Sukses

Aturan Tes PCR Berubah-Ubah, IDI Minta Pemerintah Konsisten Buat Kebijakan

IDI mengingatkan pemerintah mempertimbangkan secara matang sebelum mengeluarkan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) terpilih, Adib Khumaidi meminta pemerintah konsisten membuat kebijakan skrining Covid-19 bagi pelaku perjalanan di tengah pandemi.

Permintaan ini buntut dari kebijakan skrining Covid-19 menggunakan Polymerase Chain Reaction atau PCR yang berubah-ubah. Pada 18 Oktober 2021, pemerintah mewajibkan tes PCR bagi pengguna moda transportasi udara di wilayah Jawa dan Bali serta daerah PPKM level 3 dan 4.

Namun, pada 28 Oktober 2021, aturan tersebut diubah menjadi diperbolehkan menggunakan tes swab antigen bagi pengguna moda transportasi udara di luar Jawa dan Bali.

Sementara pada 1 November 2021, pemerintah menghapus syarat wajib tes PCR bagi pengguna moda transportasi udara.

"Memang konsisten dalam mengambil kebijakan itu perlu. Sehingga tidak kemudian menimbulkan prasangka-prasangka atau persepsi berbeda di masyarakat," kata Adib dalam diskusi virtual yang disiarkan melalui FMB9ID_IKP, Selasa (2/11/2021).

Adib mengingatkan pemerintah mempertimbangkan secara matang sebelum mengeluarkan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat.

Dia juga berharap pemerintah mendengarkan masukan dari pakar-pakar kedokteran sebelum menyusun kebijakan skrining Covid-19.

"Kita lebih baik nanti ke depan konsistensi mengambil kebijakan, terutama yang berkaitan dengan masalah ilmu kedokterannya. Malah tentunya referensi dari pakar-pakar kedokteran itu menjadi sangat penting," ujarnya.

 

2 dari 2 halaman

PCR Masih Diperlukan

Menurut Adib, PCR masih sangat diperlukan dalam mendeteksi Covid-19 di Indonesia. Sebab, tingkat validasi PCR jauh lebih baik daripada swab antigen.

Hanya saja, tarif tes PCR masih membutuhkan kebijakan yang tepat dari pemerintah agar bisa dijangkau oleh seluruh masyarakat.

"Masalah pembiayaan (PCR) bagaimana diakomodasi dalam sebuah kebijakan sehingga masyarakat bisa tetap menjangkau dengan pembiayaan-pembiayaan tadi," tutupnya.

 

Reporter: Titin Supriatin

Sumber: Merdeka.com