Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyoroti situasi kemanusiaan di Afghanistan yang memburuk karena pemerintahan inklusif yang belum terwujud. Jokowi menegaskan pemerintah Indonesia akan turut memberikan bantuan untuk rakyat Afghanistan.
Hal tersebut disampaikan Jokowi saat berbicara secara virtual pada Sesi Retreat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Europe Meeting (ASEM) ke-13 di Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Jumat (26/11/2021).
"Saat ini, pemerintahan inklusif belum terwujud. Situasi kemanusiaan memburuk. Sekitar 23 juta rakyat Afghanistan terancam krisis pangan. Bantuan kemanusiaan menjadi prioritas. Kami berkomitmen memberikan bantuan, termasuk untuk bantuan kapasitas," jelas Jokowi dikutip dari siaran pers, Jumat.
Advertisement
Selain isu kemanusiaan, dia juga menyoroti isu pemberdayaan perempuan. Jokowi mengingatkan bahwa penghormatan hak-hak perempuan adalah salah satu janji Taliban.
Baca Juga
Terkait hal ini, Indonesia ingin berkontribusi agar janji tersebut dapat dipenuhi. Salah satunya, melalui Indonesia-Afghanistan Women Solidarity Network yang akan dimanfaatkan untuk kerja sama pemberdayaan perempuan ke depan.
"Kami juga siap memberikan beasiswa pendidikan bagi perempuan Afghanistan. Kami akan terus lanjutkan upaya pemberdayaan perempuan Afghanistan melalui kerja sama dengan berbagai pihak," katanya.
Â
** #IngatPesanIbuÂ
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
Kerja Sama Antarulama
Kedua, kerja sama antarulama. Jokowi memahami betul peran penting ulama di masyarakat. Pada tahun 2018, Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan trilateral ulama Afghanistan-Pakistan-Indonesia untuk mendukung proses perdamaian.
"Meskipun situasi Afghanistan sudah berbeda, namun ulama tetap berperan penting. Kami siap memfasilitasi dialog antara ulama, termasuk ulama Afghanistan," ujar Jokowi.
Dalam kesempatan ini, Jokowi didampingi Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri I Gede Ngurah Swajaya.
Advertisement