Sukses

Program Profesi Insinyur UNPAR Jawab Kebutuhan Nasional

Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) menjadi salah satu universitas bergengsi di Tanah Air. Kampus itu menjadi salah satu dari 40 Perguruan Tinggi di Indonesia yang ditunjuk pemerintah sebagai penyelenggara program studi Program Profesi Insinyur (PPI),

Liputan6.com, Jakarta Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) menjadi salah satu universitas bergengsi di Tanah Air. Kampus itu menjadi salah satu dari 40 Perguruan Tinggi di Indonesia yang ditunjuk pemerintah sebagai penyelenggara program studi Program Profesi Insinyur (PPI), 

Maka dari itu, UNPAR berkomitmen tak sekadar mencetak generasi insinyur professional dan berkualitas tinggi. Tak hanya itu, UNPAR memiliki dedikasi dan tanggung jawab untuk terus membangun negeri.

Sejak resmi berdiri pada 19 September 2020 lalu, UNPAR telah menghasilkan 153 lulusan tahun akademik 2020/2021. Dipercaya Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi-yang kini dilebur menjadi-Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) merintis PPI, 

UNPAR berupaya menjawab tantangan akan kebutuhan insinyur Indonesia. Tak dimungkiri, Indonesia masih dihadapkan pada tantangan pembangunan yang tentunya berkaitan dengan infrastruktur teknik maupun secara sosial dan ekonomi.

Melansir laman Kemdikbud, berdasarkan data dari tahun 205-2019, Indonesia darurat insinyur. Terbukti dari 750.000 lulusan teknik di seluruh Indonesia, hanya 9.000 orang yang fokus dalam profesi insinyurnya. Angka ini berada di tingkat bawah dalam cakupan Negara Asia Tenggara.

Kebutuhan insinyur

Direktur Jenderal (Dirjen) Perumahan pada Kementerian PUPR Dr. Ir. H. Khalawi Abdul Hamid, MSC. MM yang merupakan lulusan PPI UNPAR mengungkapkan, Indonesia membutuhkan tambahan sedikitnya 260.000 insinyur. Kebutuhan insinyur di Indonesia baru terpenuhi berkisar 30-40 persen dari total keseluruhan kebutuhan insinyur.

Sementara berdasarkan Sistem Informasi Konstruksi Indonesia Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (SIKI LPJK) 2021, jumlah tenaga kerja konstruksi (TKK) Indonesia masih didominasi oleh jenjang pendidikan SD (34,55%), kemudian SMP (25,26%); SMA/SMK (23,21%); Diploma (0,93%); Sarjana (3,40%); dan Pascasarjana (0,12%). Sedangkan jumlah tenaga kerja bersertifikat hanya 8% dan sebanyak 92% tak bersertifikat.

Melalui mekanisme Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL), pengalaman dan seluruh pengetahuan secara formal dan legal dinyatakan dalam sebuah sertifikasi insinyur. Sertifikasi insinyur yang didapatkan lulusan PPI UNPAR diterbitkan bersama Persatuan Insinyur Indonesia (PII) sebagai wadah organisasi profesional keinsinyuran di Indonesia.

Menyadur booklet bertajuk “Era Baru Keinsinyuran Indonesia” yang dirilis PII, standarisasi, klasifikasi dan kualifikasi keinsinyuran perlu dijadikan referensi utama dalam persyaratan jabatan/ penugasan di sektor publik/swasta, dan acuan penentuan standar remunerasi Insinyur Profesional (IP) di Indonesia. 

Sertifikasi dan registrasi insinyur membuka satu-satunya pintu untuk melakukan pendataan guna membangun database kompetensi insinyur di Indonesia secara lengkap dan akurat. Untuk pertama kalinya Indonesia akan mampu memetakan secara rinci peta kekuatan keinsinyuran nasional dan memanfaatkannya untuk tujuan negara.

Rektor UNPAR Mangadar Situmorang, Ph.D. mengatakan, lulusan PPI UNPAR didorong untuk terus berkontribusi dan membangun negeri. Keberadaan PPI UNPAR pun menjadi esensial, bukan sekadar meluluskan insinyur atau mengeluarkan sertifikat, UNPAR berkomitmen menjaga keberlanjutan sebagai Perguruan Tinggi yang relevan dan signifikan.

Melalui PPI, UNPAR secara sustainability berupaya memenuhi kebutuhan insinyur Indonesia. Patut disadari, lanjut Mangadar, Indonesia masih dihadapkan pada tantangan pembangunan yang tentunya berkaitan dengan infrastruktur teknik maupun secara sosial dan ekonomi.

“Para insinyur lulusan UNPAR mesti peduli dan memperhatikan konteks sosial ekonomi masyarakat. Ini yang kita sebut sebagai karakter lulusan UNPAR yang berpihak, kontributif, peduli, dan membangun kemajuan masyarakat,” kata Mangadar.

Penerimaan PPI UNPAR

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan mengikuti PPI UNPAR adalah sebagai berikut:

a. Persyaratan Umum

1. Telah menempuh pendidikan tinggi program sarjana bidang teknik atau sarjana terapan bidang teknik dengan pengalaman kerja dalam praktik keinsinyuran paling sedikit 4 (empat) tahun.

2. Telah menempuh pendidikan tinggi program sarjana pendidikan bidang teknik atau sarjana sains dengan pengalaman kerja dalam praktik keinsinyuran paling sedikit 5 (lima) tahun.

3. Sehat jasmani yang dinyatakan dengan surat keterangan sehat dari dokter

4. Bebas narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, yang dinyatakan secara tertulis oleh dokter pemerintah yang berwenang.

b. Berkas pendaftaran

1. Fotokopi ijazah S1 yang telah dilegalisasi

2. Fotokopi transkrip akademik S1 yang telah dilegalisasi

3. Fotokopi akte kelahiran

4. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk

5. Curriculum Vitae

Pendaftaran melalui laman https://pmbpasca.unpar.ac.id/menu/program_profesi_insinyur paling lambat 30 November 2021 pukul 20.00.

Program Baru UNPAR

Tak hanya mencetak generasi insinyur melalui PPI, UNPAR menyiapkan pula beragam program peminatan lainnya dengan skill set mumpuni sebagai jawaban kebutuhan terkini.

Mendekatkan kurikulum dengan kebutuhan nyata industri pun disajikan dalam 8 program peminatan terbaru UNPAR. Adapun program peminatan tersebut yaitu Data Science, Mekatronika, Bisnis Digital, Fisika Medis, Integrated Arts, Aktuaria, Chemical Business Development, serta Manajemen Bisnis Keluarga dan Kewirausahaan.

Di tengah persaingan dunia kerja yang tak hanya mengandalkan gelar sarjana, 8 program peminatan terbaru UNPAR sudah sewajarnya menjadi pilihan untuk menjawab kepentingan zaman.

Informasi selengkapnya bisa dilihat di laman pmb.unpar.ac.id atau melalui Layanan Informasi PMB UNPAR dengan mengirimkan pesan pada e-mail admisi@unpar.ac.id, telepon (022) 2032655 atau info lebih lanjut di akun @unparofficial (Instagram) dan @unpar (Official Line). 

 

PICTURE FIRST: Indonesia Tidak Aman untuk Hewan Liar