Sukses

Polemik Telegram Panglima TNI soal Pemeriksaan Prajurit

Peneliti Imparsial Hussein Ahmad telegram yang diteken Marsekal Hadi Tjahjanto itu dinilai akan terjadi dominasi militer terhadap aturan negara.

Liputan6.com, Jakarta Marsekal TNI Hadi Tjahjanto telah memasuki masa purna tugas sebagai Panglima TNI. Sebelum meninggalkan jabatannya, dia mengeluarkan surat telegram Panglima TNI Nomor ST/1221/2021 tertanggal 5 November 2021 tentang Prosedur Pemanggilan Prajurit TNI oleh Aparat Penegak Hukum.

Dalam unggahan akun Instagram resmi milik Marinir TNI AL @marinir_tni_al yang dikutip Liputan6.com, Selasa (23/11/2021) menyebutkan alasan dikeluarkannya surat telegram itu.

Aturan itu dikeluarkan karena ada beberapa pemanggilan prajurit TNI oleh pihak kepolisian yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahpahaman, meminimalkan permasalahan hukum, dan terselenggaranya ketaatan prajurit TNI, surat telegram tersebut dikeluarkan.

Adapun ketentuan pemanggilan yang dipaparkan adalah sebagai berikut:

1. Pemanggilan yang dilakukan kepada prajurit TNI oleh Polri, KPK, aparat penegak hukum lainnya dalam rangka untuk memberikan keterangan terkait peristiwa hukum harus melalui Komandan/Kepala Satuan.

2. Pemanggilan terhadap prajurit TNI yang tidak sesuai dengan prosedur, agar Komandan atau Kepala Satuan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum yang dimaksud.

3. Prajurit TNI yang memberikan keterangan terkait peristiwa hukum kepada aparat penegak hukum dapat dilakukan di satuannya dengan didampingi Perwira Hukum atau Perwira Satuan.

4. Prajurit TNI yang memberikan keterangan terkait peristiwa hukum kepada aparat penegak hukum dapat dilakukan di kantor penegak hukum yang memanggilnya dengan didampingi Perwira Hukum.

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa pun menjelaskan bahwa surat telegram Panglima TNI Nomor ST/1221/2021 tertanggal 5 November 2021 tentang Prosedur Pemanggilan Prajurit TNI oleh Aparat Penegak Hukum, tidak akan menghambat proses penegakan hukum terhadap prajurit yang melanggar aturan perundang-undangan.

"Kalau soal proses hukum kan memang sudah lama, sudah ada Undang-Undang. Kami juga diatur oleh Undang-Undang kalau nggak salah nomor 31 ya, betul 31. Jadi kami juga memiliki prosedur karena memang diatur Undang-Undang, sedangkan peradilan umum pun juga," tutur Andika di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (23/11/2021).

Andika menegaskan, TNI wajib mematuhi aturan perundang-undangan. Termasuk soal pemeriksaan terhadap prajurit yang terlibat dugaan tindak pidana oleh aparat penegak hukum.

"Mekanisme soal pemanggilan segala macam itu soal teknis saja, tetapi ya kalau memang diperlukan kan selama ini memang sudah berlangsung dan ada mekanismenya. Sama sekali bukan berarti kita menutup pemeriksaan," jelas Andika.

Merespons hal ini, Mabes Polri akan menghormati ST Panglima TNI tersebut. Sebab, hal tersebut merupakan regulasi dan ketetapan dari instansi lain.

"Polri menghormati," tutur Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Selasa (23/11/2021).

Menurut Dedi, kinerja penyidik Polri dalam menegakkan aturan hukum akan tetap sesuai dengan prosedur yang berlaku. Penerbitan aturan pemeriksaan prajurit TNI tentunya tidak menghambat kerja kepolisian.

"Prinsipnya penyidik harus tunduk pada sel regulasi yang mengatur prosedur penegakan hukum dan menghormati hak-hak konstitusional setiap warga negara. Yang berlaku asas equality before the law," jelas Dedi.

2 dari 2 halaman

Dominasi Militer Terhadap Negara?

Sementara menurut Peneliti Imparsial Hussein Ahmad telegram yang diteken Marsekal Hadi Tjahjanto di pengujung masa dinasnya sebagai Panglima TNI itu, bermasalah. Sebab, akan terjadi dominasi militer terhadap aturan negara.

"Kami melihat ini semakin menunjukkan dominasi militer terhadap negara. Mereka merangsek masuk ke ranah sipil dan lewat telegram Panglima itu tidak hanya mengatur ke internal TNI, tapi juga eksternal," kata Hussein saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (24/11/2021).

Hussein melihat, telegram tersebut terlalu mencampuri proses hukum yang dilakukan institusi di luar TNI. Penegak hukum di luar TNI harus tunduk dan patuh terhadap telegram tersebut saat meminta keterangan atau memeriksa anggota TNI.

"Ini tidak benar, karena semakin menunjukkan dominasi militer terhadap negara," kritik Hussein.

Hussein meyakini, dengan aturan itu maka militer menunjukkan ketertutupan terhadap proses penegakan hukum yang seharusnya terbuka dan transparan. Hukum diberi hambatan, dengan izin dan pendampingan yang harus dilakukan bila anggota TNI hendak diperiksa atau dipanggil.

"Kami baca ini adanya upaya perlindungan anggota TNI terlibat tindak kejahatan dan ini ada potensi impunitas di tubuh TNI," kata Hussein menandasi.

Hussein pun meminta Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mencabut telegram tersebut.

"Jadi sebagai Panglima yang baru sekarang, Andika harus cabut itu surat telegram itu, ini kaitannya terhadap komitmen TNI untuk tunduk terhadap sistem peradilan umum," kata Hussein saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (24/11/2021).

Mengutip TAP MPR nomor 7 tahun 2000, Hussein menjelaskan, TNI diperintah untuk tunduk kepada peradilan umum apabila melakukan tindak pidana umum. Namun dengan aturan melalui surat telegram terkait, proses pemeriksaan terhadap anggota TNI seperti dihalangi dan komitmen untuk tunduk terhadap TAP MPR dari TNI tidak lagi didukung.

"Itu dapat menimbulkan potensi kekacauan di dalam prakteknya, bagi institusi TNI surat telegram Panglima itu harga mati, sedangkan aparat penegak hukum lainnya akan sulit untuk masuk sehingga birokrasinya jadi membingungkan," kritik Hussein.

Meski demikian, aturan di dalam telegram bukanlah harga mati. TNI masih membuka jalur koordinasi atau jalan tengah dari masing-masing pihak. Namun kembali, aturan pemanggilan dan pemeriksaan akan bertabrakan, sebab tiap instansi akan berpegang teguh pada aturannya sendiri-sendiri.

"Jadi di tahun 2000 menunjukkan komitmen tapi sekarang justru mundur dengan telegram ini, justru kalau panglima sekarang mendukung komitmen ya cabut telegramnya," Hussein menandasi.