Liputan6.com, Jakarta Nama Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat disebut sebagai salah satu pihak yang memerintahkan untuk dilakukannya pembuntutan terhadap rombongan Rizieq Syihab, dengan surat perintah penyidikan (sprindik).
Hal itu terungkap, ketika jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan kepada Toni Suhendar, anggota Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya dalam sidang atas terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dalam perkara Unlawful Killing, Laskar FPI secara daring di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Selasa (26/10).
"Kombes Tubagus Ade Hidayat, itu yang memperintahkan? Memerintahkan untuk penyidikan dan penyelidikan?" tanya jaksa saat sidang.
Advertisement
Baca Juga
"Iya," jawab Toni secara singkat.
"Tubagus Ade Hidayat Dirkrimum Polda Metro Jaya?" tegas kembali jaksa.
"Iya," timpal Toni.
Lantas dari perintah tersebut, Toni bersama tujuh personel yang didalamnya termasuk Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohomengi yang kini menjadi terdakwa berangkat mengikuti rombongan Rizieq Shihab dengan menggunakan 3 mobil.
"Bertujuh, kami mengikuti rombongan, pakai mobil," ujar Toni dalam persidangan.
Lalu, jaksa kembali menanyakan Toni terkait kesiapan yang dilakukan timnya sebelum berangkat. Toni mengatakan sehari sebelum melakukan pembuntutan pihaknya melakukan breafing.
"Breafingnya tanggal 5 tersebut. Berangkat bersamaan dari kantor, jam 9 malam," kata Toni.
"Sebelum berangkat apa ada pengecekkan apa saja yang dibawa?" tanya jaksa.
"Masing-masing aja, persiapan masing-masing," jawab Toni.
Toni mengatakan yang dibawa masing-masing anggota pada saat itu adalah HP dan senjata. Senjata yang dibawa pun disebut merupakan senjata pegang masing-masing.
"Yang dibawa HP, mobil sama senjata api, masing-masing senjata api. Senjata pegangan, sudah lama pakai," tuturnya.
Lebih lanjut, ketika proses pembuntutan rombongan Rizieq, Toni mengaku sempat terpisah. Ketika terpisah, dia menerima telepon oleh Ipda Elwira untuk datang ke km 50 dan melihat 4 anggota eks Laskar FPI tiarap dengan kondisi tangan tak diikat atau diborgol.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tidak Bawa Borgol
Jaksa lantas menanyakan alasan tidak adanya borgol yang dibawa saat kejadian. Menurut Toni, pihaknya tidak membawa borgol lantaran bertugas untuk mengamati.
"Kenapa tidak membawa borgol?" tanya Jaksa.
"Karena untuk mengamati, jadi kita tidak membawa borgol," jawab Toni.
Sedangkan terkait tidak memborgol Laskar FPI, Ipda Yusmin Ohorella dan Bripu Fikri Ramadhan dianggap telah melanggar SOP saat pengamanan insiden Km 50. Padahal jaksa menilai keempatnya seharusnya diborgol.
"Yang seharusnya keempat orang anggota FPI yang sebelumnya telah melakukan pembacokan dan penembakan wajib bagi petugas keamanan khususnya dari Kepolisian RI apabila seseorang pelaku kejahatan yang tertangkap atau dalam penguasaan petugas kepolisian segera dilakukan tindakan pengamanan dengan cara diborgol atau diikat," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di PN Jaksel, Senin (18/10).
Bahkan, Jaksa menyebut jika seharusnya para Laskar FPI tidak diizinkan diberi keleluasaan bagi para pihak yang tertangkap, lantas pada waktu yang sama melakukan perlawanan. Sebagaimana Peraturan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri Nomor 3 Tahun 2011 tanggal 13 Desember 2011 tentang Tata Cara Pengawalan Orang/Tahanan.
Sehingga dari kesalahan SOP tersebut, lanjut jaksa, jadi salah satu pemicu terjadi Unlawful Kiling, dimana petugas menembak empat laskar FPI yang kala itu telah berada di bawah kekuasaan petugas yang berbuntut perkara Unlawful Killing.
Atas perbuatannya, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin Ohorella didakwa dengan dakwaan primer Pasal 338 dan dakwaan Subsidair Pasal 351 ayat 3 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com
Advertisement