Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menjadi lembaga yang menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP). Berkaitan dengan hal tersebut, Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani mempertanyakan metode Pemerintah dalam menyusun UMP 2022.
Itu karena kenaikan rata-rata UMP Tahun 2022 hanya 1,09%. Netty menilai kenaikan tersebut sama sekali tak memenuhi kebutuhan hidup layak pekerja atau buruh.
Baca Juga
"Jumlah kenaikan ini sangat kecil, sekalipun diukur dari sisi inflasi yang hanya merupakan salah satu indikator dalam penentuan upah. Tingkat inflasi tahunan sampai Oktober 2021 saja sudah 1,66 persen. Ini kenapa rata-rata kenaikan UMP hanya 1,09%?" ujar Netty pada Kamis (18/11).
Advertisement
Netty menilai, Pemerintah perlu mempertimbangkan kebutuhan hidup layak dalam menentukan UMP 2022. Nettu pun mewanti-wanti agar Pemerintah jangan hanya berpihak pada kalangan pengusaha saja.
Melainkan, harus memperhatikan juga kesejahteraan dari para pekerja yang selama pandemi kebutuhan dan biaya hidup mereka terus naik. Ya, politisi asal Jawa Barat itu menyarankan, agar Pemerintah memperhatikan dan mempertimbangkan aspirasi, para pekerja yang beraksi lewat unjuk rasa.
"Saya meminta Pemerintah mencarikan jalan keluar terbaik, dengan bersikap bijaksana atas berbagai aspirasi pada aksi unjuk rasa pekerja/buruh sehubungan dengan kenaikan UMP," lanjut Netty.
Oleh karena itu, Netty pun menegaskan, jika Pemerintah berani menaikkan UMP yang berkeadilan, hal itu justru akan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
"Apabila UMP naik, maka dengan sendirinya membuat daya beli masyarakat meningkat. Dan itu akan membuat ekonomi nasional tumbuh dan bergerak. Tapi jika UMP tidak naik atau bahkan turun maka konsumsi produk masyarakat juga akan menurun, sehingga lapangan kerja baru sulit untuk dibuka,"Â tegasnya.Â
Â
(*)