Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Adhyaksa Dault, memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adhyaksa akan diperiksa terkait kasus korupsi pembangunan pusat olahraga di Hambalang, Bogor.
Mengenakan jas hitam, menteri era Kabinet Indonesia Bersatu jilid I mengungkapkan bahwa kedatangannya atas panggilan KPK untuk menjadi saksi bagi tersangka Andi Alfian Mallarangeng.
"Saya datang ke sini untuk menjadi saksi bagi AAM (Andi Alfian Mallarangeng) dalam kasus kepengurusan proyek Hambalang," kata Adhyaksa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (18/12/2012).
"Saya akan jelaskan apa yang saya tahu dan saya dengar," sambungnya.
Adhyaksa pernah mengungkapkan, semasa dia menjabat Menpora, nilai proyek Hambalang hanya Rp 125 miliar. Namun, kini mencuat menjadi Rp 2,5 triliun.
Dia juga heran, saat menjabat, pihaknya belum dapat membangun proyek olahraga itu lantaran sertifikat tanahnya belum juga selesai. Dan sertifikat itu selesai setelah Andi menjabat Menpora pada 2010.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan Andi Mallarangeng dan bawahannya Dedy Kusdinar sebagai tersangka. BPK menduga proyek senilai Rp 2,5 triliun ini merugikan negara hingga Rp 243 miliar. (Ary)
Mengenakan jas hitam, menteri era Kabinet Indonesia Bersatu jilid I mengungkapkan bahwa kedatangannya atas panggilan KPK untuk menjadi saksi bagi tersangka Andi Alfian Mallarangeng.
"Saya datang ke sini untuk menjadi saksi bagi AAM (Andi Alfian Mallarangeng) dalam kasus kepengurusan proyek Hambalang," kata Adhyaksa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (18/12/2012).
"Saya akan jelaskan apa yang saya tahu dan saya dengar," sambungnya.
Adhyaksa pernah mengungkapkan, semasa dia menjabat Menpora, nilai proyek Hambalang hanya Rp 125 miliar. Namun, kini mencuat menjadi Rp 2,5 triliun.
Dia juga heran, saat menjabat, pihaknya belum dapat membangun proyek olahraga itu lantaran sertifikat tanahnya belum juga selesai. Dan sertifikat itu selesai setelah Andi menjabat Menpora pada 2010.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan Andi Mallarangeng dan bawahannya Dedy Kusdinar sebagai tersangka. BPK menduga proyek senilai Rp 2,5 triliun ini merugikan negara hingga Rp 243 miliar. (Ary)