Sukses

LKB Siapkan Buku Referensi Betawi, Libatkan Sejumlah Pakar

Penyusunan melibatkan sejumlah pakar dalam seni budaya Betawi.

Liputan6.com, Jakarta Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) tengah menyusun buku referensi mengenai seni dan kebudayaan Betawi. Buku ini nantinya diharapkan bisa menjadi salah satu sumber referensi bagi pengajaran di sekolah-sekolah maupun untuk masyarakat umum yang ingin mempelajari budaya Betawi.

“Buku referensi dibuat dengan melibatkan berbagai unsur pemerhati maupun budayawan Betawi. Hal ini bertujuan agar buku referensi ini bisa dijadikan acuan yang lengkap. Bukan hanya untuk siswa, tetapi juga masyarakat umum agar budaya Betawi bisa terus dilestarikan dengan dokumentasi yang jelas,” ujar Beki Mardani, Ketua Umum LKB, di Jakarta, Selasa (9/11/2021).

Buku ini rencananya akan diterbitkan pada awal tahun 2022. Untuk mendapatkan bahan tulisan secara komprehensif, selama dua hari, pada Kamis-Jumat, 4-5 November 2021, Lembaga Kebudayaan Betawi menggelar focus grup discussion (diskusi kelompok terpumpun).

Diskusi ini dilaksanakan di RMB Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Zona A, Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.

Sejumlah pakar hadir dalam FGD tersebut. Di antaranya adalah Dr. Julianti Parani dan Madia Patra Ismar, M. Hum dari Institut Kesenian Jakarta yang berkecimpung dalam dunia tari Betawi. Kemudian Dr. Tuti Tarwiyah dan Sam Mukhtar Chaniago, M.Si dari Universitas Negeri Jakarta, yang mengupas mengenai seni permainan anak.

Adapun budayawan Betawi Yoyo Muchtar dan Yahya Andi Saputra dari Lembaga Kebudayaan Betawi membahas soal folklor. Kemudian, pengamat pencak silat dari Asosiasi Silat Tradisi Betawi Indonesia Muali Yahya, hingga Maharani Kemal dari Persatuan Wanita Betawi membahas soal kuliner Betawi.

2 dari 3 halaman

Sebagai pendamping mulok di sekolah

Fadjriah Nurdiarsih, selaku editor buku dan anggota Lembaga Kebudayaan Betawi, menyatakan bahwa diskusi kelompok ini dilakukan untuk menjaring masukan serta format yang pas dalam menyusun buku mengenai budaya Betawi itu.

“Kami rencanakan ada tujuh klaster atau tujuh topik dalam buku ini, yakni seni musik & tari; seni pertunjukan; kuliner; sastra, bahasa dan folklor; bela diri dan permainan anak-anak; kriya dan arsitektur; upacara dan siklus hidup,” ujar Fadjriah, yang juga penulis ini, dalam kesempatan yang sama.

Dalam diskusi, Dr. Julianti Parani menyebutkan, ada kesulitan tersendiri dalam menggali kebudayaan Betawi secara menyeluruh. Koordinator penulisan buku Bunga Rampai Seni Pertunjukan Kebetawian ini menceritakan, untuk mendapatkan informasi mengenai seni-seni kebetawian saat ini perlu melakukan wawancara mendalam dengan pelaku sejarah.

“Melacak akar kesenian Betawi tidak bisa lagi bertumpu pada peta wilayah atau lokasi karena pelaku-pelakunya sudah berpindah-pindah dan anak keturunannya pun sudah tidak di lokasi sama,” jelasnya.

Ia menyarankan, untuk mendapatkan data-data tersebut bisa memulai dengan mendata sejumlah penelitian yang sudah dilakukan oleh berbagai pihak. Misalnya penelitian para mahasiswa strata 1 di berbagai perguruan tinggi yang mengambil tema mengenai kebudayaan Betawi. “Untuk langkah awal, saya kira bisa dengan mendata saja dulu, siapa yang membuat penelitian tersebut dan apa tema yang diambil,” tambahnya lagi.

 

 

3 dari 3 halaman

Perlu kerja keras melacak jejak seni dan budaya Betawi

Senada dengan Julianti, Madia Patra Ismar menyebutkan, minat penelitian di kalangan mahasiswa saat ini memang sudah mulai tumbuh untuk meneliti seni dan kebudayaan Betawi. Meski demikian, pendataan tentang daftar penelitian tersebut masih belum tertata dengan baik.

“Di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ada sejumlah penelitian mengenai kebetawian. Kita bisa memulai dari sini untuk mendapatkan insight,” ujar perempuan yang juga Wakil Rektor III IKJ ini.

Pada hari kedua diskusi yang dipandu Yahya Andi Saputra, Sam Mukhtar Chaniago dan Dr. Tuti Tarwiyah yang menggeluti seni permainan Betawi dan sastra juga menjelaskan, di Universitas Negeri Jakarta, kini sudah memiliki mata pengajaran khusus mengenai kebetawian.

“Kami mengajukan untuk mendapatkan waktu khusus. Alhamdulillah ada mata kuliah mengenai kebetawian sejumlah 4 SKS,” ujar Sam Mukhtar.

Meski demikian, Dr. Tuti Tarwiyah menjelaskan, lantaran minimnya buku-buku mengenai kebetawian, maka untuk menyusun buku panduan mengajar tersebut harus dikumpulkan dari berbagai bahan yang ada.

Oleh sebab itu, semua pihak berharap buku referensi yang tengah disusun oleh LKB ini bisa menjadi salah satu buku rujukan mengenai segala hal tentang seni dan budaya Betawi.  (*)