Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk mengurangi masa hukuman mantan Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab atas kasus tes swab di RS Ummi Bogor, dari 4 tahun menjadi 2 tahun dalam tahap kasasi.
Merespons putusan tersebut, kuasa hukum Rizieq, Aziz Yanuar mengatakan pihaknya berencana mengajukan uji materi atau judicial review (JC) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyebaran berita bohong yang timbulkan keonaran.
"Mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung RI, karena IB HRS dalam kasus RS UMMI tidak layak dipenjara walau sehari," kata Aziz, Jakarta, Selasa (16/11/2021).
Advertisement
Sebab, lanjut dia, pelanggaran protokol kesehatan (prokes) yang menjadi pertimbangan hakim hanyalah ramai di media massa saja. Oleh karena itu, lanjut dia, Rizieq tidak pantas untuk mendekam di penjara.
"Apalagi dalam pertimbangan majelis hakim kasasi bahwa majelis hakim kasasi sudah mengakui bahwa dalam kasus RS UMMI tidak ada keonaran kecuali hanya ramai di media massa saja," ujar Aziz.
"Majelis hakim kasasi juga mengakui kasus RS UMMI hanya merupakan rangkaian kasus prokes Covid-19. Dengan pengakuan tersebut. semestinya majelis makim kasasi menggunakan tafsir resmi keonaran dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tersebut yang sudah tercantum dalam penjelasannya, sehingga seyogyanya IB-HRS dibebaskan," tambah dia.
Â
Pertimbangan Hakim
Sebelumnya, MA disebutkan jika telah memperbaki Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 210/Pid.Sus/2021/PT DKI tanggal 30 Agustus 2021 yang mengubah Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 225/Pid.Sus/2021/PN Jkt. Tmr tanggal 24 Juni 2021 mengenai pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa.
"Menjadi pidana penjara selama 2 (dua) tahun," kata Juru Bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro dalam keterangan tertulis, Senin (15/11).
Dia menjelaskan pertimbangan majelis kasasi mengurangi vonis karena penyebaran berita bohong yang dilakukan oleh terdakwa tidak menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat. Majelis Kasasi menyebut, keonaran hanya terjadi di media massa.
"Akibat terbitnya keonaran dari perbuatan terdakwa hanya terjadi di tataran media massa, tidak terjadi adanya korban jiwa atau fisik atau harta benda serta terhadap terdakwa," ujar Andi.
Dia menerangkan, pertimbangan lainnya terdakwa telah dijatuhi pidana dalam perkara lainnya yang merupakan rangkaian peristiwa menyangkut Covid-19. Oleh karena itu, penjatuhan pidana kepada terdakwa selama 4 tahun dipandang terlalu berat.
"Sehingga pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa patut atau beralasan untuk diperbaiki dengan menjatuhkan pidana yang lebih ringan," tandas Andi.
Â
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka
Advertisement