Sukses

KPK Cecar Istri Dodi Reza Alex Noerdin Terkait Barang Sitaan dan Penghasilan

Selain soal penghasilan Dodi Reza sebagai bupati, Erini juga dicecar soal adanya pertemuan yang diduga diikuti Erini.

Liputan6.com, Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Erini Mutia Yufada, istri dari Bupati nonaktif Musi Banyuasin (Muba) Dodi Reza Alex Noerdin dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel) 2021.

Erini diperiksa pada Senin, 25 Oktober 2021 di Gedung Merah Putih KPK. Pemeriksaan Erini dilakukan untuk melengkapi berkas penyidikan Kadis PUPR Musi Banyuasin Herman Mayori.

"Erini Mutia Yufada diperiksa sebagai saksi. Yang bersangkutan hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan penghasilan DRA (Dodi Reza Alex Noerdin) selaku Bupati," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (26/10/2021).

Selain soal penghasilan Dodi Reza sebagai bupati, Erini juga dicecar soal adanya pertemuan yang diduga diikuti Erini. Tak hanya itu, Erini juga diselisik soal barang bukti kasus ini yang telah disita tim penyidik.

"Disamping itu adanya dugaan beberapa pertemuan yang turut dihadiri oleh saksi. Serta di konfirmasi berbagai barang bukti yang telah dilakukan penyitaan oleh tim penyidik KPK," kata Ali.

2 dari 2 halaman

4 Orang Tersangka

KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek di Pemkab Musi Banyuasin (Muba). Mereka yakni Dodi Reza Alex Noerdin, Kadis PUPR Musi Banyuasin Herman Mayori, pejabat pembuat komitmen (PPK) Dinas PUPR Musi Banyuasin Eddi Umari, dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy.

Selaku penerima suap, Dodi, Herman, dan Eddu disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara Suhandy dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Â