebetulnya anti-pemerintah. Namun, Envar dan Mustafa Kemal adalah rival. 

Ketika Perang Dunia I pecah, Mustafa Kemal ikut menjadi sosok pahlawan. Ia mendapat sorotan dunia setelah menyelamatkan Istanbul dari serangan Inggris dan sekutunya (waktu itu Turki berpihak dengan Jerman). 

Pada periode ini, sultan Utsmaniyah sebetulnya sudah tak punya kekuatan, dan sebetulnya Enver Paşa yang membawa Turki masuk ke PD I. Waktu itu, Enver adalah Menteri Perang. Sultan Mehmed V lantas mendeklarasi jihad melawan pasukan Sekutu. 

Sejarah mencatat keputusan terlibat ke Perang Dunia I ternyata tidaklah bijak bagi Turki. Perang inilah yang mengakhiri reputasi Enver, serta membuka jalan menuju akhir kesultanan Utsmaniyah.

Ketika situasi berantakan usai PD I, Mustafa Kemal hadir sebagai pahlawan untuk menstabilkan Anatolia pada 1919. Tugas itu diberikan oleh sultan terakhir: Mehmed VI.

Namun, Mustafa Kemal malah mengklaim Sultan Mehmed V dijadikan tawanan oleh pasukan Sekutu. Perintah dari Sultan Mehmed V lantas diabaikan, meski Sekutu telah meminta sang sultan untuk mengirim pesan ke berbagai pemimpin daerah agar tak mengikuti instruksi Mustafa Kemal. 

Mustafa Kemal perlahan berhasil menarik simpatisan dari kalangan nasionalis di Turki. Ia lantas mendirikan pusat pemerintahan sendiri di Ankara, sementara sultan di Istanbul.

Di Ankara, kekuasaan Mustafa Kemal semakin kuat. Ia menjadi presiden, mendirikan parlemen, dan punya pasukan militernya sendiri untuk menjaga Turki yang kondisinya sedang lemah usai kalah di PD I. 

Salah satu pertarungan yang ia alami adalah melawan pasukan Yunani yang ingin masuk ke wilayah Turki. 

Pengaruh Mustafa Kemal semakin besar dan akhirnya pada 1 November 1922 muncul keputusan dari parlemen di Ankara untuk membubarkan kesultanan Utsmaniyah. 

Sultan Mehmed VI lantas turun takhta dan menjadi eksil di Italia. Dengan ini, sejarah ratusan tahun kesultanan Utsmaniyah berakhir dan lahirlah Republik Turki yang menganut paham sekuler.