Liputan6.com, Jakarta La Nina merupakan fenomena mendinginnya suhu muka laut (SML) di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur hingga melewati batas normalnya. Peningkatan curah hujan sebulan terakhir merupakan dampak La Nina yang terasa di Indonesia.
Terkait fenomena tersebut, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan kemungkinan bencana hidrometeorologi bakal terjadi.
Advertisement
Baca Juga
"Ini tentunya dapat meningkatkan potensi bencana hidrometeorologi seperti angin kencang, banjir, banjir bandang, dan tanah longsor," kata Dwikorita di Jakarta, seperti dikutip Antara, Sabtu, 23 Oktober 2021.
Berdasarkan monitoring terhadap perkembangan terbaru dari data suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur, menunjukkan bahwa saat ini nilai anomali telah melewati ambang batas La Nina, yaitu -0,61 pada dasarian I Oktober 2021.
La Nina diprakirakan terus berkembang setidaknya hingga Februari 2022. Oleh karena itu, Indonesia harus segera bersiap karena fenomena ini diperkirakan berlangsung dengan intensitas lemah-sedang.
Berikut sederet pesan dari BMKG terkait persiapan yang harus dilakukan guna menghadapi ancaman fenomena La Nina dihimpun Liputan6.com:
1. Picu Terjadinya Bencana Hidrometeorologi
Peningkatan curah hujan akibat La Nina dapat meningkatkan kemungkinan terjadi bencana hidrometeorologi.
Dwikorita mengatakan La Nina lemah yang terdeteksi pada Oktober 2021 diprakirakan menguat pada November dan Desember dan menjadi La Nina moderat pada akhir tahun 2021 hingga Februari 2022.
"Hal tersebut perlu disikapi dengan tepat oleh segenap masyarakat, terlebih para petani, sehingga kondisi hujan yang berlebih tidak menimbulkan kerugian bagi pertanian," ungkap Dwilkorita.
Advertisement
2. Mengancam Sektor Pertanian dan Perikanan
Secara spesifik, bencana hidrometeorologi dapat membahayakan sektor pertanian dan perikanan. Untuk itu Dwikorita mengatakan pemerintah harus memberi perhatian lebih di kedua sektor tersebut.
"Dampaknya akan mengancam ketahanan pangan karena berpotensi merusak tanaman akibat banjir, hama dan penyakit tanaman, serta juga mengurangi kualitas produk karena tingginya kadar air," kata Dwikorita dalam keterangan di Jakarta, Kamis, 28 Oktober seperti dikutip dari Antara.
Di sektor perikanan, katanya, pasokan ikan akan berkurang drastis akibat nelayan tidak bisa melaut.
Kalaupun melaut, kata dia, maka hasil tangkapannya tidak akan maksimal karena tingginya gelombang dan memengaruhi hasil laut di pasaran yang cenderung mahal.
3. BPBD Diminta Bersiaga
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di 34 provinsi untuk bersiaga menghadapi fenomena La Nina.
Pasalnya, peningkatan curah hujan yang terjadi akibat fenomena ini berpotensi memicu sejumlah bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor dan angin kencang.
Kesiapsiagaan pemerintah daerah dan masyarakat ini merujuk pada informasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengenai potensi La Nina di Indonesia yang dapat terjadi pada periode Oktober 2021 hingga Februari 2022.
Fenomena tersebut merupakan anomali iklim global yang dapat memicu peningkatan curah hujan.
"Catatan historis menunjukkan bahwa La Nina tahun 2020 menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi curah hujan bulanan di Indonesia hingga 20 persen sampai dengan 70 persen dari kondisi normalnya," ujar Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi dalam surat edaran pada Jumat, 20 Oktober 2021.
Advertisement
4. Libatkan Masyarakat Perihal Persiapan Siaga Bencana
Sementara itu, Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi menekankan perlunya dukungan BPBD untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat, khususnya mereka yang tinggal di lokasi rawan bencana.
BNPB mengharapkan BPBD melakukan sosialisasi atau menginformasikan sejak dini kepada warga untuk menjauh dari lembah sungai, lereng rawan longsor, pohon mudah tumbang atau pun tepi pantai.
Di sisi lain, ia mengharapkan BPBD untuk melibatkan masyarakat dalam pengaktifan tim siaga bencana. Tim ini bertugas, salah satunya memantau kondisi sekitar ataupun gejala awal terjadinya banjir, banjir bandang, tanah longsor dan angin kencang, maupun berkoordinasi antar tim siaga di wilayah hulu dan hilir.
Prasinta mengaku bahwa pihaknya telah memiliki informasi kerawanan bencana di tingkat desa atau kelurahan. Informasi tersebut dapat diakses pada Katalog Desa Rawan Bencana. Sedangkan pada konteks risiko, pemerintah daerah maupun masyarakat dapat melihat pada laman atau aplikasi inaRISK.
Cindy Violeta Layan