Sukses

HEADLINE: Megawati Sentil Kader PDIP yang Tidak Loyal, Siapa yang Disasar?

Publik meyakini penegasan Megawati itu terkait dengan munculnya aksi dukung mendukung di antara kader PDIP jelang kontestasi Pilpres 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Kabar yang beredar sepekan terakhir menyebutkan suasana di internal PDI Perjuangan (PDIP) sedang panas-panasnya. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto tak menampik ada pihak yang ingin merusak tatanan internal partai berlambang banteng itu.

"Sepertinya ada yang ingin membelah partai, tidak sabar berkaitan dengan capres-cawapres," ujar Hasto saat membuka pelatihan kebencanaan di kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (27/10/2021).

Sehari berselang, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri seolah mengonfirmasi kebenaran kabar kecamuk yang terjadi di kandang banteng. Dia menegaskan sikapnya kepada seluruh kader partai yang dinilai tidak solid dan tak loyal.

"Jadi kalau Anda tidak loyal atau tidak mau menjalankan tugas partai, ya jangan jadi orang partai. Kalau ndak suka lagi sama PDIP silakan mengundurkan diri. Daripada saya capek pecat-pecat, mengundurkan diri saja, sudah selesai, itu hak kalian, daripada saya pecati," kata Megawati saat peresmian Taman UMKM Bung Karno secara daring, Kamis (28/10/2021).

Tak ada nama yang disebut Megawati dalam kalimatnya. Namun, publik meyakini penegasan itu terkait dengan munculnya aksi dukung mendukung di antara kader PDIP jelang kontestasi Pilpres 2024. Namun, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya tidak setuju dengan alasan tersebut.

"Ini sebenarnya jelas, kalimatnya ada, ini terkait dengan respons Bu mega terkait adanya beberapa kader di daerah yang sempat terkena pemecatan lalu kemudian melakukan gugatan di pengadilan," kata Yunarto kepada Liputan6.com, Jumat (29/10/2021).

Yang dimaksud Yunarto adalah empat mantan kader PDIP yang menggugat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ke Pengadilan Negeri Balige lebih dari Rp 40 miliar, awal Oktober 2021. Para penggugat masing-masing Saut Martua Tamba, Renaldi Naibaho, Harry Jono Situmorang, dan Romauli Panggabean, karena dipecat dari kader PDIP tanpa melalui mekanisme yang sah.

Jadi, lanjut dia, sebenarnya kalau dilihat dari apa yang diucapkan Megawati tidak bisa dikaitkan dengan polemik internal PDIP terkait pencapresan, baik Puan Maharani maupun Ganjar Pranowo.

"Menurut saya, tidak bisa dikaitkan dengan isu Ganjar ataupun Puan, karena sampai sekarang kan belum pernah ada polemik terkait Mega dengan Ganjar, bahkan Puan dengan Ganjar tak pernah juga berbantah-bantahan secara langsung," jelas Yunarto.

"Yang ada itu kan pada level Bambang Pacul (Ketua DPD PDIP Jawa Tengah Bambang Wuryanto) dalam konteks Ketua DPD PDIP Jateng dengan Ganjar sebagai Gubernur Jateng yang kebetulan kader PDIP," imbuh dia.

Selain itu, lanjut dia, belum pernah ada indikasi yang memperlihatkan ketidaknyamanan Megawati terhadap Ganjar. Sebaliknya, di beberapa acara Ganjar turut diundang dalam acara yang diikuti langsung Mehawati.

"Ibu Mega sebenarnya sering mengutarakan kalimat seperti ini, dan ini sebenarnya tidak mengherankan di sebuah partai yang ketergantungannya masih sangat tinggi dengan ketumnya, jadi ini bukan pertama kali," ujar Yunarto.

"Dan menurut saya ini malah bisa membuat solid partai, karena minimal kader-kader partai katakanlah yang misalnya terlibat konflik di bawah, lalu kemudian terlibat pro dan kontra entah terkait pilpres atau politik lokal itu akan lebih berhati-hati untuk berbicara di media atau di hadapan publik," tambah dia.

Sementara terkait dengan keputusan Megawati untuk menyebutkan nama yang akan diusung di Pilpres 2024, Yunarto menduga Megawati cenderung tidak akan mengambil keputusan dalam waktu dekat. Alasannya, pengalaman pada Pilpres 2014 saat ada pertanyaan besar apakah Megawati atau Jokowi yang akan maju, keputusan diambil pada saat injury time.

"Ini biasanya khas dilakukan partai besar, menunggu waktu terakhir karena konstelasi politik akan ditentukan oleh sikap mereka sebagai partai terbesar. Sulit berharap Megawati akan mengambil keputusan dalam waktu dekat," tegas Yunarto.

Selain itu, menurut dia ini bukan kali pertama munculnya peristiwa di mana ada politik dinasti dihadapkan dengan kader yang elektabilitasnya lebih diterima oleh publik. Pada Pilpres 2014 membuktikan Megawati memilih seorang Jokowi.

"Saya nggak bisa mengatakan bahwa Ibu Mega akan memilih Ganjar, tetapi pasti Ibu Mega akan berpikir mengenai siapa yang berpeluang besar untuk menang sehingga kemudian akan membawa efek positif, baik untuk kemenangan di Pilpres atau Pileg, karena ini pemilu akan serentak," tegas Yunarto.

Sementara untuk Puan, dia mengatakan dalam sisa waktu sekitar dua tahun setengah ini, adalah bagaimana mengejar ketertinggalan dari Ganjar, di mana nama Puan dalam sejumlah survei bahkan ada di bawah kader PDIP Menteri Sosial Tri Rismaharini dan di bawah mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

"Karena kalau dilihat secara loyalitas, Puan tidak diragukan, dia bagian dari keluarga Ibu Mega, lahir sudah langsung menjadi PDI, gitu kan? Untuk Ganjar saya rasa elektabilitasnya sudah tinggi, tinggal bagaimana membuktikan bahwa dirinya memang loyal terhadap partai dan ketum. Jadi masing-masing punya tantangannya sendiri," pungkas Yunarto.

 

Sementara itu, Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai pernyataan Megawati muncul karena perseteruan banteng vs celeng. Yaitu perseteruan kader yang mendeklarasikan dukungan kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo maju di Pilpres 2024 dengan Ketua Bappilu PDIP Bambang Wuryanto yang menyebut pendukung Ganjar itu sebagai 'celeng'.

Megawati diyakini bersuara karena pendukung Ganjar dinilai tidak taat dengan asas partai.

"Kelihatannya sindir para pendukung Ganjar. Karena selama ini dianggap tak taat asas partai," katanya kepada wartawan, Jumat (29/10/2021).

Dia juga menyinggung surat edaran Megawati yang meminta kadernya dilarang bicara pencapresan. Megawati dinilai marah karena perintahnya itu tidak diindahkan kadernya.

"Karena mungkin Megawati sudah kirim surat ke DPC-DPC PDIP di daerah terkait soal kader dilarang bicara pencapresan. Mungkin karena surat tersebut tak diindahkan, maka Megawati ngamuk," ujarnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini melihat, kans Ganjar diusung oleh PDIP di Pilpres 2024 kian redup. Seharusnya, kata Ujang, Megawati membuka ruang untuk semua kader untuk menjadi capres atau cawapres.

"Namun yang penting bagaimana Megawati juga membangun demokrasi di internal PDIP. Agar setiap kader dibuka ruang untuk bisa menjadi capres atau cawapres. Jangan karena mungkin sudah punya dukungan lalu menutup peluang kader lain," jelasnya.

Sementara itu, saat Liputan6.com mencoba menghubungi sejumlah petinggi PDIP untuk menanyakan masalah yang sama, umumnya menolak dan mengarahkan untuk menanyakan langsung kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai rujukan suara partai.

Hanya Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira yang memastikan bahwa penegasan Megawati tentang loyalitas kader terhadap partai sama sekali tak ada hubungan dengan pencapresan atau Pilpres 2024.

"Setahu saya tidak (berhubungan dengan pencapresan dan Pilpres 2024). Ibu Ketum sering dalam setiap kesempatan mengingatkan kader soal loyalitas ini," ujar Andreas kepada Liputan6.com, Jumat malam.

Selain itu, dirinya juga tidak mengetahui kapan Megawati akan mengumumkan sosok capres yang akan diusung pada Pilpres 2024.

"Tidak ada yang tahu, kecuali Ibu Mega sendiri. Sehingga, tunggu saja sampai saatnya diumumkan," tegas Andreas.

 

2 dari 3 halaman

Larangan Bicara Capres

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri melarang kadernya untuk bicara ihwal calon presiden dan calon wakil presiden. Instruksi ini disampaikan lewat surat bernomor 3134/IN/DPP/VIII/2021 tertanggal 11 Agustus 2021 yang diteken Megawati dan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

Edaran perihal "Penegasan Komunikasi Politik" itu diperuntukkan bagi DPP PDIP, anggota Fraksi PDIP di DPR, DPD dan DPC PDIP, anggota Fraksi PDIP DPRD provinsi dan kabupaten kota, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dari PDIP, alias seluruh kader partai banteng.

"Agar semua kader berdisiplin untuk tidak memberikan tanggapan terkait calon presiden dan calon wakil presiden, pelanggaran atas ketentuan ini akan diberikan sanksi disiplin partai," demikian tertulis dalam surat tersebut.

Instruksi ini merujuk pada surat DPP PDIP nomor 2997, 2998, 2999/IN/DPP/VI/2021 tertanggal 17 Juni 2021 perihal komunikasi politik dan mencermati dinamika politik internal partai. Megawati menegaskan kepada seluruh jajaran tiga pilar PDIP di tingkatan masing-masing bahwa calon presiden dan calon wakil presiden merupakan hak prerogatif ketua umum.

Hal tersebut tertuang dalam Pasal 15 huruf f Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Tahun 2019. "Dalam melaksanakan kepemimpinannya, Ketua Umum bertugas, bertanggung jawab dan berwenang serta mempunyai hak prerogatif untuk memutuskan calon presiden dan/atau calon wakil presiden," demikian petikan ketentuan yang tertulis dalam surat tersebut.

Megawati menyatakan skala prioritas partai saat ini adalah membantu rakyat di dalam menangani seluruh dampak pandemi Covid-19. Ia menyampaikan, peningkatan jumlah pasien Covid-19 sangat serius dan sudah menjadi tugas bersama agar seluruh anggota dan kader partai banteng bahu-membahu dan bergotong-royong membantu rakyat.

"Demikian penegasan ini disampaikan, untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sebagai kader partai," pungkas Megawati dalam edaran itu.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto membenarkan adanya instruksi tersebut. Ia menegaskan kongres sudah mengamanatkan kepada Megawati selaku ketua umum untuk memutuskan calon presiden dan wakil presiden yang akan datang.

Hasto juga menyebut, kehendak rakyat adalah panduan yang baik dalam menentukan calon pemimpin ke depan. Namun, ujarnya, skala prioritas PDIP saat ini untuk menangani pandemi Covid-19 dan konsolidasi partai.

"Karena untuk menjadi pemimpin di republik ini betul-betul muncul sebagai kehendak rakyat, ada campur tangan dari Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mekanisme partai kongres sudah mengamanatkan kepada Ibu Ketua Umum untuk memutuskan," ujar Hasto, Selasa, 24 Agustus 2021.

Tak perlu menunggu lama, edaran itu langsung memunculkan korban, yang tak lain kader Partai Banteng sendiri. Pihak DPP PDIP pun langsung memanggil yang bersangkutan karena dinilai tak mengindahkan edaran tersebut.

Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) bidang kehormatan, Komaruddin Watubun, menyatakan pihaknya meminta keterangan kepada Albertus Sumbogo, pengurus partai di Jawa Tengah yang mendeklarasikan kelompok relawan pendukung Ganjar Pranowo.

"Kita panggil untuk klarifikasi yang bersangkutan. Namun kita tadi panggil juga beberapa anggota DPR RI yang kurang aktif rapat karena alasan pandemi," kata Komaruddin Watubun, Jumat (15/10/02021).

Menurut dia, pemanggilan itu dilakukan sebagai bagian dari mekanisme internal partai. Sebab hasil Kongres Partai mengamanatkan soal calon presiden-cawapres diputuskan sepenuhnya oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

Sehingga siapapun kader partai sejak awal sudah diinstruksikan untuk tak terlibat dalam deklarasi-deklarasi kelompok relawan capres-cawapres.

"Ketentuan ini berlaku untuk seluruh kader partai," kata Komaruddin.

"DPP PDIP dalam rangka menegakkan disiplin partai akan memanggil anggota dan kader Partai yang melakukan deklarasi capres dan cawapres sebelum pengumuman resmi Partai," imbuhhnya.

Lebih lanjut, Komaruddin mengatakan semua kader dan pengurus partai terikat mutlak dengan keputusan kongres yang menyerahkan mandat penentuan capres-cawapres kepada ketua umum. Sehingga DPP PDIP sudah berkali-kali meminta kader, termasuk kepada publik, untuk bersabar menunggu keputusan akhir.

Sebab keputusan mengenai capres-cawapres memerlukan proses kontemplasi.

"Tentu jika tak melaksanakan aturan, akan didisiplinkan," kata Komaruddin.

"Berdemokrasi itu dengan ketaatan terhadap konstitusi, pranata demokrasi dan kultur demokrasi yang dibangun. Partai sungguh-sungguh menyiapkan calon pemimpin dan segala sesuatunya dilakukan dengan kalkulasi yang matang. Bagi anggota Partai yang tidak sabar dan bertindak diluar koridor mekanisme yang ada, tentu saja disiplin akan ditegakkan," pungkasnya.

3 dari 3 halaman

Ancaman Tanpa Nama

Kondisi PDI Perjuangan memang sedang panas dingin. Jelang Pilpres 2024 yang masih tiga tahun lagi, partai ini memang disibukkan dengan munculnya sejumlah nama di internal partai yang digadang-gadang bakal jadi capres. Bahkan, ada pengurus PDIP yang terang-terangan menegaskan dukungannya kepada sosok atau tokoh tertentu.

Kontan saja hal ini membuat berang Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang merasa kewenangannya telah dilangkahi. Masalahnya sederhana, PDIP telah menyerahkan urusan pemilihan capres dari PDIP ini bulat-bulat ke sang Ketua Umum. Jadi, haram bagi kader atau anggota mendahului titah Megawati.

Untuk menegakkan hak prerogatif yang didapatnya dalam Kongres PDIP yang kemudian dituangkan dalam AD-ART partai itu, Megawati pun bereaksi. Dia meminta anak buahnya solid dan patuh terhadap peraturan partai. Dia mengatakan, jika kader PDIP tidak loyal dan tidak mau menjalankan tugas partai, sebaiknya mengundurkan diri.

"Tentu aturan partai itu siapa sih yang bertanggung jawab, ketum, saya. Jadi kalau Anda tidak loyal atau tidak mau menjalankan tugas partai, ya jangan jadi orang partai," kata Megawati dalam peresmian Taman UMKM Bung Karno dan kantor partai secara daring, Kamis (28/10/2021).

Megawati mengaku enggan memecat kader yang melanggar aturan. Ia menyarankan anak buahnya yang sudah tidak loyal dengan PDIP mengundurkan diri.

"Saya sering sekali mengatakan, sudah mereka kalau ndak suka lagi sama PDIP silakan mengundurkan diri. Daripada saya capek pecat-pecat, mengundurkan diri saja, sudah selesai, itu hak kalian, daripada saya pecati," kata Megawati.

Megawati pun heran ada kader partai yang menggugatnya setelah dipecat. Padahal kader itu sendiri yang melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang disusun ketika Kongres partai.

"Itu bukan saya lho yang bikin (aturan), itu kongres partai yang dihadiri oleh kalian semua. Jadi itu keputusan mutlak dari kalian semua yang diserahkan kepada saya sebagai ketum terpilih. Jadi jangan dibalik-balik," ujar Megawati.

"Jadi kalau tidak senang, tolong segera mundur, lebih gampang begitu. Karena sampai hari ini kalau ada gugatan, kami menang. Bukan saya menang, tapi partai menang. Karena menuruti AD/ART bukan saya main pecat sembarangan," pungkas Megawati.

Ini bukan kali pertama Megawati bersuara keras kepada kader dan pengurus PDIP. Tepat sebulan lalu, Megawati Soekarnoputri juga mengingatkan seluruh kadernya agar disiplin menjalankan aturan partai. Ia menyatakan kader yang tak loyal dengan partai bisa dipecat.

Presiden RI ke-5 itu mengatakan, dirinya selalu memantau semua kegiatan partai dari situation room. Ia menegaskan, pihaknya bisa saja langsung memberikan teguran kepada kader yang tidak bekerja maksimal.

"Saya bisa sebenarnya memberikan langsung teguran, tetapi menurut saya kalo sudah berlebihan, sudah kelewatan, sebagai ketum kalian baru saya memberikan sanksi," tegas Mega dalam sebuah acara virtual di kanal YouTube PDIP, Kamis (30/9/2021).

Mega mengatakan, sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), PDIP memiliki tiga bentuk sanksi. Sanksi pertama berupa teguran. Menurutnya, sanksi ini merupakan yang paling ringan. Jika setelah diberi teguran kader yang bersangkutan masih belum mau mendengarkan, maka partai akan menjatuhkan sanksi peringatan.

"Kalau sudah diberi peringatan sama saja tetap nggak mau menjalankan disiplin partai, akhirnya dinaikkan, yaitu dinonaktifkan dari penugasannya," terang Mega.

Menurut Mega, sanksi itu pasti diberikan kepada kader yang tidak loyal. Oleh sebab itu, ia menyarankan jika kader tersebut sudah tidak loyal, maka sebaiknya langsung mengundurkan diri.

"Yang paling tinggi adalah sanksi pemecatan. Itu sudah pasti dilakukan bagi mereka yang tidak loyal pada partai. Jadi saya selalu di dalam, baik rapat atau pertemuan, saya selalu mengatakan kalau tidak cocok ikut PDIP, sebaiknya segera saja mundur, menyerahkan KTA (kartu tanda anggota)," jelas dia.

"Karena kalau tidak, sanksi terberat adalah pemecatan. Jadi kan lebih baik begitu, kalau mundur masih lebih terhormat ketimbang dipecat," sambung putri Presiden RI pertama Soekarno itu.

Namun begitu, di kedua kesempatan itu, Megawati tak pernah secara tegas menyebutkan sosok kader yang tak loyal itu. Jangankan menyebut nama, menjelaskan bentuk ketidakloyalan kader PDIP saja juga tak ada diberikan kisi-kisinya. Akhirnya, publik hanya bisa menebak-nebak, ini beneran ancaman atau hanya gertakan.