Liputan6.com, Jakarta Pengurus Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menerbitkan aturan terkait upah minimum nasional bagi guru non-PNS atau honorer.
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim menyampaikan, aturan ini dirasakan mendesak keberadaannya demi melindungi para guru non-PNS.
"Urgensi Perpres ini untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan guru bukan ASN yaitu guru honorer termasuk guru sekolah/madrasah swasta. Meskipun sudah ada guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bagian dari ASN, namun belum mengakomodir keberadaan guru honorer yang hampir 1,5 juta orang. Seleksi guru PPPK baru menampung 173 ribu guru honorer dari formasi yang dibuka 506 ribu secara nasional," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Kamis (25/11/2021).
Advertisement
Satriwan menjelaskan, fakta di lapangan upah guru honorer dan guru sekolah/madrasah swasta menengah ke bawah sangat rendah, jauh di bawah UMP/UMK Buruh. Berdasarkan laporan jaringan P2G di daerah misalnya, UMK Buruh di Kabupaten Karawang Rp 4,7 juta, namun upah guru honorer SD Negeri di sana hanya Rp 1,2 juta. UMP/UMK Sumatera Barat Rp 2,4 juta/bulan, upah guru honorer jenjang SD negeri di Kota dan Kabupaten Tanah Datar hanya Rp 500-800 ribu/bulan.
Baca Juga
Di Kabupaten Aceh Timur bahkan lebih memprihatinkan, yakni hanya Rp 500 ribu/bulan bahkan ada yang Rp 400 ribu. Di Kabupaten Ende, guru honorer di SMK negeri Rp 700-800 ribu/bulan. Di Kabupaten Blitar Rp 400 ribu untuk honorer baru, yang sudah lama Rp 900 ribu, tergantung lama mengabdi.
Jadi, lanjut dia, rata-rata upah guru honorer masih di bawah Rp 1 juta/bulan, bahkan tak sampai 500 ribu. Menurut Satriwan upah mereka sudahlah kecil, pencairannya pun diberikan rapelan mengikuti keluarnya BOS.
Padahal para guru butuh makan dan pemenuhan kebutuhan pokok setiap hari. Upah bergantung kebijakan kepala sekolah dan jumlah murid atau rombongan belajar.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
Buruh Ada UMR, Mengapa Guru Honorer Tidak?
Satriwan merasa heran, pemerintah bisa melahirkan standar upah minimum bagi buruh sedangkan bagi guru tidak. Jika upah guru honorer dibiarkan begitu saja, ditentukan besarannya oleh kepala sekolah dan pemda dengan nominal semaunya, menurutnya jelas telah melanggar UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Hal itu tertuang dalam pasal 14 ayat 1 (a) yang berbunyi: “Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak (a) memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.”
Dalam dokumen "Status Guru" dari UNESCO dan ILO disebutkan juga hak guru mendapatkan jaminan sosial. Seperti tertulis berikut: (Pasal 126) "Semua guru tidak peduli sekolah apapun jenisnya, mereka harus menikmati perlindungan berupa jaminan sosial yang sama."
Lalu Pasal 127 (i): "Guru harus dilindungi oleh tindakan perlindungan jaminan sosial, mengingat diperinci dalam standar minimum konvensi jaminan sosial organisasi buruh internasional. Berupa jaminan pengobatan, tunjangan sakit, tunjangan hari tua, tunjangan kecelakaan dalam pekerjaan, tunjangan keluarga, tunjangan melahirkan, tunjangan cacat, dan tunjangan ahli waris."
Untuk itu, dia memandang regulasi upah layak bagi guru penting demi penghormatan profesi sehingga profesi guru punya harkat dan martabat di samping profesi lain. Juga mendorong anak-anak bangsa yang unggul dan berprestasi mau dan berminat menjadi guru.
"Kenyataannya profesi guru tak dihargai, tak bermartabat, karena upahnya tidak manusiawi. Upah guru honorer selama ini sudah melanggar UU Guru dan Dosen serta aturan UNESCO dan ILO. Guru honorer minim apresiasi dan proteksi dari negara. Jadi itulah alasan urgensi dibuatnya Perpres," tandas Satriwan.
Advertisement