Sukses

Mendes PDTT: Porsi Penempatan Perempuan Indikator Keberhasilan SDGs Desa

Gus Halim mengatakan, perempuan desa harus bangkit seiring semakin terkendalinya Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Tujuan-tujuan pembangunan desa berkelanjutan, atau dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs) Desa, memiliki indikator yang ketat. Termasuk dalam menempatkan posisi perempuan di dalam proses pembangunan desa.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar memastikan bahwa pelaksanaan SDGs Desa dengan utuh dan menyeluruh akan serta-merta menjadi keberhasilan penempatan proporsi perempuan pada tempatnya.

"Kemendes PDTT berkomitmen kuat terhadap keterlibatan, mengapresiasi, dan mengafirmasi perempuan," kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (4/11/2021).

Pria yang akrab disapa Gus Halim itu mengatakan, penghargaan terhadap perempuan tertuang dalam SDGs Desa pada poin kelima, yaitu desa ramah perempuan. Poin ini itu memiliki sejumlah prasyarat seperti peraturan desa atau SK kepala desa yang responsif gender mendukung pemberdayaan perempuan minimal 30 persen, dan menjamin perempuan untuk mendapatkan pelayanan, informasi, dan pendidikan terkait keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.

Angka partisipasi kasar SMA/SMK/MA/sederajat dalam poin ini juga harus mencapai 100 persen dam jumlah perempuan di badan permusyawaratan desa (BPD) dan perangkat desa minimal 30 persen. Persentase jumlah perempuan yang menghadiri musyawarah desa (musdes) dan berpartisipasi dalam pembangunan desa pun minimal 30 persen.

"Kami juga sedang merevisi mekanisme musdes yang mewajibkan keterlibatan 30 persen perwakilan perempuan agar kebijakan yang diambil berpihak kepada kepentingan perempuan," ucap Gus Halim.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Perempuan Desa Harus Lebih Berdaya

Indikator lain, prevalensi kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai nol persen dan dapat layanan komprehensif mencapai 100 persen. Selain itu, median usia pernikahan pertama perempuan (pendewasaan usia kawin pertama) di atas 18 tahun. Dan juga angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun (age specific fertility rate/ASFR) mencapai nol persen serta kebutuhan ber-KB mencapai nol persen.

Realitasnya, kata Gus Halim, dapat dilihat dari angka kepemimpinan perempuan di desa. Jumlah kepala desa perempuan saat ini 3.976 orang atau setara 5 persen dari 74.961 desa.

Selain itu, jumlah sekretaris desa perempuan sebanyak 9.081 orang, setara 12 persen dari 74.961 desa. Anggota badan permusyawaratan desa (BPD) perempuan lebih banyak lagi, yaitu 75.164 orang, atau setara 20 persen dari 375.820 legislator desa.

Kini kebutuhan yang mendesak adalah peningkatan proporsi perempuan yang berkualitas untuk menjadi kepala desa, perangkat desa, dan anggota BPD. Gus Halim berharap semakin tingginya proporsi perempuan dalam kepemimpinan desa juga akan mempermudah akses perempuan untuk memenuhi kebutuhan dan arah kebijakan desa yang lebih berpihak kepada perempuan.

"Perempuan di desa harus lebih berdaya, termasuk di sektor ekonomi produktif, apalagi di era pandemi Covid-19," ujarnya.

Gus Halim mengatakan, perempuan desa harus bangkit seiring semakin terkendalinya Covid-19. Caranya, melakukan kerja sama usaha dengan BUMDes dan kesempatan kerja diberikan juga kepada perempuan desa.

"Perempuan pun harus mendapatkan program padat karya tunai desa untuk ekonomi produktif," kata Gus Halim.