Sukses

Usai Diperiksa KPK, Politikus Golkar Aliza Gunado Pilih Bungkam dan Merokok

Politikus muda Partai Golkar Aliza Gunado rampung menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Liputan6.com, Jakarta Politikus muda Partai Golkar Aliza Gunado rampung menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi yang ditangani KPK di Lampung Tengah.

Perkara ini merupakan kasus yang menjerat mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.

Aliza Gunado diperiksa sekitar enam jam di Gedung KPK. Usai diperiksa, dia memilih bungkam sejak keluar dari lobi markas antirasuah hingga menuju Jalan Raya Kuningan Persada.

Dia memilih menutup mulut dan berjalan saat ditanya jurnalis soal dugaan penerimaan uang dalam kasus suap pengurusan dana alokasi khusus (DAK) Lampung Tengah. Dia juga bungkam saat ditanya soal penerimaan uang Rp 2 miliar lebih dalam kasus itu.

Alih-alih memberikan pernyataan soal pemeriksaan dan fakta persidangan yang muncul, Aliza malah mengeluarkan bungkus rokok dari kantongnya. Dia mengeluarkan sebatang rokok dan berharap awak media tak terus-menerus mengejarnya.

 

2 dari 3 halaman

Disebut Terima Uang Lebih dari Rp 2 Miliar

Aliza Gunado disebut menerima lebih dari Rp 2 miliar terkait pengurusan dana alokasi khusus (DAK) pada APBN Perubahan Lampung Tengah 2017. Hal tersebut diungkap Mantan Kasi Dinas Bina Marga Lampung Tengah (Lamteng) Aan Riyanto saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Aan menyebut, dirinya yang menyerahkan langsung uang itu kepada Aliza Gunado.

"Jadi di tanggal 21 itu saya dapat perintah Pak Taufik (mantan Kadis Bina Marga Lamteng Taufik Rahman) untuk cari pinjaman uang untuk diberikan ke Saudara Aliza Rp 2,085 miliar totalnya," ujar Aan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (1/11/2021).

Dia mengatakan, uang lebih dari Rp 2 miliar itu diberikan kepada Aliza lantaran anggaran DAK Lampung Tengah sebesar Rp 25 miliar disetujui Badan Anggaran (Banggar) DPR. Uang itu diserahkan kepada Aliza dalam dua tahap.

"Pertama Rp 1,135 miliar, saya kasih Aliza di mal. Uang diambil kawannya ditukar ke bentuk dolar Singapura. Kedua Rp 950 juta di Hotel Veranda saya serahkan Aliza, dan dibawa kawannya, dan ditukarkan ke dolar. Setelah saya kasih ke Aliza, saya lapor ke Taufik," kata Aan.

 

3 dari 3 halaman

Uang dari Rekanan

Mantan Kadis Bina Marga Lamteng Taufik Rahman mengakui adanya pemberian uang tersebut. Taufik membeberkan uang tersebut ada yang berasal dari rekanan yang mendapatkan proyek di Lampung Tengah.

"Rp 600 jutaan dari rekanan-rekanan proyek. (Sisanya) waktu itu pinjam dari Darius, dia konsultan, swasta. Terus ada lagi tambahan dari teman-teman, ada yang mau kasih pinjaman juga, teman-teman di dinas, ada Rama, Heri, dan Sanca, jumlahnya Rp 990 juta," kata Taufik.

Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) asal Polri Stepanus Robin Pattuju didakwa menerima uang Rp 11.025.077.000 dan USD 36 ribu atau jika dirupiahkan senilai Rp 513.297.001. Jika ditotal setara dengan Rp 11,5 miliar.

Jaksa menyebut Robin menerima suap sejak Juli 2020 hingga April 2021. Suap berkaitan dengan penanganan kasus di KPK. Robin menerima suap bersama dengan seorang pengacara bernama Maskur Husain.

Berikut rincian uang yang diterima Robin bersama Maskur Husain:

1. Dari Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial sejumlah Rp 1.695.000.000.

2. Dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan politikus Partai Golkar Aliza Gunado sejumlah Rp 3.099.887.000 dan USD 36 ribu.

3. Dari Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp 507.390.000.

4. Dari Usman Effendi sejumlah Rp 525.000.000.

5. Dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sejumlah Rp 5.197.800.000.

Atas perbuatannya, Robin didakwa melanggar Pasal Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.