Liputan6.com, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPT) menyoroti indeks survei potensi radikalisme di kalangan PNS yang mencapai 19,4 persen. Meski data temuan tersebut tercatat dalam periode 2018-2019, hal tersebut tetap menjadi perhatian.
"Indeks potensi survei itu sekitar 2018 sampai 2019 lah. Itu yang masuk ke dalam indeks potensi radikalisme di PNS itu ada 19,4 persen itu masuk ke dalam indeks potensi radikalisme. Survei itu dilakukan oleh Alvara dan Mata Air Foundation," tutur Direktur Pencegahan BNPT Ahmad Nurwakhid saat dikonfirmasi, Kamis (4/11/2021).
Nurwakhid menyampaikan, indikator potensi radikalisme tersebut antara lain tidak setuju atau anti-terhadap Pancasila, prokhilafah, anti terhadap pemerintahan yang sah, intoleran dan eksklusif, hingga terkait budaya dan kearifan lokal keagamaan.
Advertisement
Baca Juga
"Indikator itu dengan ditandai sumpah baiat terhadap ustaz atau kelompok jaringan teror, sudah melakukan i'dad atau latihan-latihan perang, sudah melakukan donasi terhadap jaringan teror dan kegiatannya," jelas dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Unsur Tindak Pidana Terorisme
Menurut Nurwakhid, hal tersebut telah memenuhi unsur tindak pidana terorisme sehingga dapat dilakukan penangkapan sebelum melakukan aksi teror atau disebut upaya preventif justice atau preventif strike.
"Jadi kalau untuk tahun 2020 dan 2021 InsyaAllah dengan gencarnya, masifnya kita melakukan kontra-radikalisasi, kemudian Densus 88 Antiteror di bawah koordinasi BNPT melakukan penangkapan-penangkapan, itu InsyaAllah mengalami penurunan. Tapi perlu menjadi catatan hal ini perlu menjadi kewaspadaan," Nurwakhid menandaskan.
Advertisement