Sukses

Jalur Kerinci-Jambi Putus Total

Longsor di tiga tempat di kawasan Kabupaten Merangin menyebabkan jalur dari Kabupaten Kerinci menuju Kota Jambi putus. Puluhan kendaraan bermotor terjebak longsor.

Liputan6.com, Jambi: Jalan antara Kabupaten Kerinci menuju Kota Jambi putus total. Kondisi ini terjadi menyusul longsor di tiga tempat yang terletak di jalur sepanjang 450 kilometer tersebut, baru-baru ini. Tepatnya, menjelang perbatasan Kabupaten Kerinci dengan Kabupaten Merangin, yaitu dua titik di kawasan Muaraemat dan satu titik di Desa Muarasiulak, Kecamatan Sungaimanau.

Dari pemantauan SCTV, longsor menjebak puluhan kendaraan bermotor dari arah Kerinci menuju Jambi. Mereka tak bisa melanjutkan perjalanan. Sebaliknya, satu-satunya akses menuju Kabupaten Kerinci hanya bisa ditempuh melalui Provinsi Sumatra Barat. Itulah sebabnya, sejumlah mobil dari Jambi, termasuk yang membawa bantuan untuk korban banjir terpaksa balik lagi ke Jambi. Sementara sejumlah angkutan umum mengoper penumpang di tengah jalan.

Hingga Sabtu (28/12) siang, longsor di Desa Muarasiluak belum dibersihkan. Untuk itu, diperlukan sejumlah alat berat yang didatangkan dari Jambi yang berjarak sekitar 300 kilometer ke lokasi. Sedangkan bencana di Muaraemat sudah mulai dibersihkan karena materi longsornya tak terlalu banyak.

Longsor yang memutuskan jalur Kerinci-Jambi terjadi hanya beberapa hari setelah bencana banjir yang melanda puluhan desa di Kabupaten Kerinci. Banyak pihak menuding bencana tersebut terjadi lantaran hutan di sekitar lokasi sudah rusak [baca: Banjir di Kerinci Meluas].

Divisi Pengembangan Organisasi Wahana Lingkungan Hidup Asikin mengungkapkan, jumlah hutan di Indonesia berkurang. Selain penggundulan, jumlah hutan berkurang karena pembukaan lahan untuk perkebunan, termasuk diberlakukannya hak pengusahaan hutan. Selain itu, kerusakan juga disebabkan penebangan kayu ilegal atau illegal logging. Sekadar diketahui, Asikin menambahkan, tujuh dari sepuluh kayu gelondongan yang beredar di pasar berasal dari penebangan liar.

Menurut Asikin, kerusakan hutan akan bertambah parah di tahun depan mengingat ada kebijakan pemerintah yang membolehkan empat perusahaan pertambangan untuk membuka usaha di kawasan hutan lindung. Data resmi pemerintah menyebutkan, jika pada 1950 hutan di Indonesia masih mencapai 144 juta hektare, Tahun 2002 tinggal 90 juta hektare.(SID/Tim Liputan 6 SCTV)
    Video Terkini