Liputan6.com, Jakarta: Mabes Polri membebaskan dua terdakwa kasus makar, Ketua Front Kedaulatan Maluku (FKM) Alexander Hermanus Manuputty dan Pimpinan Yudikatif FKM Semuel Waileruny, Sabtu (28/12), tepat pukul 00.00 WIB. Pembebasan ini, menurut kuasa hukum mereka, Sahara Pangaribuan, karena saat ini status mereka bukan lagi menjadi tahanan. Untuk itu, demi hukum mereka harus dibebaskan sesuai pasal 29 ayat 2 KUHAP. Kendati demikian, proses hukum terhadap mereka akan tetap berjalan. Sebab, hal tersebut adalah hak kedua terdakwa untuk membuktikan bahwa yang didakwakan jaksa penuntut umum bukanlah suatu usaha makar terhadap Indonesia.
Beberapa saat setelah dibebaskan, Alex sempat mengatakan bahwa penegakan hukum di era pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri berjalan di tempat, bahkan mundur. Pemerintah juga dinilai sangat diskriminatif kepada dirinya. Dia berharap, para penegak hukum di Tanah Air dapat melihat dengan jelas kasus yang dialaminya.
"Saya melihat begini, ada satu hal yang sangat mendasar. FKM ini kan melaksanakan studi kepustakaan. Studi inilah yang kami lontarkan ke pemerintah. Yang kami temukan ini, mari tolong klarifikasi, mari dialog, seminar dengan kami. Tapi, bukannya dilanjutkan, kami malah dibawa ke persidangan. Kami lahir dari penderitaan rakyat Maluku. Kalau Maluku merupakan bagian dari Indonesia secara ikhlas, tidak boleh Maluku diperlakukan seperti ini," ujar Alex yang memiliki hasil studi lapangan tentang tragedi kemanusiaan yang terjadi di Maluku dan studi kepustakaan mengenai Republik Maluku Selatan (RMS).
Kasus makar yang melibatkan Alex sudah beberapa kali digelar di meja hijau. Pada persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim I Wayan Padang dengan penjagaan ketat aparat keamanan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jumat kemarin, Alex membacakan pledoi atau pembelaannya. Pria berambut gondrong ini mengatakan, kerusuhan di Maluku melibatkan banyak pihak di antaranya oknum TNI dan pasukan jihad. Sedangkan kehadiran FKM justru untuk membantu penyelesaian kerusuhan berbau suku, agama, rasa, dan antargolongan, bukan untuk mewujudkan kedaulatan RMS.
Dalam pembelaan setebal 560 halaman, Alex meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menengahi kerusuhan di Maluku. Alasannya, pemerintah dinilai tak obyektif dalam menyelesaikan konflik antaragama di Maluku. Dia menilai, sidang terhadap dirinya dan rekannya, Semuel--Pimpinan Yudikatif FKM--hanyalah upaya pemerintah mencari kambing hitam [baca: Terbukti Makar, Alex Manuputty Didakwa Lima Tahun].
Menurut rencana, persidangan Alex akan dilanjutkan pekan depan, Senin 30 Desember. Kuasa hukum Alex lainnya, Kornelis Kopong Saran mengatakan, sidang nanti mengagendakan lanjutan pembacaan pledoi. Setelah dituduh makar, Alex ditangkap sejak 17 April 2002 di kawasan Kudamati, Ambon, Maluku [baca: Ketua Front Kedaulatan Maluku Ditangkap].(DEN/Andre Bangsawan)
Beberapa saat setelah dibebaskan, Alex sempat mengatakan bahwa penegakan hukum di era pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri berjalan di tempat, bahkan mundur. Pemerintah juga dinilai sangat diskriminatif kepada dirinya. Dia berharap, para penegak hukum di Tanah Air dapat melihat dengan jelas kasus yang dialaminya.
"Saya melihat begini, ada satu hal yang sangat mendasar. FKM ini kan melaksanakan studi kepustakaan. Studi inilah yang kami lontarkan ke pemerintah. Yang kami temukan ini, mari tolong klarifikasi, mari dialog, seminar dengan kami. Tapi, bukannya dilanjutkan, kami malah dibawa ke persidangan. Kami lahir dari penderitaan rakyat Maluku. Kalau Maluku merupakan bagian dari Indonesia secara ikhlas, tidak boleh Maluku diperlakukan seperti ini," ujar Alex yang memiliki hasil studi lapangan tentang tragedi kemanusiaan yang terjadi di Maluku dan studi kepustakaan mengenai Republik Maluku Selatan (RMS).
Kasus makar yang melibatkan Alex sudah beberapa kali digelar di meja hijau. Pada persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim I Wayan Padang dengan penjagaan ketat aparat keamanan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jumat kemarin, Alex membacakan pledoi atau pembelaannya. Pria berambut gondrong ini mengatakan, kerusuhan di Maluku melibatkan banyak pihak di antaranya oknum TNI dan pasukan jihad. Sedangkan kehadiran FKM justru untuk membantu penyelesaian kerusuhan berbau suku, agama, rasa, dan antargolongan, bukan untuk mewujudkan kedaulatan RMS.
Dalam pembelaan setebal 560 halaman, Alex meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menengahi kerusuhan di Maluku. Alasannya, pemerintah dinilai tak obyektif dalam menyelesaikan konflik antaragama di Maluku. Dia menilai, sidang terhadap dirinya dan rekannya, Semuel--Pimpinan Yudikatif FKM--hanyalah upaya pemerintah mencari kambing hitam [baca: Terbukti Makar, Alex Manuputty Didakwa Lima Tahun].
Menurut rencana, persidangan Alex akan dilanjutkan pekan depan, Senin 30 Desember. Kuasa hukum Alex lainnya, Kornelis Kopong Saran mengatakan, sidang nanti mengagendakan lanjutan pembacaan pledoi. Setelah dituduh makar, Alex ditangkap sejak 17 April 2002 di kawasan Kudamati, Ambon, Maluku [baca: Ketua Front Kedaulatan Maluku Ditangkap].(DEN/Andre Bangsawan)