Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyatakan, mayoritas publik menilai pemberantasan korupsi selama dua tahun terakhir ini sangat buruk. Hal ini berdasarkan hasil survei 'Evaluasi Publik Nasional Dua Tahun Kinerja Presiden Jokowi'.
Dalam survei, hanya 24,9 persen publik Indonesia yang menilai kondisi pemberantasan korupsi baik atau sangat baik. Angka ini lebih rendah dibanding yang menilai buruk atau sangat buruk, yakni sebesar 48,2.
Advertisement
Baca Juga
Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas mengatakan, yang menilai kondisi pemberantasan korupsi sedang saja sebanyak 23,2 persen. Masih ada 3,8 persen yang tidak menjawab atau tidak tahu.
"Dalam 2 tahun terakhir, persepsi atas korupsi cenderung memburuk. Dari April 2019 ke September 2021, yang menilai korupsi di negara kita semakin banyak jumlahnya naik dari 47,6 persen menjadi 49,1 persen, sebaliknya yang menilai korupsi semakin sedikit menurun dari 24,5 persen menjadi 17,1 persen," terang Abbas dalam konpers daring, Selasa (19/10/2021).
Adapun survei digelar pada 15 - 21 September 2021 melalui tatap muka atau wawancara langsung. Sampel 1.220 responden dipilih secara acak (multistage random sampling) dari seluruh populasi Indonesia yang berumur minimal 17 tahun atau sudah menikah.
Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 981 atau 80 persen. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,19 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Â
Firli Bahuri: KPK Tak Lelah Berantas Korupsi
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol Firli Bahuri menyatakan pihaknya komitmen memberantas tindak pidana korupsi. Pernyataan Firli ini disampaikan usai tim penindakannya menangkap Bupati Muara Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin.
"KPK berkomitmen dan tidak pernah lelah memberantas korupsi sampai Indonesia bersih dari praktik-praktik korupsi. Siapa pun pelakunya, kami tidak pandang bulu jika cukup bukti karena itu prinsip kerja KPK," ujar Firli dalam keterangannya, Sabtu (16/10/2021).
Dia meminta masyarakat bersabar dan memberikan waktu pada tim satgas untuk menyelesaikan pekerjaan terkait OTT Musi Banyuasin. KPK berjanji akan menjelaskan secara utuh mengenai OTT tersebut setelah proses pengumpulan keterangan dan barang bukti rampung.
Firli menegaskan KPK bekerja berdasarkan alat bukti untuk membuat terangnya suatu peristiwa pidana korupsi dan menemukan tersangka.
"KPK akan menyampaikan ke publik terkait perkembangan penyidikan termasuk menyampaikan seseorang sebagai tersangka berdasarkan bukti yang cukup dan KPK memegang prinsip the sun rise and the sun set principle, seketika seseorang menjadi tersangka maka harus segera diajukan ke persidangan peradilan," katanya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Musi Banyuasin (Muba) Dodi Reza Alex Noerdin dalam operasi tangkap tangan (OTT) Jumat, 15 Oktober 2021 malam. Bersama Bupati, tim penindakan juga menangkap lima orang lainnya.
"Sejauh ini ada sekitar 6 orang di antaranya Bupati Kabupaten Muba dan beberapa ASN di lingkungan Pemkab Muba," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (16/10/2021).
Ali mengatakan, operasi senyap yang dilakukan tim penindakan KPK terkait dugaan tindak pidana suap pengadaan barang dan jasa infrastruktur di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel.
Â
Advertisement