Sukses

KPK Telusuri Aliran Uang Izin Cukai Rokok dan Minuman Alkohol di Bintan

Penelusuran dilakukan tim penyidik KPK saat memeriksa Kasubag Fasilitasi dan Koordinasi Pimpinan Kabupaten Bintan yang juga ajudan Bupati Bintan.

Liputan6.com, Jakarta Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri aliran suap yang diduga diterima Bupati nonaktif Bintan Apri Sujadi (AS) dalam kasus dugaan korupsi terkait pengaturan barang kena Cukai dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan Tahun 2016 sampai 2018.

Penelusuran dilakukan tim penyidik KPK saat memeriksa Kasubag Fasilitasi dan Koordinasi Pimpinan Kabupaten Bintan yang juga ajudan Bupati Bintan Periode 2016-2021 Rizki Binati serta pihak swasta bernama Norman. Mereka diperiksa di Gedung Merah Putih KPK pada Jumat 26 November 2021.

"Kedua saksi hadir dan tim penyidik mendalami pengetahuan keduanya terkait dengan dugaan aliran uang yang diterima oleh AS dan pihak terkaitnya, baik sebelum diberikannya izin kuota rokok dan minuman beralkohol di BP Bintan hingga terbitnya izin dimaksud," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (27/11/2021).

Selain memeriksa kedua saksi tersebut, tim penyidik juga memeriksa Apri Sujadi sebagai tersangka pada Kamis, 25 November 2021. Terhadap Apri, tim penyidik mengonfirmasi barang bukti yang disita dalam kasus ini.

"Dikonfirmasi antara lain terkait barang bukti berupa beberapa dokumen perizinan kuota rokok dan minuman beralkohol di BP Bintan yang diduga telah diatur siapa saja yang akan mendapatkan izin kuota dimaksud," kata Ali.

KPK menetapkan Bupati nonaktif Bintan Apri Sujadi (AS) dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengaturan barang kena cukai dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Wilayah Kabupaten Bintan Tahun 2016-2018.

Selain Apri, KPK juga menjerat Plt Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan Mohd. Saleh H. Umar (MSU).

Kasus ini bermula pada awal Juni 2016 bertempat di salah satu hotel di Batam, Apri yang baru saja diangkat sebagai bupati memerintahkan stafnya untuk mengumpulkan para distributor rokok yang mengajukan kuota rokok di BP Bintan. Dalam pertemuan tersebut, diduga terdapat penerimaan sejumlah uang oleh Apri dari para pengusaha rokok yang hadir.

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Apri dengan inisiatif pribadi mengganti personel BP Bintan dan memerintahkan Nurdin Basirun (Ketua Dewan Kawasan Bintan) menetapkan komposisi personel baru BP Bintan dengan menempatkan Azirwan sebagai Kepala BP Bintan dan Mohd. Saleh sebagai Wakil Kepala BP Bintan.

Pada Agustus 2016, Azirwan mengajukan pengunduran diri sehingga tugas sebagai Kepala BP Bintan dilaksanakan sementara waktu oleh Mohd. Saleh dan atas persetujuan Apri dilakukan penetapan kuota rokok dan MMEA (Minuman Mengandung Etil Alkohol) dan menerbitkan kuota rokok sebanyak 290.760.000 batang dan kuota MMEA dengan rincian, golongan A sebanyak 228.107,40 liter, golongan B sebanyak 35.152,10 liter dan golongan C sebanyak 17.861.20 liter.

 

2 dari 2 halaman

Kerugian Negara Rp 250 Miliar

Kemudian, di tahun 2017, BP Bintan menerbitkan kuota rokok sebanyak 305.876.000 batang (18.500 karton) dan kuota MMEA dan diduga dari kedua kuota tersebut ada distribusi jatah bagi Apri sebanyak 15.000 karton, Mohd. Saleh sebanyak 2.000 karton dan pihak lainnya sebanyak 1.500 karton.

Pada Februari 2018, Apri memerintahkan Kepala Bidang Perizinan BP Bintan Alfeni Harmi dan diketahui juga oleh Mohd. Saleh untuk menambah kuota rokok BP Bintan tahun 2018 dari hitungan awal sebanyak 21.000 karton, sehingga total kuota rokok dan kuota MMEA yang ditetapkan oleh BP Bintan tahun 2018 sebanyak 452.740.800 batang (29.761 karton).

Selanjutnya kembali dilakukan distribusi jatah, dimana untuk Apri sebanyak 16.500 karton, Mohd. Saleh 2.000 karton dan pihak lainnya sebanyak 11.000 karton.

Untuk penetapan kuota rokok dan MMEA di BP Bintan dari tahun 2016 sampai 2018 diduga dilakukan oleh Mohd. Saleh tanpa mempertimbangkan jumlah kebutuhan secara wajar. Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp 250 miliar.