Sukses

Gerindra: Pancasila Milik Semua Orang, bukan Penguasa

Wakil Ketua MPR yang juga Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani mengingatkan arti penting untuk mengamalkan nilai Pancasila.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua MPR yang juga Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani mengingatkan arti penting untuk mengamalkan nilai Pancasila. Pasalnya, itu bukan milik segelintir orang atau kelompok tertentu.

Hal ini disampaikannya saat menghadiri acara sosialisasi empat pilar di AQL Islamic School Jongol, Jawa Barat.

Muzani mengingatkan, jika ada perbedaan dalam mengamalkan Pancasila, bukan menjadi sebab perbedaan yang tajam yang mengarah pada perpecahan. Tapi, hal itu lebih merupakan cara pandang yang berbeda. Perbedaan ini justru memperkaya nilai Pancasila dan bisa menjadi energi untuk memperkuat persatuan bangsa.

"Pancasila adalah milik kita semua, milik rakyat Indonesia. Pancasila bukan milik penguasa, bukan pula milik golongan tertentu. Setiap orang Indonesia pada dasarnya menerima Pancasila. Sejatinya kita adalah Pancasilais," kata Muzani dalam keterangannya, Jumat (12/11/2021).

Perbedaannya lebih pada cara mengamalkan Pancasila itu adalah hal wajar dalam menafsirkan sebuah ideologi. Sebagaimana juga penafsiran ajaran agama yang sering kali berbeda. Namun, apa karena itu kita tidak bersatu?," sambungnya.

Menurut dia, ada yang menginginkan semangat dan nilai moral agama dijadikan sebagai nilai pengamalan kehidupan bernegara. Tapi ada juga yang menginginkan nilai moral agama diformalkan dalam konstitusi negara.

"Perdebatan itu dari dulu sampai sekarang tidak selesai, namun masalahnya bagaimana pandangan berbeda tetap dalam koridor Pancasila. Yang menjadi tugas kita semua termasuk penyelenggara negara agar perbedaan itu dikembalikan kepada cita-cita pendiri bangsa," kata Muzani.

 

2 dari 2 halaman

Belajar Sejarah

Muzani minta agar generasi muda termasuk para santri AQL Islamic School belajar dari peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.

Para pemuda yang datang mewakili berbagai kesulatanan di nusantara. Tapi mereka berikrar mendirikan negara Indonesia dengan satu nusa, satu bangsa, satu bahasa yakni Indonesia.

"Apa artinya itu semua? para pemuda sudah menatap Indoensia ke depan dan visioner mereka luar biasa. Bahasa yang disepakati berasal dari rumpun melayu. Bukan bahasa Jawa yang merupakan bahasa mayoritas. Orang Jawa juga rela bahasanya tidak digunakan sebagai bahasa persatuan," kata dia.

"Kerelaan itulah yang berujung pada persatuan. Demikian juga dengan kerelaan para pemimpin bangsa yang sejak awal menginginkan Islam sebagai dasar negara, akhirnya komprominya pada Pancasila sebagai dasar negara," sambungnya.